29. Serpihan Hati

3.1K 429 22
                                    

Sky memalingkan wajah dan menatapku. "Ini bisa gue jelasin, Gan!" katanya sambil melepaskan tangan Gana yang mencengkram polo shirt-nya. "Cloud ... Claudia ...." Laki-laki itu berusaha berjalan ke arahku namun dihalangi oleh Gana.

Air mata mulai menetes tanpa kusadari. Hal yang menyebalkan adalah rasa sesak di dada yang mulai menyeruak, menggores-gores hati seperti kuku Mozi yang melukai kulit ketika dia mencakar saat dimandikan. Melihat orang yang kamu cintai berpelukan di sebuah ruangan kosong, sangat mengerikan.

"Cloud ...." Sky mengejarku yang sudah berjalan tertatih. Gana meneriakkan kata-kata pada Winda. Ya, Winda adalah perempuan yang ada di dalam ruangan itu dan berpelukan dengan Sky. Aku tidak bisa mendengar apa-apa. Bahkan telingaku tidak bisa mendengar apa yang Sky bicarakan saat berhasil menarik tanganku di ujung tangga dan mulai bicara.

"Cloud!" Entah ini keberapa kalinya namaku di sebut. Aku menatap Sky dengan tidak fokus. Kabut air mata ini menghalangi pandanganku.

"A-aku akan pulang." Gana yang berhasil mengejarku dan Sky, bicara sejenak sebelum menyusul.

"Akan kuantar pulang." Wajah laki-laki itu terlihat kaku. Dia membantuku untuk berpamitan pada Nana dan keluarga besar mereka dengan dalih kakiku yang sakit sementara Sky sudah menyiapkan mobil.

Kenyataannya, Ganalah yang mengantarku pulang. Sepanjang perjalanan yang terasa menyiksa, tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir kami berdua. Entah bagaimana rupaku.

"Cloud, menangislah jika kamu ingin menangis." Gana baru saja membantuku memasuki rumah. Lalu pertahananku pun hancur. Di sofa ruang tamu, air mataku tumpah. Mozi mengeong lalu melompat ke pangkuanku dan mencoba menghibur dengan menggosokkan bulunya ke lenganku.

Entah berapa lama aku menangis, sementara Gana hanya duduk dan mengelus punggung tanganku dengan lembut untuk menenangkan. Ketika perasaanku lega, aku terlompat kaget.

"Ma-maaf. Aku ng-nggak seharusnya ...."

"Claudia. Saat ini saya hanyalah salah satu teman kamu yang kebetulan menghibur. Janganlah begitu sungkan. Sekarang, kalau kamu mengizinkan, saya mau membuat teh. Boleh? Kamu duduk aja. Sudah minum obat anti nyerinya?" Kugelengkan kepala. Bagaimana dia tahu kalau kakiku berdenyut-denyut nyeri?

Sepuluh menit kemudian, dia kembali membawa dua cangkir teh yang masih mengepulkan uap dan kantung obat-obatan. Aku menyesap teh yang dibuat oleh laki-laki jangkung itu. Harum chamomile yang menenangkan menyeruak.

"Terima kasih," kataku ketika sanggup bicara.

"Anytime. Saya tahu kamu masih terluka. Kalau butuh apa-apa, kamu bisa cerita pada saya. Oh ya, Oceana juga sudah saya beritahu untuk menemani kamu beberapa hari ke depan. Kamu bisa ambil cuti besok kalau kurang enak badan." Kugelengkan kepala. Laki-laki ini terlalu baik untuk menjadi atasanku. Aku tidak boleh mengambil manfaat dari kebaikan hatinya.

Gana mendesah lalu menyenderkan kepalanya di sofa. Baru kusadari bahwa dia juga terlihat berantakan sama sepertiku. Matanya terpejam dan dia terlihat sangat lelah sekaligus banyak pikiran. Kenapa dia lebih terlihat patah hati daripada aku?

"Cloud!"

"Ya! Ya!" sahutku latah karena kaget.

"Kamu latah ya?" Wajahku langsung memerah karena malu.

Di luar dugaan, Gana malah terkekeh lalu tertawa. "Saya jadi ingat waktu kamu lempar agenda. Juga waktu kamu bilang mau pesan saya satu."

Wajahku semakin merona lalu tertawa pelan. "Jangan bilang siapa-siapa, Gan." Dia kembali terbahak mendengar ucapanku.

"Nggak usah bilang, mungkin semua orang juga tahu, Cloud." Tunggu! Apa Gana baru saja memanggilku Cloud? Dia pasti sudah gila. Seumur aku bekerja dengannya, tidak pernah dia memanggilku Cloud.

"Saya pulang dulu ya. Em ... masalah Sky, kamu tenangkan diri saja dulu. Bye, Cloud." Sebelum keluar dari rumahku, Gana mengulurkan tangannya seolah ingin memeluk namun ternyata hanya memegang kedua pundakku.

"Kamu gadis yang kuat, Claudia." Kubalas senyumnya samar. Lalu dia berbalik dan melangkah keluar dari rumahku.

"Tunggu! Bisakah kamu tinggal sebentar?" Mata cokelat itu memandang dengan pandangan yang sulit kupahami. "A-aku hanya tidak ingin sendiri. Setidaknya sampai Oceana datang."

Lama dia hanya memandangku sejenak,menghela napas lalu kembali melangkah masuk. "Baiklah, tapi lepaskan dulu tanganmu. Bajuku jadi melar." Aku terbelalak menatap tangan yang tanpa sadar memegangi baju Gana.

*

Udah berani pegang-pegang baju aja si Claudia. 😆😆😆

Jangan lupa voment-nya ya untuk jutaan awan di langit yang lagi sedih. ☁️☁️☁️☁️☁️☁️🌨🌨🌨🌨🌨🌧🌧🌧🌧🌩🌩🌩🌩

Love love
Ayas

My Cloudiest Sky (Completed)Where stories live. Discover now