Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Part 4: Calon Debitur

21.8K 2K 93
                                    

PAGI ini, aku sudah disibukkan dengan telepon dari para calon debitur yang pengajuan kreditnya masih belum mendapat approval atau bahkan ada juga ada yang ditolak. Aku enggak tahu soal hasilnya, karena aku bukan pihak yang memberi wewenang untuk menyetujui hal itu. Apakah layak diberi pinjaman atau sebaliknya. Tugasku hanyalah memberikan laporan mengenai calon debitur sejujur-jujurnya melalui wawancara on the spot.

Seperti kali ini, aku sedang membuat memo analisis pembiayaan dari salah satu calon debitur. Namanya Mbak Nadia. Beliau mengajukan pinjaman kredit untuk modal usaha. Usahanya cukup menarik yakni bisnis start-up di bidang ticketing yang menurutku, ini sangat kekinian sekali. Apalagi kalau tiket online yang disediakan untuk konser K-Pop atau musik EDM yang dewasa ini sedang tren dan disukai kaum milenial. Sepertinya, prospek bisnisnya lumayan bisa berkembang asal nantinya Mbak Nadia tetap profesional dan mengedepankan kepentingan customer.

Selesai membuat memo, aku menghampiri ruang kerja atasanku untuk memberikan laporan seperti biasa.

"Pagi, Bu. ini memo calon debitur yang pengajuan kredit untuk usaha start-up," kataku menyerahkan berkas tersebut di atas mejanya.

"Oke, terima kasih, nanti saya periksa. Oh iya, Riv, itu Pak Andre jadwal ketemu notarisnya kapan? Approved, kan, kemarin pinjamannya?"

"Iya Bu, sudah approved. Jadwalnya sih tadi saya baru dapat surel, katanya Senin depan."

"Oke kalau begitu."

"Ada lagi, Bu?"

"Hemp ... kamu sore ini bisa ikut saya, Riv?"

"Ke mana, Bu?"

"Ketemu calon debitur."

"Baik, Bu."

"Tapi after office hours, ya, Riv. Soalnya dia juga bisa ketemunya setelah pulang kerja."

"Siap, Bu."

"Riv, sudah berapa kali sih saya bilang manggilnya Mbak aja! Yang lain juga begitu kan?" Aku hanya menyengir menanggapinya. Masalahnya, aku belum terbiasa memanggil Bu Clarissa dengan panggilan Mbak.

"Diusahakan Mbak kalau lidah saya enggak keseleo lagi," kataku berusaha jujur.

"Kamu tuh ya. Ya udah, balik kerja lagi!"

"Siap, permisi Bu. Eh, tuh kan. Permisi Mbak," pamitku dengan senyum canggung, sementara wajah Mbak Clarissa dibuat tertekuk ketika menatapku.

Mbak Clarissa memang masih cukup muda untuk memegang jabatan sebagai Kepala Pengembangan Bisnis Cabang. Usianya baru 28 tahun, dan aku rasa ia adalah wanita paling muda di antara manajer lain. Jenjang kariernya bisa dikatakan sangat bagus karena dengan lima tahun bekerja di Nationtrust Bank, ia sudah duduk di posisi itu.

Aku melihat Mbak Clarissa seperti duplikat dari Raisa yang penyanyi itu. Tubuhnya tinggi, kulit putih bersih, rambutnya hitam lurus. Bola matanya terang meski kelopak matanya sedikit sipit. Menurutku, Mbak Clarissa benar-benar cantik luar biasa.

Setelah berhasil mendudukkan diri di kursiku, sebuah panggilan mengalihkan atensiku ketika hendak menyentuh botol minum. Aku melihat nama Kiara tertera di id caller.

"Iya, halo, Ki."

"Riv, lo mau beli wallet keluaran terbaru Hermes enggak? Warnanya lucu banget, loh."

Suara Kiara terdengar menggebu-gebu di balik telepon. Ah, kenapa pagi-pagi begini Kiara sudah mengajak belanja, sih? Akan tetapi, aku ingin tahu juga informasinya.

"Warnanya apa?" tanyaku mulai penasaran.

"Rose, Riv."

"Oh yang extreme silkin itu ya. Harganya berapa, Ki?"

Target RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang