2 - 60 Purnama

16 0 0
                                    

"Aku mencintaimu, Nana baby.." Jaewook mencium mesra pipi mulus Hana. Tangan kokohnya melingkar mantap di pinggangnya, menyatukan dadanya dengan punggung kurus Hana.

"Benarkah? Aku tidak percaya.." ujar Hana manja. Kepalanya ia sandarkan di bahu kekar kekasihnya.

"Atas dasar apa kau tidak percaya padaku? Perlu aku buktikan lagi?" tanya Jaewook, mencium lembut daun telinga Hana, lalu mengusap lembut rambut coklat Hana yang tergerai cantik.

"Emmm.." Hana menengadahkan kepalanya, hingga membuat leher jenjangnya terekspos. Jaewook tidak menyia-nyiakannya, langsung melahap leher itu dengan bibirnya yang rakus. "Hei!" ia memukul Jaewook namun juga tertawa atas perlakuan kekasihnya.

Jaewook tersenyum, tangannya dengan cekatan membalikkan kepala Hana dan langsung menyatukan bibir mereka. Ciuman yang tanpa basa basi, melepaskan gairah yang tak pernah habis, hingga keduanya kehabisan nafas.

Dengan terengah keduanya saling menatap. "Sekarang kau percaya padaku?" Jaewook mengerling padanya.

Hana menyusuri setiap inci wajah Jaewook dengan jarinya, kemudian mengangguk dan tersenyum. "Aku juga mencintaimu,"

---

Hana terbangun lima tahun kemudian, masih dengan mimpi yang sama. Tubuhnya penuh keringat, dengan nafas putus-putus.

"SIAL!" ia mengacak rambutnya sendiri. Bahkan sudah lebih dari 60 purnama ia lalui, tapi masih belum mampu mengenyahkan bayangan orang itu dari kepalanya.

Ia mencuci wajahnya di wastafel, lalu menatap bayangannya sendiri di dalam cermin. Garis-garis wajahnya tampak makin dewasa, semakin matang. Tanpa mata polos yang dulu masih terlihat malu-malu. "Lihat dirimu, Kim Hana. Kau bukan lagi bocah ingusan lima tahun lalu. Jadi haruskah kau tetap mengingat bajingan itu?"

Ia menenangkan lagi nafasnya yang tersengal. Lalu beranjak keluar dari apartemen mewahnya.

---

Hana tersenyum puas melihat pemandangan di luar mobil Lexus terbarunya, baligo-baligo besar dan papan reklame memajang foto-fotonya dalam ukuran besar. Ia sudah mencapai suksesnya sekarang, tak lagi harus mengais-ngais sampah seperti tahun-tahun sebelumnya.

Lima tahun lalu, saat kakaknya –Kim Minjae meninggal karena dibunuh, ia tinggal sebatang kara. Seluruh harta peninggalan kakaknya dirampas seluruhnya oleh pembunuhnya –Joo Jaewook. Selama tahun-tahun pertama, ia hidup dari belas kasih orang lain. Satu-satunya rumah peninggalan orang tuanya kosong, tak lagi berisi barang-barang berharga, karena ia telah menjualnya satu persatu demi memenuhi isi perutnya. Berbagai pekerjaan serabutan ia lakukan demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, ternyata hidup jauh lebih keras dari yang ia duga. Seringkali ia tidur dalam keadaan kelaparan, berhari-hari tanpa makanan berarti masuk ke dalam perutnya, hingga tubuh kurusnya semakin kurus, bak tengkorak bernyawa. Dalam keadaan terpaksa ia bahkan harus mengorek-ngorek isi tong sampah restoran tempatnya bekerja untuk mencari sesuatu yang masih bisa dimakannya, mencari sisa-sisa makanan manusia yang sama sekali tidak bisa menghargai betapa berharganya sesuap nasi.

Setiap malam ia menangis meraung-raung dalam kamar kumuhnya. Tidur dalam balutan selimut tipis pada cuaca-cuaca ekstrem. Ketika demam menyerang, ia hanya mengandalkan kompres berisi air dingin untuk menurunkan panasnya, karena tak mampu membeli obat.

Tapi lihatlah dirinya sekarang. Siapa yang tidak mengenal dirinya saat ini? Hana –Kim Hana, dikenal bahkan hingga luar Korea. Usaha kerasnya benar-benar membuahkan hasil. Berbekal kemampuan bernyanyi yang ia dapatkan dari ayah dan ibunya, ia nekat mengikuti salah satu audisi pencarian bakat. Ia lolos menjadi kandidat junior trainee pada salah satu management. Meski ia harus membayar mahal untuk mengikuti training selama 2 tahun dan kembali harus kelaparan karena tingginya biaya training, ia mampu melewati itu semua. Hingga tahun lalu, ia memulai debutnya yang pertama sebagai penyanyi solo, yang langsung mencapai kesuksesan. Karena wajahnya yang begitu memukau, ia berhasil menyedot jutaan penggemar hanya dalam waktu beberapa bulan.

A Feel To KillWhere stories live. Discover now