9. Sesuatu Terjadi

4.2K 434 143
                                    

Lanjutan cerita ini bisa dibaca di Hinovel dan KaryaKarsa, ya.

======

Dari jendela kamarnya yang berada di lantai tiga, pandangan Calla tertuju ke halaman belakang yang berupa taman, taman tempat semalam ia dan Edgar berdiskusi. Ia tidak menyangka taman tersebut ternyata begitu luas. Calla menduga luas taman itu lima kali luas lapangan basket berstandar NBA. Wow!

Pandangan Calla dimanjakan oleh daun-daun pohon maple yang berwarna kemerahan, baik yang berada di pohonnya maupun yang sudah berguguran dan berserakan di sepanjang jogging track yang mengelilingi taman itu. Tidak hanya daun maple yang membuatnya terpesona, pohon-pohon lain yang tumbuh di sekitar kolam renang pun menarik perhatiannya. Namun, ada satu hal yang paling menarik di antara pepohonan tersebut, yakni seseorang yang sedang asyik melakukan latihan kardio di sepanjang jogging track.

Di bawah sana, Edgar terlihat sedang berjoging sambil menikmati udara pagi yang dingin tapi menyegarkan. Sebelum musim dingin benar-benar tiba dan salju menutupi area taman yang luas, Edgar selalu menyempatkan diri melakukan olahraga kardio di luar ruangan. Mengenakan setelan running abu-abu dan hitam berlengan panjang, Edgar terlihat memukau. Atasan running yang tidak terlalu longgar tapi juga tidak ketat secara nyata memperlihatkan lekuk biseps serta pinggangnya yang ramping. Calla percaya bahwa di balik atasan itu ada perut yang berotot. Perpaduan sempurna antara wajah tampan, penampilan menawan, dan kehidupan yang mapan.

Pantas saja Nirvana Dallas dulu mau bertunangan dengannya, kata Calla dalam hati.

"Cal, helo! Apa kau masih di sana? Calla?!" Suara Caleb dari ujung telepon membuyarkan lamunan Calla.

Gadis itu berbalik memunggungi jendela, lalu melanjutkan obrolannya dengan Caleb melalui ponsel. "Iya. Aku di sini, Caleb. Syukurlah kalau kau dan Jayden menikmati liburan kalian di Woodstock. Ingat ya, jangan buat keluarga Jayden kapok mengajakmu berlibur. Ya, sudah. Jaga dirimu baik-baik. Sampaikan salamku pada Jayden dan orang tuanya." Calla menutup panggilannya.

Calla memutar tubuhnya kembali dan melabuhkan lagi pandangannya ke arah pria yang masih berlari kecil di jogging track. Terlalu asyik menikmati pemandangan, Calla sampai tidak menyadari Edgar sudah memandang dan memperhatikannya dari bawah. Hanya ketika pria itu melambaikan tangan, Calla baru bisa mengembalikan kesadarannya.

Sial, dia memperhatikanku. Jantung Calla secara otomatis berdetak lebih kencang seiring dengan perasaan malu yang mengalir ke seluruh pembuluh darah. Ia nyaris tidak bisa beranjak dari birai jendela.

Sekali lagi Edgar melambaikan tangan memberi isyarat agar Calla segera turun. Serta merta Calla menyambar jaket hitam tipisnya yang tergantung di kapstok dan mengenakannya tanpa dikancingkan, lalu turun dari kamar. Rumah yang luas dengan banyak ruangan membuat Calla nyaris tersesat. Gadis itu beberapa kali salah mengambil rute dan berakhir ke lorong yang buntu. Tidak seperti semalam ia bisa segera menemukan kamarnya, pagi itu Calla dibuat bingung. Entah efek apa yang membuyarkan konsentrasinya, tetapi Calla nyaris frustrasi lantaran tidak bisa menemukan jalan keluar.

"Kau sedang apa, Nona?" tanya pria muda yang mengenakan pakaian khas pelayan, hitam dan putih.

"Oh, syukurlah!" Calla mengembus napas lega akhirnya dia menemukan seseorang untuk ditanyai. "Aku harus berjalan ke mana untuk ke luar dari sini?"

Si pelayan memandang heran pada Calla sambil sedikit mengernyitkan dahi. "Kau mau keluar ke mana, Nona?"

"Edgar memintaku ke taman, tapi aku tersesat."

Si pelayan langsung mengulum senyum setelah mendengar ucapan Calla. "Kau kekasih Tuan, ya?"

Kali ini Calla yang mengernyitkan dahi karena terkejut mendengar pertanyaan si pelayan. "A-aku bukan—"

"Kau bisa berjalan lurus dari sini, lalu belok kiri, dan menuruni tangga. Akses menuju taman ada di bawah tangga." Si pelayan memotong ucapan Calla sambil menunjukkan arah.

"Oke. Terima kasih." Calla berjalan ke arah yang ditunjuk si pelayan tadi. Sambil menggerutu, Calla terus mengikuti instruksi yang diberikan si pelayan. "Apa yang dikatakan si gila itu pada semua orang? Aku kekasihnya? Oh, yang benar saja."

