Bel istirahat belum berkumandang, namun Dimas sudah menarik tangan Arga untuk menemaninya pergi ke kantin. Karena paksaan sahabatnya yang merengek seperti bocah, mau tidak mau dan dengan berat hati Arga menurut.
Pergi ke kantin saat jam istirahat bukan kebiasaannya. Markas Arga saat jam istirahat begini seharusnya di ruang musik, memainkan tuts piano hingga jam istirahat berakhir atau pergi ke perpustakaan untuk membaca komik atau apapun yang menarik.
Hari ini, hidup Arga rasanya penuh dengan hal-hal baru yang tidak monoton seperti sebelumnya.
"Lah katanya ke kantin, napa malah lurus?" Celetuk Arga ketika menyadari Dimas membawa langkah kakinya melewati tangga.
"Ke kelas A dulu." Jawab Dimas, tersenyum simpul menanggapi ekspresi wajah Arga yang kebingungan.
"Queenaaaa..."
"Queenaaaaa..."
"Kantin yukkkkk..."
Dimas berdiri di ambang pintu ruang kelas A, menengok sedikit ke dalam kelas dan memanggil nama siswi yang di cari, setelah memastikan guru yang mengajar sudah keluar dari kelas itu.
Beberapa pasang mata siswa di dalam kelas menoleh heran memandang Dimas karena teriak heboh memanggil satu siswi saja. Namun seolah tidak tahu malu sama sekali, Dimas tetap menebalkan wajahnya untuk berdiri di ambang pintu kelas XIIA meskipun masih menjadi pusat perhatian beberapa siswa.
"Apa sih?" Tanya Queen, ia tidak mengubah posisinya. Masih tetap sama, duduk di meja kelasnya.
"Kantin bareng yuk, ada Arga juga nih..."
Queen tidak percaya kata-kata Dimas. Masalahnya ia tidak melihat sosok manusia yang bernama Arga.
Cewek itu berdiri dari kursinya, ingin memastikan ucapan cowok yang berdiri di ambang pintu kelasnya, ia berjalan menghampiri Dimas yang berdiri di ambang pintu untuk memastikan kebeneran ucapan Dimas.
Ketika sampai di ambang pintu kelas, pandangannya jatuh ke sosok yang bersandar di dinding sebelah pintu kelasnya yang terbuka.
"Gue kira lo bohong. Modus nyelipin nama Arga supaya gue ikut ke kantin."
"Hai." sapa Arga dengan singkat, tidak merubah posisinya sama sekali, "gue di seret Dimas."
"Hah? Bukannya tadi lo yang maksa gue minta di temenin nyamperin Queen untuk pergi ke kantin?" Dimas memasang wajah sok terkejut.
Ia memutar balikan fakta.
"Mulut lo memang tampol-able banget ya." Sahut Arga datar.
"Gue tadi ga sempat sarapan karena lo jemput kepagian. Yaudah ayo ke kantin." Sahut Queen, mengabaikan ucapan Dimas.
"Uhuuii, udah ngegas banget sampai jemput segala..." goda Dimas, memukul lengan Arga, tidak peduli bagaimana wajah masam yang di tunjukan sahabatnya itu sekarang.
"Gue jemput kepagian karena lo yang bilang jangan telat." Bela Arga, tidak mempedulikan Dimas yang kini gencar menggodanya.
Arah pandang Arga kini tidak lagi menatap wajah Queen, melainkan sedikit menunduk untuk memastikan keadaan kaki cewek itu.
"Lo yakin mau ke kantin?"
"Yakin. Kenapa?" Sahut Queen menaikan sebelah alisnya, setelah mengikuti arah pandang Arga.
"Bisa jalan?" Tanya Arga, sangat terlihat jelas ragu sedang memenuhi sorot matanya.
"Bisalah!" Sentak Queen, kesal karena di remehkan sebegitunya oleh Arga hanya karena kakinya terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Teen FictionMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...