40. DON'T GO! (END)

14.5K 363 101
                                    

“Fase tertinggi dari mencintai adalah merelakanmu.”
—Ashilla Gerbera.

***
“Kompas hidupku sirna. Sejak kau telah tiada.
Tapi semesta membantuku dengan
fatamorgana hidupmu. Yang membayangi,
mencumbuku.

Aku tenang
diiringi delusi jiwamu
yang pergi tinggalkan. Aku tenang
menyapa diri penuh kenangan yang fana.”
Sendjagurau, Intuisi tentang Rasa.

Shilla menunduk dalam. Air matanya belum dapat berhenti. Apalagi ditambah seorang pria yang menyebabkan hal itu berada di sisinya. Dengan pandangan lurus dan kosong tanpa makna, Saka menikmati semilir angin malam dingin yang berhembus menusuk wajahnya. Tidak menghiraukan Shilla yang masih sibuk dengan airmatanya.

Sebenarnya, memang ini maunya. Gadis rapuh itu yang menyuruh Saka untuk menetap lebih lama lagi. Tentu saja, Saka tidak bisa menolak. Karena itu harapan terakhir Shilla sebelum gadis itu benar-benar merelakan kepergiannya.

Mereka berdua sedang sibuk dengan ilusinya masing-masing. Duduk berdua di balkon, dan menikmati kesunyian yang semakin tercipta. Saka juga tidak tahu mengapa ia hanya membisu. Terbuai dengan segala ancaman sang Papa, hingga membuatnya tak lagi bisa memeluk dan menenangkan gadis itu. 

Shilla beranjak dan menuju tepian balkon. Melipat kedua lengannya yang tak berdaya itu dengan rapat. Berharap rasa sesak yang terus menyeruak berkurang.
Saka mengangkat kepalanya dan mengembuskan napas. Haruskah ia menjadi seorang pengecut terus menerus? Kemana perginya dirinya yang dulu? Pembangkang dan tidak kenal takut. Tetapi, mengapa sekarang dia menjadi seperti ini? Tidak. Memang sewajibnya ia menjaga gadisnya agar terjauh dari ancaman Papa. Namun Saka tidak pernah bisa menjamin. Saka terlalu takut jikalau Shilla celaka dan itu adalah karenanya.

Saka menatap gadis itu dari punggungnya yang terlihat merosot, menyimak dengan saksama setiap kata yang ia ucapkan. Karena setelah waktu yang terasa singkat ini, Saka tidak bisa lagi mendengar suara lembut itu.

“Saka. Kamu lebih suka bulan atau bintang?”
“Shilla.” jawab Saka dengan sudah berada disampingnya. Tatapan pria itu masih lurus dan tak mau sedikitpun menoleh.

Walau, kedua netra Shilla tetap menatapnya lamat.

“Tapi, Shilla lebih suka bintang.”
“Kenapa?”
“Dia tidak pernah takut untuk bersinar terang. Dan beramai-ramai menyingkirkan sepi di langit.”
jemari kanannya terangkat mengambil salah satu bintang di langit.

Saka kalah, senyum itu muncul dengan sendirinya. Setelahnya, ia menoleh memandang wajah yang akan sangat ia rindukan nanti. Sanggupkah ia hidup tanpanya? Sanggupkah ia melawan rasa kehilangan yang nantinya terus menyerang?

Pria itu ikut mengangkat jemari kirinya. Meraih telapak tangan gadis yang masih sibuk menghitung bintang. Tanpa memedulikan keterkejutan dan semburat merah yang muncul ajaib. Jari-jari Saka menyusup masuk di sela-sela jemarinya. Tangan yang saling terperangkap itu seolah berinteraksi, kalau mereka sedang menikmati rasa sakitnya masing-masing.

But, you’re the moon.”

Shilla ingin meloloskan kristal kepedihan itu dari pelupuk matanya. Malu, dengan Saka yang terlihat begitu memaksakan kuatnya.

My Cruel Boyfriend [COMPLETED]Where stories live. Discover now