Calla akhirnya menemukan jalan keluar menuju halaman belakang. Netranya memindai ke seluas taman untuk menemukan keberadaan Edgar. Sangat mudah melihat dan menemukan Edgar dari ketinggian, tapi tidak di sini di saat Calla sudah berada di taman.

"Hei, kau! Ambilkan ponselku di meja sana!"

Perintah Edgar mengejutkan Calla sampai jantung gadis itu nyaris melompat keluar. Calla menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Edgar tengah melakukan gerakan peregangan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Calla mengerucutkan bibir. Edgar selalu memerintahnya dengan nada tidak mengenakan. Mentang-mentang bos, Calla menggeram dalam hati.

"Aku punya nama," keluh Calla sambil menatap Edgar.

Namun, Edgar tak memedulikan keluhan Calla. Pria itu bahkan tak mau melihat ke arah Calla lagi setelah memerintah gadis tersebut.

Dengan sangat terpaksa, Calla mengambilkan ponsel Edgar dari meja yang ditunjuk Edgar tadi. Beberapa saat kemudian Calla menghampiri Edgar sambil membawakan ponsel milik pria itu.

"Ini ponsel Anda, Tuan," tutur Calla sambil mengulurkan tangannya yang memegang ponsel ke arah Edgar.

"Tunggu sampai aku selesai melakukan pendinginan." Edgar kembali memerintah sambil merentangkan kedua tangannya.

"Oke."

Calla menuruti titah sang bos. Ia berdiri sambil bersedekap sekitar satu meter di depan Edgar dan tanpa canggung memperhatikan gerakan yang dilakukan pria itu. Entah suatu keberuntungan atau kesialan bagi Calla, angin berembus begitu kencang. Rintik hujan mulai berjatuhan.

"Ed, hujan!" seru Calla sedikit panik. Gadis itu celingukan mencari sesuatu untuk melindungi dirinya atau setidaknya untuk ponsel Edgar dari terpaan hujan. Calla mengambil beberapa daun maple yang berserakan di sekitar tempatnya berdiri, lalu membungkus ponsel Edgar dengan daun-daun itu.

Tidak sepanik Calla, bahkan sama sekali tidak terlihat panik, Edgar justru melontarkan senyum melihat tingkah Calla. "Kau sedang apa, Ms. Stones?"

"Aku sedang berusaha melindungi aset berhargamu ini," jawab Calla.

"Hei, ponsel itu anti air. Hujan tidak akan merusaknya."

"Ah, aku tidak percaya."

Baru saja Calla berhenti berbicara, gerimis berangsur-angsur menjadi hujan yang cukup deras. Demi melindungi ponsel sang bos, Calla rela kedinginan. Ia membuka jaketnya, lalu menggulung jaket tersebut dan memasukkan ponsel Edgar ke dalamnya.

Sejujurnya, Edgar ingin mentertawakan kelakuan Calla yang ia anggap aneh, tetapi niatnya tertahan ketika ia mendapati tubuh Calla basah kuyup. Kaus tipis basah yang melekat di tubuh Calla mencetak dengan jelas bulatan dada gadis itu yang cukup proporsional. Tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil.

Sial! Dia tidak mengenakan bra. Aku akan benar-benar jadi seorang bajingan kalau seperti ini terus.

Edgar menelan ludah dengan susah payah. Di tengah guyuran hujan yang menerpa mereka berdua, hasratnya kembali diprovokasi. Calla secara tidak langsung telah sukses menyiksanya.

"Ed!"

Teriakan Calla yang teredam oleh suara hujan tak begitu terdengar. Namun, tubuh gemetaran gadis itu berhasil mengembalikan logikanya. Edgar segera merangkul Calla dengan posesif, kemudian keduanya berlari ke ruangan sejenis foyer terbuka. Melalui interkom, Edgar meminta pelayannya mengirimkan handuk untuk mereka.

"I-ini ponselmu." Calla memberikan ponsel Edgar dengan tangan gemetaran.

Alih-alih menerima ponsel yang diberikan Calla, Edgar justru menatap wajah Calla yang tampak pucat selama beberapa saat. "Buang saja ponselnya," cetusnya kemudian.

Calla membulatkan mata. Iris birunya menggelap oleh kemarahan yang tiba-tiba menyambangi. Edgar tidak menghargai perjuangannya, pikir Calla. "Kau memang menyebalkan, Ed. Aku sudah kedinginan seperti ini dan kau memintaku membuang ponselnya. Seharus kau bilang dari—"

Ups! Calla kembali melebarkan mata tatkala bibir Edgar membungkam kemarahannya dengan ciuman. 

====

Alice Gio

🎉 Kamu telah selesai membaca Terjebak Cinta Dua Penguasa (Chasing Commitment) 🎉
Terjebak Cinta Dua Penguasa (Chasing Commitment)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang