5 - Perasaan dari Masa Lalu

11 0 0
                                    

WARNING!

Ada adegan dewasa di part ini. Tidak dianjurkan membaca kalau kamu masih di bawah umur ya.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Aku mencintaimu..

Seperti hujan menjemput pelangi..

Meski pada akhirnya pelangi harus menangis lagi karena malam menelannya,

Ia tetap memberikan 7 warna..

Bolehkah kupinjam cahaya rembulan?

Agar aku bisa mencari pelangi di pekat malam..

---

"Hana-ya~! Lihat padaku!" seru Jaewook, melambai-lambaikan tangannya penuh semangat.

Gadis bernama Kim Hana itu menoleh –sedikit oleng karena ia sedang berada di atas sepeda yang baru berhasil ia tumpangi sejam yang lalu. "Wae?! Jangan memanggilku! Aku masih grogi!" sahutnya dari kejauhan.

"Kau sudah pintar mengendarainya, sayang.. lihat padaku sebentar saja..!"seru Jaewook lagi, membuat Hana mau tak mau menoleh. Sepedanya oleng lagi, karena ia kehilangan sedikit keseimbangan.

"Waeeee??!" tanya Hana, tertawa-tawa sendiri karena kini sepedanya berjalan meliuk-liuk tak karauan.

"Aku~ men~ cin~ ta~ i~ mu~~!!!"

Hana menghentikan pergerakan kakinya mengayuh sepeda, matanya menatap lurus ke depan, ke arah Joo Jaewook yang tengah mengerucutkan bibirnya, dengan kedua tangannya menangkup sisi-sisi bibirnya saat berteriak tadi, agar suaranya sampai ke tempat Hana.

"Yaah!!" seru Hana, tanpa sadar ada sebuah batu di depannya. Ban sepedanya menggilas batu itu, membuatnya limbung. "Ya.. ya.. ya~~!! Joo Jaewook!"

Bukannya menolong, Jaewook malah tertawa-tawa. Tangannya yang memegang kamera polaroid tak hentinya memotret momen itu, hingga Hana terjatuh di rerumputan.

"Ya! Kau ini kekasih macam apa? Bukannya menolongku malah asik foto-foto!" gerutu Hana. Ia mengelus-elus lututnya yang terasa sakit karena terantuk tanah. Sementara Jaewook menghampirinya masih sambil tertawa-tawa.

"Ah! Fotonya keluar, baby!" seru Jaewook antusias saat melihat selembar foto meluncur dari kamera polaroidnya. Ia mengibas-ngibaskan kertas fotonya agar hasilnya segera muncul. "Lihat! Hasilnya bagus sekali. Hana-ya, kau sungguh menggemaskan!" sebuah ciuman kilat mendarat di bibir Hana.

"Mwo? Bagus apanya?! Tidak, Jaewook! Ekspresiku jelek sekali! Berikan fotonya padaku!" seru Hana saat melihat hasilnya. Ekspresi yang tercetak di foto itu menunjukkan wajah terkejutnya sesaat sebelum jatuh mencium tanah.

"Shireo! Bweeek..!" Jaewook lari dari kejaran Hana. "Akan kujadikan foto ini pajangan di kamarku.."

"Jaewook!! Berikaaaaaaaan!!"

"Shireo!!!!!"

.

.

.

Foto itu –yang kini tergeletak di bawah kaki tempat tidur di apartemen Jaewook, seolah bercerita kembali bagaimana manisnya kisah cinta yang pernah mereka sama-sama rasa. Lalu apakah arti cinta kalau pada ujungnya harus bertemu pada sebuah dendam dan saling menyakiti? Hana sama sekali tidak bisa mengerti itu. Terutama saat ini, saat bibir Jaewook tengah melumat habis bibirnya. Tak memberi sedikitpun kesempatan untuknya bernafas. Ciumannya terasa berbeda, tidak seperti ciuman kemarin yang begitu memaksa –entahlah, apa mungkin masih tersisa jejak-jejak perasaan dari masa lalu? Bahkan Hana merasakan tubuh Jaewook bergetar hebat. Seperti sedang merasakan luapan emosi tak tertahan.

A Feel To KillWhere stories live. Discover now