15. DNUA | Rumah Laskar

2.8K 232 22
                                    


Laskara Abimana, lelaki yang pernah melangitkan doa paling egois pada Tuhan. Di mana seluruh aamiin-nya adalah berharap untuk bisa memiliki hati Nara, sepenuhnya. Kebahagiaan paling indah yang pernah diberikan oleh Tuhan adalah keluarganya dan Nara. Dia tulus menyayangi gadis itu.

Bertahun-tahun mereka berdua saling mengenal. Jarang sekali Nara menunjukkan titik lemahnya pada Laskar, bahkan hampir tidak pernah. Dan tatkala melihat air mata Nara meluruh tadi, hati Laskar juga ikut terasa sakit. Gadis yang selalu menebar senyum dan tawanya itu sudah bertransformasi menjadi gadis rapuh.

Tidak tahu apa yang menjadi penyebab gadis itu menjatuhkan air matanya tadi. Dan benar apa yang Laskar katakan, beban Nara memang begitu banyak, tapi belum tentu pundak orang-orang diluaran sana sekuat gadis itu.

"Nyeri dikit kalo kena air tambah sakit nggak sih?"

"Mungkin iya."

"Duh aspalnya kurang ajar, lutut mulus gue jadi terluka."

"Malah nyalahin aspal."

"Salah siapa coba naruh aspal di jalan?! Heran gue, kayak nggak ada tempat lain aja."

Sentilan pelan Laskar berikan pada Nara, tidak habis pikir dia dengan jalan sesat otak Nara.

"Yang salah bukan aspalnya, tapi lo sendiri."

"Pembohongan publik, gue mana ada salah wehh."

Nara membela diri dengan kedua tangannya bersidekap di depan dada. Bersikap angkuh dan membuang muka pada lelaki yang masih menopang kedua kakinya itu. Laskar barus saja selesai mengobati luka di lutut Nara, setelah tadi memijat kaki Nara yang terkilir. Gadis yang begitu ceroboh menurut Laskar, bisa-bisanya dia menambah luka baru, sedangkan luka yang terdahulu saja belum sempat diobati.

"Iya-iya, aspal nggak salah, lo nggak salah, gue yang salah."

"Emang!"

"Dasar cewek," gerutu Laskar sedikit kesal.

Keduanya duduk di sofa panjang ruang tamu rumah Laskar. Dengan posisi Laskar yang menopang kedua kaki Nara. Lebih baik mengalah daripada harus berdebat lebih lama lagi dengan makhluk yang bernama perempuan. Sudah pasti Laskar akan kalah.

Nara menurunkan kedua kakinya setelah selesai. Sedikit mengambil jarak untuk duduk bersebelahan. Lalu mengembuskan napas lelah menyusul rasa sesak.

"Dia terlalu sempurna ya, mana mau sama gue yang kurang dalam segalanya."

Sentilan kecil Nara dapatkan lagi di keningnya. "Udah deh mending dengerin kata abang lo aja."

"Abang siapa ya? Gue nggak ngerasa punya abang tuh," sahut Nara seperti melupakan kehadiran Aidan.

"Durhaka lo, Ra."

"Wes to, paling penak ora usah duweni rasa karo sopo-sopo."
(Udah deh, paling enak nggak usah punya perasaan sama siapapun)

Petuah Aidan bulan lalu masih terngiang-ngiang di kepala Laskar. Lelaki absurd yang tumben-tumbenan berotak lurus itu menasehati Nara dan Laskar soal percintaan. Seolah-olah merasa dirinya yang paling tua, padahal usianya sama saja dibandingkan dengan Laskar.

"Mending tidur, nggak resiko."

Laskar mengulurkan tangan mengambil minuman kaleng di meja, dan membukanya kemudian. Omong-omong, gadis itu sudah berganti pakaian dengan menggunakan hoodie kebesaran dan boxer milik Laskar.

"Lo pernah jatuh cinta nggak sih, Kar?"

Pertanyaan Nara membuat Laskar seketika menatap gadis itu. Terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat.

'Dari Nara Untuk Alan' [Versi Baru]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang