38 - Touch love, lose control

2.4K 191 28
                                    

Rupanya seorang Arga memang tetap seperti bagaimana dia seharusnya. Ketika pagi cowok itu bersikap layaknya seorang siswa biasa, bahkan dengan tingkahnya yang tertata. Arga dikenal sebagai cowok yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang ia rasa dekat dengannya saja, cowok itu juga dikenal sopan dengan siapa saja, tidak banyak tingkah, dan tentunya cerdas.

Tidak ada satupun yang tahu sisi lain cowok itu. Bagaimana orang-orang di sekolahnya memberikan nilai positif untuk segala hal yang ada padanya, lenyap begitu saja ketika hari telah menjelang malam. Arga, cowok itu tidak lebih dari seorang berandal.

Mungkin jika hari itu takdir tidak mempermainkan hingga membawanya pada satu lingkaran dengan sosok Queen, ia berani menjamin, bahkan sampai hari dan detik ini tidak ada satupun orang yang tahu rahasia lain yang ada di hidupnya.

Arga ingin menghibur dirinya malam ini, melenyapkan sebentar saja perasaan aneh yang terus saja menganggunya sejak terakhir bertemu Queen di dalam ruang belajar milik cewek itu.

Balap motor; hiburan yang Arga ingin lakukan malam ini, saling memperebutkan juara pertama di arena balap dengan lawannya. Bonusnya, ada imbalan yang ia terima untuk menambah uang bulanan yang hampir menipis.

Ah ya, Arga memang membiayai sebagian besar hidupnya sendirian. Tidak ada topangan dari orang tua yang sampai saat ini masih enggan menerima takdir bahwa Arga adalah salah satu bagian dari mereka.

Arga sudah bersiap untuk malam ini. Motor hitam besar kesayangannya juga sudah ia keluarkan dari garasi. Motor itu akan langsung melaju menuju tempat yang dituju, jika saja getar ponsel di saku celananya tidak membuat perhatian Arga teralihkan untuk memeriksa benda pipih itu.

Queen.

"Arga, lo dimana?" Tidak ada sapaan, yang datang langsung pertanyaan.

"Kenapa?" Arga tidak menjawab, ia malah mengajukan pertanyaan balik.

"Ya engga kenapa sih, gue lagi bosen banget aja."

"Kalo bosen, lo tidur aja. Gue sibuk, ada urusan."

"Gue boleh ikut?"

"Ikut?"

"Iya ikut lo, gue tau urusan lo apaan."

"Ga usah aneh-aneh lo. Udahan dulu." Arga memutus sambungan telepon itu lebih dulu, tanpa berniat menunggu balasan kalimat dari Queen.

Benda pipih itu sudah kembali di simpan pada saku celana ripped jeans berwarna hitam pekat yang dikenakan. Sebelum benar-benar menarik pedal gas motor hitam kesayangannya, Arga menutup kaca helm fullface-nya lalu langsung menarik pedal gas dengan kecepatan hampir di atas rata-rata.

Sementara di tempat lain, seorang cewek menahan kesal karena diacuhkan. Panggilannya di tutup sebelah pihak tanpa basa-basi. Padahal ia baru saja akan mengeluarkan suara, membalas kalimat dari orang yang kurang ajar dan seenaknya menutup panggilan.

Queen membanting benda pipih yang sempat diremas tepat setelah panggilannya diakhiri secara sepihak ke arah tempat tidurnya. Kemudian ia bergegas untuk mengganti pakaian tidur yang telah menempel di tubuhnya.

Senyum puas terpatri jelas di wajah cewek itu ketika melihat pantulan dirinya di depan cermin. Queen memeriksa penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan ekspresi yang serius.

Rambut panjangnya ia urai secara bebas, bagian atas tubuhnya di tutupi dengan crop tee berwarna hitam dilengkapi jaket kulit dengan warna senada sebagai luaran, sementara bagian bawah tubuhnya mengenakan jeans berwarna putih tulang.

"Kalo kaya gini, gue ga bakalan salah kostum di arena."

Tidak ingin berlama-lama, Queen langsung menyambar tas selempang yang sudah ia siapkan dan meminta supir pribadinya untuk mengantar ke arah tujuan.

Princess SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang