SEBELAS | BETWEEN

334 44 8
                                    

"Vhe.. Lo tahu nggak... ."

Vheya memajukan tubuh, mencoba mendengarkan Reskal meski terhalang suara kendaraan motor yang berlalu-lalang. "Apa?" tanyanya setengah berteriak.

Sontak Reskal melirik spion, kemudian tersenyum karena wajah Vheya beberapa centi dari pundaknya. "Gue baru pertama ini bonceng cewek."

Seketika Vheya membuang muka. Tentu dia tidak percaya begitu saja. Reskal banyak yang naksir dan pasti juga pernah naksir seseorang. "Nggak usah gombal!"

"Apa?" Reskal berusaha memundurkan tubuh, tapi tidak bisa karena masih mengendarai motor.

"Gombal!"

"Deketan dong!"

Vheya memutar bola matanya malas. Dia memajukan wajah, tapi tetap menjaga jarak agar tubuhnya tidak berdekatan dengan Reskal. "Lo itu banyak gombal!"

Senyum Reskal mengembang. "Gue nggak gombal. Kenyataan."

"Apa bisa dipercaya?"

"Harus dong," jawab Reskal. "Sama pacar sendiri harus percaya."

Pipi Vheya bersemu. Tingkah Reskal seolah mengisyaratkan mereka memang benar-benar pacaran. "Udahlah. Lo fokus nyetir aja. Jangan banyak omong." Setelah itu Vheya memundurkan wajah.

Reskal melirik Vheya yang sedikit menjauh darinya itu. Dia langsung menarik gas dan hal itu cukup membuat tangan Vheya berpegangan di pundaknya. Seolah tidak puas, Reskal menambah kecepatan.

"Lo sengaja, ya?" teriak Vheya sambil berpegangan di pundak Reskal.

"Katanya lo pengen cepet pulang!"

"Ya tapi nggak usah ngebut!"

Bukannya menurut, Reskal justru menambah kecepatan. Kemudian ada mobil di depannya berhenti mendadak, membuatnya langsung ikut menarik rem. Vheya yang tidak fokus dengan jalanan sekitar, tersentak dan memeluk pundak Reskal. Helm yang dipakai bahkan menabrak helm yang dikenalan Reskal.

"Reskal!" geram Vheya.

"Mobil di depan nih, berhenti mendadak." Reskal memilih jalur di sebelah kanan, kemudian mulai melaju dengan kecepatan pelan. Saat itulah dia mulai tersadar, Vheya tengah memeluk pundaknya. Tangan kiri Reskal terangkat, mengusap tangan kurus yang berada di bawah lehernya itu. "Sorry, ya. Lo nggak apa-apa, kan?"

Sentuhan itu membuat Vheya mengerjab. Dia menunduk dan melihat tubuhnya menempel dengan punggung Reskal. Seketika Vheya menegakkan tubuh, tapi tangannya ditahan dengan tangan dingin.

"Pegangan, Vhe."

"Modus!" Vheya berusaha menarik tangannya, tapi Reskal tidak mudah melepas begitu saja.

"Biar lo aman," jelas Reskal sambil membimbing tangan Vheya ke perutnya. "Sekalian modus juga, sih!"

"Ihhh...."

Bugh.... Vheya memukul punggung Reskal, meski begitu kedua tangannya menurut, memegang pinggang Reskal. Dia tidak ingin mencari kesempatan. Namun, demi keamanannya sendiri. "Gue jarang naik motor, Kal."

"Kenapa?" Reskal melirik ke spion, tapi wajah Vheya tidak kelihatan. "Majuan kalau ngomong."

Sontak Vheya maju hingga dagunya beberapa centi dari pundak Reskal. "Gue jarang naik motor. Nggak tahu kenapa gue takut aja dibonceng kayak gini."

"Jadi, sekarang lo takut?"

Vheya mengangguk, tidak menutup-nutupi semuanya. Dia takut saat dibonceng, apalagi saat si pengemudi menarik rem mendadak, seperti yang dilakukan barusan. "Makanya lo jangan ngebut-ngebut."

REAL-TIONSHIPTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon