JSD •|• 04

73.8K 5K 49
                                    

NAYLA masih memikirkan kejadian yang baru ia alami beberapa saat lalu. Satu jenis makanan ia masak secara bersamaan, tapi anehnya, setelah ia menghidangkan makanan itu menjadi dua porsi yang sama rata, salah satu rasa makanannya berubah menjadi asin.

Tanpa sadar, Nayla terus memandangi piring yang kini berada di tangan Damian. Lelaki itu terlihat santai dan tak mengeluarkan satu kata pun komentar. Damian meletakkan dua piring itu di atas pantri dapur yang baru selesai digunakan, sebelum mengambil garpu dan mulai mencicipi rasanya.

Nayla yang masih ingat betul piring tersebut segera menahan tangan Damian, tapi lelaki itu berkata, “Slow! Gue yakin rasanya nggak asin.”

"Tapi—”

Damian hanya meletakkan jari telunjuknya di atas bibir Nayla, sedangkan tangan kirinya memasukkan daging ayam yang hampir mendingin itu ke dalam mulutnya.

“Rasanya enak,” gumamnya, “apa yang dipermasalahin?"

"Eh? Yang serius lo?" Damian mengangguk. "Gue tadi dikasih sama cowok itu rasanya asiiiinnnn bangettt .... Gue sampai mikir, mungkin iya gue perlu kawin."

"Apa hubungannya coba?" Damian menusukkan garpunya ke daging ayam itu dan meminta Nayla untuk mencoba ulang rasanya. "Enak, kan?" tanyanya setelah Nayla mengunyah dan menelan daging ayam masakannya.

"Enak, tapi kok bisa?"

"Dia lagi ngisengin lo kayaknya," jawab pria itu singkat dan melanjutkan acara makannya. Netra kelabunya melirik Nayla yang masih tampak tidak terima atas jawabannya. “Lagian, lo kenapa sampai mikir mau kawin segala? Ada masalah?"

Nayla mendesah panjang. Dia melepaskan topi kokinya dan meletakkannya secara asal. Dilepasnya ikatan cepol di rambutnya hingga terurai menutupi lehernya yang jenjang.

"Biasalah, Nyokap nyuruh gue cepetan nikah." Nayla mendengkus. "Gue bukannya nggak mau nikah, ya, Damn, tapi gue bingung mau nikah sama siapa. Lo pikir aja coba? Pacaran aja nggak pernah, setiap harinya ketemu sama bawang, cabai, pisau, masa iya gue nikahnya sama mereka?"

Damn langsung tersedak makanannya hingga terbatuk-batuk. "Enggak sekalian aja lo nikahnya sama terong ungu di frezzer, tuh?"

Nayla mendelik. "Maksud lo?"

"Iya, kalau lo nikah sama cabai, bawang, apalagi pisau, bukannya puas, lo malah nangis-nangis. Nah, kalau terong kan lumayan, lo bisa puas setiap malam."

Sontak saja Nayla menjitak kepala Damn dengan tangan kanannya. "Sejak kapan otak lo mulai nggak beres gini, ha?"

Damn hanya tertawa terbahak-bahak. Beberapa koki yang ada di sana melirik ke arah mereka.

"Salah siapa pembahasan lo ngelantur gini. Kalau lo nggak punya pacar, ya, dicarilah! Katanya mau nikah, cari pacar atau calon suaminya aja ogah, gimana bisa kelar itu masalah?"

Nayla bersedekap dada. "Masalahnya ...."

"Masalahnya?"

"Gimana cara nyari pacar?" Nayla memandangi Damn polos. "Gue nggak punya tipe cowok idaman, ideal, dan lain-lainnya. Asalkan cowok itu mau kerja dan bisa bikin nyaman, kenapa enggak?"

Damn tampak berpikir sejenak. Sebenarnya, ini termasuk kesempatan besar untuk dirinya. Ia menyukai Nayla sejak lama, perasaan yang terlalu lama ia pendam seorang diri di dalam hatinya. Ia selalu berada di sisi wanita itu nyaris setiap hari, masalah nyaman, sudah pasti ia lolos dengan mudah. Masalah mau kerja? Bukannya dia setiap hari kerja di sebelah Nayla, sebagai asistennya?

Namun, saat ia berani mengajukan diri, saat itulah persahabatan mereka akan dipertaruhkan.

Jika ia berhasil memenangkan hati Nayla, maka semuanya akan menjadi kemenangan terbesar untuknya, tapi ... jika yang terjadi sebaliknya? Apakah dia rela melepaskan Nayla dan tak lagi menjadi sosok paling dekat seorang Nayla?

Damian berdeham cukup keras. "Kalau lo mau, gue bisa jadi kelinci percobaan pertama lo."

Nayla menatap Damn bingung. "Hah?"

"Pergi kencan sama gue, sebagai cowok dan cewek, bukan dua orang teman seperti yang biasa kita lakukan."

____

This part without revision. I am so sorry, My Little Girl is sick again. 😭😭😭

Jodohku Seorang DudaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon