4 - Malaikat Kecil

16 1 0
                                    

Hana terbangun dengan atap kamar yang sama sekali tidak dikenalinya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya untuk mengingat dimana ia semalam, dan mengapa ia bisa berada di kamar asing ini sekarang. Ia bangkit dari posisi tidurnya dan merasa seluruh tubuhnya remuk. Terasa perih pada bagian-bagian tertentu, dan ia melihat beberapa lebam di kanan kiri tangannya. Rasa sesak menyeruak saat ia bisa mengingat apa yang telah terjadi semalam.

Joo Jaewook.

Apakah dia yang membawanya ke tempat ini?

Setelah menghancurkan harga dirinya, mulut kotornya itu mampu mengucap maaf padanya? Hana menjambak beberapa helai rambutnya saat mengingat kejadian di bawah payung merah di malam berhujan tadi malam –sebelum akhirnya ia ambruk di tanah. Tidak.. ia merasa sepasang lengan kokoh menahan tubuhnya sebelum menyentuh tanah.

Hana mendengus. Ia menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya dan terkejut mendapati tubuhnya sendiri hanya berbalut sebuah kemeja kebesaran. Apa si brengsek itu juga yang telah mengganti bajunya?

Ia ingin turun dari tempat tidurnya, tapi kakinya terasa lemas. Dan otot-otot punggungnya terasa sakit semua. Saat itulah pintu kamar tempatnya berbaring menjeblak terbuka. Sebuah kepala mungil muncul dari balik daun pintu.

"Cudah bangun, eomma?"

Hana mengernyitkan dahinya. "Kau siapa..?"

Seorang bocah melompat, keluar dari tempat persembunyiannya di balik pintu, lalu tersenyum cerah. Bocah itu sangat cantik, dengan rambut keemasannya yang begitu halus. Matanya bulat sempurna, dan pipinya tampak chubby, dengan senyum menggemaskan yang akan mampu membuat hati siapapun luluh.

"Appa-yaaaa!!! Eomma cudah banguuuuuuuun!!!"

Hana melonjak saat bocah itu tiba-tiba berteriak.

Eomma? Sebenarnya siapa yang dia panggil eomma??

Seorang laki-laki menyusul di belakang bocah imut itu, laki-laki yang dalam sekejap mampu membuat detak jantung Hana terhenti. Joo Jaewook.

"Wae, Sanghyukie? Kenapa berteriak-teriak begitu pada appa, eum?"

Kepala anak itu mendongak ke belakang, memandang laki-laki dewasa di belakangnya. "Itu appa.. eomma cudah bangun.." tangan mungilnya menunjuk ke arah Hana.

"Eomma?" dahi laki-laki itu berkerut dan mengikuti arah yang dituju oleh telunjuk anaknya. "Hana.." tatapan matanya dingin saat mata mereka bertemu. Tatapan membekukan itu segera berubah lagi saat memandang anak berusia sekitar 5 tahun itu dan berjongkok di hadapannya. "Siapa yang kau panggil eomma itu, Sanghyuk?"

"Dia.." telunjuk mungilnya kembali mengarah pada Hana. "Dia eomma Sanghyuk kan, appa?"

"Baby..." Jaewook mengusap lembut kepala bocah itu. "Dia bukan eomma-mu. Bukankah appa sudah bilang, eomma Sanghyuk sudah ada di surga.."

"Tapi Sanghyuk mau dia eomma Sanghyuk.."

"Kau jangan memanggilnya eomma lagi, karena dia bukan eomma-mu, baby.."

"Tapi tadi malam appa menggendongnya! Cama kayak pilem.."

"Kalau appa menggendongnya, memangnya dia langsung jadi eomma Sanghyuk?" tanya Jaewook sabar, tertawa gemas pada bocah itu mendengar kepolosan ucapannya.

"Appa belum pernah gendong yeoja sebelumnya.." jawabnya.

Jaewook tertawa lagi. "Dia bukan eomma Sanghyuk. Dia teman appa," ujar Jaewook. Ia dan Sanghyuk menoleh bersamaan ke arah Hana yang masih bingung mendengar percakapan 2 orang beda generasi di hadapannya.

Sanghyuk memperhatikan wajah Hana dengan dahi berkerut-kerut. Menampilkan ekspresi yang sungguh lucu. Hingga ia menjawab sambil mendesah sedih. "Hyuk kira dia eomma, appa.."

A Feel To KillWhere stories live. Discover now