1 - Malam Berhujan

30 0 0
                                    

Seperti ada seseorang yang mematikan lampu kamar di malam buta..

Hidupku lalu gelap. Hening. Tak ada suara.

Ketika aku membuka mata, tak ada seberkas cahaya pun yang masuk melalui celah mataku.

Yang ada hanya hitam. Hitam yang pekat.

Apa.. aku sudah mati?


---A FEEL TO KILL---


ZRASSSSHHHHHHHHHHH!!!!!!

Hujan deras menghujam tanah begitu kerasnya. Hingga membuat lapisan-lapisan tanah yang dihujaminya meninggalkan jejak berlubang. Pecahan air memercik ke banyak tempat, bersatu dengan lumpur yang terlebih dahulu disinggahinya. Petir dan halilintar saling berlomba memecah langit dengan suara yang menggelegar. Hembusan angin dingin terasa menyayat-nyayat kulit. Jatuhan air hujan bagaikan ribuan jarum yang menusuk-nusuk. Semua orang di bawah hujan berlarian cepat, mencari atap-atap untuk melindungi kepala mereka dari amukan dewa langit malam itu.

Semua. Kecuali satu orang.

Hanya ia satu-satunya orang yang melangkah tenang di bawah amukan hujan. Tubuhnya sudah sangat kuyup, hingga satu-satunya pakaian yang melekat menempel erat di tubuh kurusnya. Ia berjalan gontai, merasa ingin menyatu, melebur, dan hancur bersama hujan. Kaki-kaki yang membawa langkahnya terseok-seok pelan melewati kubangan-kubangan air yang semakin lama semakin meninggi. Sekali lagi petir menyambar, tapi bahkan suaranya yang menggelegar pun tidak mempu membuatnya berjengit.

Gadis kurus itu terus berjalan menembus rapatnya aliran hujan dari langit. Matanya memandang lurus ke depan, dengan tatapan yang mampu membunuh. Tajam, penuh dendam. Dadanya bergemuruh hebat dengan tangan yang mengepal keras. Dan pelipisnya terus berkedut kencang, menahan gejolak emosi yang berkecamuk di dalam hatinya.

Kematian...

Apa memang Tuhan bisa dengan semudah itu menciptakan dan membunuh manusia ciptaanNya secepat itu? Bahkan rasanya ia belum sempat mengerjapkan matanya. Lalu tahu-tahu, ia sudah melihat seseorang yang disayanginya tergeletak bersimbah darah. Tubuhnya kosong, tak lagi tanpa nyawa. Percuma ia meraung-raung di sampingnya, karena sosok itu tak lagi dapat menyahut.

Gadis kurus itu menundukkan kepalanya, dan kembali berjalan terseok. Ia berhenti saat dirasanya hujan tak lagi membasahi tubuhnya. Tapi ia masih dapat mendengar suaranya di atas kepalanya. Ia menengadahkan kepalanya ke atas, dan melihat sebuah payung besar telah melindunginya dari deras hujan. Ia menoleh ke belakang dan menemukan orang yang baru saja melintas di kepalanya melompat keluar dan muncul di belakangnya.

"Kau masih berani memunculkan wajahmu di hadapanku?" tanya gadis itu sengit.

"Kau bisa sakit." Suara orang yang memayunginya sedingin malam berhujan itu.

Gadis itu mendengus keras, dan mencoba mendorong jauh orang di belakangnya itu tapi lelaki yang didorongnya itu bergeming. "Simpan saja omong kosongmu itu. Setelah semua yang terjadi, kau masih bisa setenang ini? Kau letakkan dimana nuranimu?" Ia tepis payung yang lelaki itu pegang, hingga deras air kembali membanjiri tubuhnya. "Apa jangan-jangan kau sudah membiarkannya membusuk, lalu dimakan oleh tikus?"

"Lalu kau mengharapkan apa? Aku menghidupkan lagi tubuh yang sudah jadi mayat itu?" Lelaki itu menyeringai.

"BRENGSEK!!" ia dorong lelaki yang setengah mati ingin dibunuhnya itu dengan tangan-tangan kurusnya. Payungnya terbang, hingga sekarang tubuh lelaki itu sama basahnya dengan tubuhnya sendiri. "SEBENARNYA APA YANG KAU MAU DARIKU???!!"

"Aku?" ia mendelik sinis. "Bukankah tanpa kau tanya pun kau sudah tau jawabannya?" ia menyeringai, seperti lucifer tak berhati. "Aku hanya menginginkan nyawa kakakmu."

"KAU PEMBUNUH!" Ia dorong kembali tubuh lelaki itu hingga tubuhnya limbung ke belakang.

Lelaki berperawakan tinggi itu tertawa. "Harusnya aku yang bertanya padamu, kau letakkan otakmu dimana? Apa sebegitu bodohnya hingga kau benar-benar mengira aku mencintaimu? HAHAHA." Suara tawanya mengejek. "Aku bukan pembunuh. Kakakmulah yang pembunuh. CIH! Sudah seharusnya dia mati, dan menjadi bahan bakar neraka,"

Gadis kurus itu tidak dapat menahan emosinya lagi. Dengan lelehan air mata yang sudah bercampur dengan air hujan, ia mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Menodongkannya tepat di wajah lelaki yang pernah amat sangat dicintainya hingga dadanya sesak, namun kini ingin ia hancurkan dengan senapan laras pendek yang berada di tangannya. "KAU YANG HARUSNYA MATI." ucapnya dingin.

"Kau mau membuatku menyusul kakakmu itu? Oh, silakan saja. Jangan kau kira aku takut.."

Ia tarik pelatuknya. Menghitung mundur dalam hati hingga jari-jarinya melepas pelatuk, meloloskan sebutir peluru dari senjata revolver itu. Peluru melesat menembus hujan dengan suara ledakan dan bau mesiu yang menusuk.

Detik berikutnya ia melihat darah tercecer bercampur air hujan. Dan sebuah tubuh yang ambruk di tanah.

"Kau pantas mati, Joo Jaewook." Gadis kurus itu membalikkan tubuhnya, lalu melangkah lagi menembus malam.

Gadis kurus itu..

Kim Hana.

---



Hai semuanyaaa. Ini cerita pertamaku yang ku publish di wattpad. Cerita ini aku remake dari ff lama yang pernah aku tulis di page facebook beberapa tahun yang lalu. Semoga suka dengan ceritanya yaa~~

Comments are welcome!!


xoxo,


alittlefireworks

A Feel To KillWhere stories live. Discover now