JSD •|• 03

75.7K 5.4K 54
                                    

"APA-APAAN ini!" teriakan itu cukup keras hingga menyentak semua orang yang berjaga di pantri. Para pelayan yang sedang menunggu pesanan siap, serempak menoleh ke asal suara.

Gadis yang sebelumnya melayani nomor meja itu segera berlari mendekat. Sedangkan salah satu dari pelayan lain melapor ke dapur, jika ada pelanggan yang tiba-tiba saja berteriak marah di mejanya.

Nayla tersentak. Ini kali pertama ia mendapat komplain semenjak mendirikan restoran beberapa tahun yang lalu. Tanpa melepas apronnya, ia keluar dari dapur dan berniat menghadapi pelanggan yang sedang menghujat pelayannya dengan kalimat ganas.

Damn mencoba mencegah, tapi Nayla lebih cepat mengelak dan meninggalkannya tetap di sana.

"Apa-apaan ini, ha? Rasa pesanan gue terlalu asin! Apa kokinya lagi ngebet mau kawin, sampai semua garam dimasukkin, ha!"

"Maaf, Tuan ... itu—"

"Raff, udah ...."

"Udah-udah, enak aja lo ngomong! Emangnya rasa masakan lo normal-normal aja? Lo pasti bercanda, kan? Orang rasanya asin banget gini!" sengit Raffa yang tampak tak terima, karena Ethan berusaha melarangnya.

"Rasa makananku baik-baik saja, kamu saja yang mungkin berlebihan. Udahlah ... kalau emang keasinan, pesan aja yang baru. Kamu kelihatan kayak laki nggak punya uang lebih, tahu?"

Raffa tampak menatap Ethan tidak suka. Jiwa sombong pria itu terusik, saat Ethan dengan sengaja membawa-bawa isi kantongnya ke dalam percakapan.

Dia nggak punya uang lebih? Apa Ethan minta ditampol dulu dengan segepok duitnya, baru dia tahu, betapa kayanya seorang Julian Raffa Gunawan?

"Maaf, ada apa, ya?" Nayla yang baru sampai di sana mulai bertanya. Ia melirik anak buahnya yang tampak gemetar di tempat ia berdiri dan dengan isyarat mata, Nayla meminta pegawainya pergi.

"Kamu koki di sini?" Raffa yang sebelumnya mulai tenang, karena sindiran Ethan yang tepat sasaran dan menohok kesombongannya sejenak, kembali panas saat melihat Nayla berdiri di hadapannya. Wanita berseragam koki yang sukses membuat Raffa berpikir, jika wanita itulah yang memasak makanannya.

"Iya betul. Saya kepala koki di sini."

Ethan yang mendengarnya sontak tersenyum ramah. Wanita ini tampak tenang dan sopan, sekali pun Raffa sedang memasang wajah siap perang, dia tampak begitu santai dalam ketenangannya menghadapi keadaan.

"Jadi, kamu yang masak makananku?"

"Iya betul. Semua makanan di sini saya yang masak, kenapa, ya?"

"Masakanmu asin!"

"Masakanmu enak."

Ujar kedua pria itu bebarengan. Raffa mendelik ke arah Ethan yang kini memperhatikan Nayla yang sedang memasang senyuman ramah andalannya. Nayla pun melirik Ethan.

Dua pria di hadapannya memang tampan, tapi jika disuruh memilih, Nayla akan memilih pria yang mengatakan jika masakannya enak. Pria yang kini tengah menatapnya dan ia balas memandang. Tatapan keduanya bertemu, seperti ada magnet yang menarik mereka untuk terus saling beradu.

Namun, Nayla mencoba profesional dan segera memalingkan muka, menghadap keduanya secara bergantian. "Jadi, mana yang benar? Masakannya asin atau enak?"

Raffa menusuk makanannya dengan garpu dan mengacungkannya ke udara. Ke arah Nayla yang tampak tidak suka melihat aksinya. "Incip sendiri," katanya pedas.

Nayla mengambil garpu itu dan menelan hasil masakannya tanpa ragu. Dia mengernyitkan dahi saat daging itu menyentuh lidah dengan bumbu-bumbu yang terasa terlalu aneh menurutnya.

Bagaimana bisa seasin ini?

Nayla menusukkan garpunya ke makanan Ethan tanpa ragu dan mencicipinya.

Yang ini enak, tapi yang satunya asin. Siapa yang menambahkan garam di makanan pria ini?! batinnya berteriak histeris.

"Bagaimana rasanya?" tanya Raffa sarkastik.

Ethan bahkan sampai meringis, karena makanannya pun menjadi uji coba koki wanita yang tampak bersinar di matanya ini.

"Makananmu asin, tapi yang satunya normal." Nayla memandangi Raffa dan Ethan bergantian. "Tidak ada yang menambahkan garam secara sengaja ke makananmu, kan?"

"Kamu udah salah malah mau nuduh orang!" bentak Raffa kejam.

"Tidak, saya tidak sedang mencari kambing hitam. Hanya saja, dua makanan ini saya masak secara bersamaan, jadi rasanya pasti sama. Kalaupun ada yang berubah, itu mungkin karena ada yang tidak sengaja menambahkan garam ke makanan Anda."

Raffa mendengkus. "Bilang aja kamu kebelet kawin sampai masakanmu dibikin asin. Kalau kamu emang lagi pengin nyari calon suami, aku bisa bantuin, kalau mau nikah sama aku juga nggak masalah."

"Hah?" Mulut Nayla terbuka, menganga lebar terlihat jenaka.

"Gimana? Bukannya bisa jadi simbiosis—"

"Diam!" Ethan segera menyumpali mulut Raffa dengan makanannya, sebelum beralih menatap Nayla. "Maafkan dia, mungkin ada kesalahpahaman di antara kita."

Nayla mengatupkan mulutnya, lalu mengangguk. "Mohon tunggu sebentar, saya akan memasak ulang makanan kalian secepat mungkin! Maaf, ya, kalian harus menunggu—"

"Ini!" Damn muncul dengan dua piring baru berisi jenis masakan serupa dengan yang Raffa dan Ethan pesan. "Rasanya tidak akan keasinan. Tolong maafkan kami, mungkin teman saya memang sedang dikejar-kejar kawin." Damn mengambil dua piring sisa makanan Ethan dan Raffa. "Mohon maafkan ketidaknyamanan dan kesalahpahaman ini."

Ethan tersenyum dan mengangguk. Ekspresinya tiba-tiba masam, karena masakan enak yang ia makan tadi harus dibawa pergi. Sedangkan Nayla membungkuk tidak enak. Dia meminta maaf atas nama restoran dan kelalaiannya sebelum menyusul kepergian Damian.

"Ceweknya cakep bener, gue ikhlas deh nyalon jadi calon suaminya!"

"Kamu sengaja cari gara-gara, kan?" tanya Ethan dingin.

"Harus!" Raffa mengacungkan jari jempolnya. "Kalau nggak gini, gue nggak bakal ketemu sama Mbak-mbak koki yang cakep kayak bidadari." Ethan mendelik menanggapi kata-kata Raffa. "Omong-omong, cowok yang tadi kok kayak nggak asing?"

Ethan terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat, apakah mereka pernah bertemu dengan teman koki cewek cantik tadi. Lalu, ingatan Ethan terjatuh pada kecelakaan yang ditimbulkan Raffa tadi pagi.

Dengan wajah datar dan tatapan dingin yang membuat Raffa menggigil, Ethan berkata, "Dia laki-laki yang kamu tabrak tadi pagi."

"APA!" pekik Raffa terkejut setengah mati.

Ethan mulai menatap makanan di hadapannya dan mulai mencicipinya. Rasanya memang enak, tapi entah kenapa ... tidak seenak yang pertama tadi. Apa karena yang bikin beda orang, ya?

Ethan menghela napas kasar.

Gagal, deh, bernostalgia masakan rumah seperti buatan ibunya di restoran ini!

Jodohku Seorang DudaWhere stories live. Discover now