eight

1K 165 33
                                    

╔═══*.·:·.☽✧ ✦ ✧☾.·:·.*═══╗

g h o s t - 8
"The cruel world"

╚═══*.·:·.☽✧ ✦ ✧☾.·:·.*═══╝


"Lo harus nyelamatin seseorang."

"Maksudnya?"

"Lo harus nyelamatin orang yang nggak minta diselamatin sama lo, sama dia yang nggak minta tolong sama lo. Karena yang kayak gitu, yang nggak manfaatin lo."

"Ah iya, gue ngerti."

"Lo tau, nyelamatin mereka itu lebih besar pahalanya daripada nyelamatin manusia biasa?"

"Kenapa?"

"Karena mereka bakal pulang kesana," Jongho ngadahin kepalanya. Yeonjun senyum, bener juga. Urusan mereka di dunia ini udah selesai, mereka bisa kembali.

Bahkan, hantu pun merupakan makhluk sosial. Mereka mau nggak mau harus meminta bantuan kepada manusia, karena mereka nggak bisa melakukannya. Namun manusia, yang jelas masih bisa meminta tolong, rasanya malah sulit sekali.

Begitukah kita hidup? Dengan melakukan segalanya sendiri? Kamu nggak perlu punya siapapun kalau begitu. Silahkan. Hiduplah sendiri.

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

"Hai!" Yeonjun ngelepas tasnya, tas yang nggak secanggih tas teman-temannya. Cuma sekedar tas kuning yang dilengkapi dengan suatu sistem fisika gravitasi sehingga seberat apapun isinya ia akan tetap terasa ringan.

Sambil melepas dasi ia melihat Beomgyu yang masih asik sama pensil kayunya.

"Gambar apaan sih? Nggak keliatan," tuturnya.

"Berisik! Kamu pulang kapan?" tanyanya.

"Barusan. Masa nggak nyadar?"

"Ngga tuh," kata Beomgyu sambil ngendikin bahunya dengan mulut poutnya.

Yeonjun duduk didepannya terus ngacak-ngacakin rambutnya. Dia kayak ngeliat sosok dia pas masih kecil. Anak polos yang senang menggambar.

"Kenapa tiduran di bawah?" tanya Yeonjun.

"Abis kalo di atas nggak bisa ngegambar."

"Kan ada meja belajar?"

"Nggak bisa nuruninnya."

"Sensor tangan kan? Tinggal hai didepan sensornya aja masa nggak bisa?"

"Nggak bisa."

"Kenapa?"

"Orang kayak aku itu kasat mata, bahkan didepan robot."

"Seenggaknya kamu nggak kasat mata didepan aku, hei.. " Yeonjun ngangkat wajah Beomgyu, "jangan nunduk terus."

"Kehidupanku memang selalu di bawah, aku harus ngeliat ke bawah untuk ngeliat diri aku."

Yeonjun ketawa, "lo tau banyak tentang dunia hm?"

Beomgyu ngangguk-ngangguk, "mukaku nggak kelihatan kayak tau kan?" sekarang giliran Yeonjun yang ngangguk.

"Karena itu orang-orang mulai mikir aku emang nggak tau apa-apa. Padahal, aku sama kayak kalian, aku tau semuanya."

"Kamu tau? Ada satu hal yang nggak kamu sadari."

"Apa?"

"Ketika kamu lihat diri kamu yang berada di bawah, berarti saat itu kamu sedang berada di atas."

Beomgyu ngerangkak, rangkak seram yang entah kenapa dinikmati Yeonjun. Beomgyu menaruh tangannya di atas pundak Yeonjun, tangan yang amat lemas. Dia mengambil beberapa langkah untuk meluk Yeonjun. Yeonjun jatuh, jatuh dengan pelukan Beomgyu.

"Bilang apa?" kata Yeonjun.

"Makasih?? Bilang apa?" Yeonjun berdecak.

"Aku sayang kamu kek!" Beomgyu senyum, manis banget.

"Beomie ayang Onjun!" katanya lalu cium-ciumin pipinya Yeonjun. Yeonjun nyubit kedua pipi Beomgyu, gemes sendiri sama anak diatasnya ini.

"Beom- Gyu.. "

"..."

"Tell me everything."

Beomgyu bangunin tubuhnya, duduk diatas paha Yeonjun, Yeonjun ngikutin gerak Beomgyu. Beomgyu jadi keliatan kayak anak Yeonjun karena dia pake baju yang ngepas ke tubuhnya yang kecil.

Beomgyu pout sebelum mulai cerita.

"Aku takut."

"Kenapa?"

"Karena aku bohong."

Yeonjun ketawa, "haha come on, kamu nggak bakal bisa ngubah semuanya kalo kamu nggak cerita. Kebohongan nggak bakal ninggalin kamu kalau kamu nggak jujur."

"Sebenernya aku suka sekolah, aku nggak pernah benci sekolah," air mata Beomgyu mulai turun.

"Aku ke sekolah diem-diem, kayak maling yang berusaha kabur dari penjara."

"Pergi belajar itu nggak salah sayang," kata Yeonjun megangin wajah Beomgyu, ngapus air mata yang mengalir disana.

"Tapi melanggar peraturan untuk belajar itu salah. Aku nggak pernah mau ngelakuin itu. Nggak pernah mau ngelakuin apa yang aku nggak mau, positif atau negatif, bisa atau nggak bisa. Aku suka hal simpel yang aku bisa. Kenapa nggak boleh?" Beomgyu nangis lagi.

Yeonjun narik punggung Beomgyu ke pelukannya, "apa yang nggak boleh, hm?"

"Mewarnai," Yeonjun nyengir. Disaat semua pelukis fokus untuk melukis, ternyata Beomgyu malah suka mewarnai.

"Main gitar."

"Aku suka menari, tapi mereka bilang 'untuk apa menari? Lebih baik memain peran, itu lebih menghasilkan uang dan karya. Lebih totalitas.' Aku nggak suka main peran, peran itu orang lain, aku nggak suka jadi orang lain."

"Aku suka mewarnai, karena suka mencampur warna, tapi mereka nyuruh aku melukis. Katanya lukis punya harga namun warna tak punya harga. Apa yang salah dengan warna? Tanpa warna nggak ada namanya lukisan."

"Tunggu, bukannya melukis itu mewarnai? Cuma kamu menggambar dengan warna kan? Sama aja dong," tutur  Yeonjun yang akhirnya ikutan baku, ketularan kayaknya, kebanyakan tidur bareng.

"Aku cuma suka bagian mewarnai, nggak suka bagian menggambar, tapi karena mereka satu paket jadi aku lakuin keduanya."

"Aku juga suka gitar, bahkan gitar lebih bisa membuat orang bahagia dengan bunyinya dibandingkan piano. Tapi aku lakuin semuanya, aku main piano, aku melukis, aku bermain peran, diam-diam bermain gitar dan menari, bahkan mempelajari pelajaran-pelajaran yang aku tak suka. Apa yang kurang?"

"Hei denger, manusia itu nggak pernah puas. Kamu itu beruntung bisa ngelakuin hal-hal yang kamu nggak suka. Nggak banyak orang yang bisa nguasain sesuatu disaat dia nggak suka ngelakuin itu. Yang harus kamu lakuin itu mencintai apa yang kamu lakuin."

"Tapi kan dari awal aku nggak suka!" kata Beomgyu ngebentak terus cemberut.

"Kadang kamu harus ngorbanin yang kamu cintai untuk mencintai, itu yang harus kamu pelajari."

To be continued.

[2.0] ifyoureGhost; Yeongyu/Yeonbeom/BeomjunDonde viven las historias. Descúbrelo ahora