[4] "Halo, Surya."

709 89 25
                                    

Ya, seperti yang dikatakan Haris tadi. Kegiatan tindak tanduk nakal dari Surya ini sebenarnya sudah cukup diketahui oleh Arjuna dan Sekar.

Kenapa tidak dinasehati?

Pertanyaan seharusnya adalah: kenapa Surya tidak menuruti nasehat orang tuanya?

Kenapa? Karena Surya sudah lelah menjadi apa yang mereka mau. Menjadi apa yang bukan dirinya. Menjadi apa yang tidak ia sukai. Menjadi diri orang lain, tanpa orang tuanya mau tau apakah anaknya itu suka atau tidak.

Belajar!
Belajar!
Belajar!

Sederet kata itu yang selalu diungkit berkali-kali oleh Arjuna setiap kali mereka terlibat cek-cok antar ayah dan anak.

Surya sadar, hal itu memanglah mutlak untuk dijalaninya. Harus! Mau tak mau, memang harus ia lakukan. Tapi bukan berarti ia harus melupakan apa yang menjadi haknya juga 'kan!?

Dan ini adalah salah satu langkah nekat yang diambil Surya sebagai bentuk tindakan tidak sukanya terhadap apa yang dikekangkan oleh orang tuanya. Terlebih Arjuna.

"Hebat ya kamu!" Ujar Arjuna, sekembalinya ia di rumah bersama anak yang terciduk olehnya tengah tawuran tadi.

Bodoh rasanya jika Surya tidak tahu bahwa Ayahnya sudah pulang dan mendapati dirinya tengah beradu otot bersama teman-temannya.

Ya. Lelaki berusia empat puluh tahunan itu memang kerap keluar-masuk Negri orang. Baik dari yang dekat seperti Singapura hingga ke yang jaraknya terbilang cukup jauh, seperti Belanda sering dikunjungi si pria dalam melakukan sepak terjangnya di dunia bisnis.

Seperti hari ini. Surya tak menyangka jika Arjuna sudah kembali dari Jepang dengan begitu cepat. Dipikirnya, pemimpin dalam keluarga mereka itu akan kembali minggu depan atau paling cepatnya lusa.

Tapi, bak diberi kejutan yang luar biasa, Surya mendapati jika ayahnya tadi berdiri tepat menatap ke matanya langsung dalam radius jarak 15 meteran saat ia —dengan begitu bodoh— menyerang lawannya dari sekolah lain dalam aksi yang tak patut dicontoh.

Sangat bodoh rasanya!

Jikalau saja Surya tahu bahwa hari ini Arjuna akan kembali ke Indonesia, tentunya saat Radit dan yang lainnya mengajak ia ikut serta dalam aksi tawuran antar pelajar tadi, Surya pasti akan menolak.

Tapi kini yang terjadi takan bisa diulangi lagi. Bak nasi sudah menjadi bubur, semua yang Surya katakan untuk sebuah alasan pun tentu takan pernah diterima rungu sang Ayah.

Kini Surya hanya terdiam, merunduk dan tidak mengeluarkan sepatah kata apapun dari mulutnya. Semua kalimat dari mulut orang tuanya jelas ia dengar, tanpa terkecuali. Tapi hanya sebatas mendengar seolah-olah sederet nasihat itu tak ada bedanya dengan iklan di televisi yang sekedar lewat saja.

Masuk kuping kanan, keluar lagi dari kuping kiri. Begitulah adanya.

"... kamu dengar tidak sih yang Papa bilang barusan?!!" Hentak Arjuna lagi.

"Dengaaaarr... " jawab anaknya separuh malas, yang disambut kalimat lanjutan dari kepala rumah tangga itu.

"Kamu tuh mau jadi apa sih, Sur? Kamu pikir ikut tawuran macam itu keren, begitu? Kamu pikir itu asik? Memangnya kalau ada apa-apa yang terjadi sama kamu, teman-temanmu mau bertanggung jawab?.. enggak, Surya!" Kembali,  sang Ayah melanjutkan kalimatnya.

Oh, sungguh! Surya muak dengan apa yang terjadi kini. Apakah Arjuna tau jika yang dilakukan anaknya itu adalah salah satu caranya untuk memberontak? Adalah caranya untuk menunjukan jika ia mulai lelah dengan peraturan-peraturan yang terus terputar dalam hidupnya?

For My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now