DELAPAN BELAS | YA TERUS GIMANA INI?

101 24 2
                                    

Tiga puluh menit setelah Reskal berbicara dengan Papa Vheya, dia memilih memutuskan pulang. Pertama, karena dia merasa tidak sopan berlama-lama di rumah Vheya. Kedua, karena dia tidak siap diinterogasi. Dia merasa tidak ada sesuatu yang bisa dibanggakan. Dia tidak begitu berprestasi, nilainya banyak yang kosong karena dia terlalu malas. Dia juga tidak membanggakan kemampuan bermain futsalnya.

"Gue balik dulu, ya!" pamit Reskal setelah keluar dari halaman rumah Vheya.

Vheya berdiri sambil memegang pintu gerbang. Dia memperhatikan Reskal yang sedang memakai helm. Setelah bertemu dengan papanya, Reskal lebih banyak diam. "Kal. Gue pengen bahas yang tadi."

Reskal hendak naik ke motor, tapi Vheya mengingatkan pembicaraan tadi. Dia menoleh, melihat Vheya yang berdiri sambil menggigit ujung bibir. "Mau ngomong apa?"

"Ikut gue...." Vheya menarik tangan Reskal dan mengajak sedikit jauh dari rumah. Dia menoleh ke arah rumah, memastikan tidak ada papanya yang mengintip dari dalam. Setelah itu dia menatap Reskal yang berdiri dengan helm di kepala. "Gue mau putus."

Reskal mendengar kalimat itu lagi. Dia melepas helm full face-nya kemudian memeluknya. "Udah sepakat tiga bulan, kan?"

Vheya mengangguk. "Tapi, gue rasa semakin rumit," ujarnya. "Awalnya gue nggak nebak kalau papa bakal tahu hubungan ini."

"Gue juga...." Reskal juga merasakan hal yang sama. Dia pikir, dia bisa berpacaran tanpa melibatkan orangtua. Lagi pula pacaran mereka hanya sebatas status. "Tapi, udah terlanjur, Vhe. Kalau tiba-tiba putus lo mau bilang apa ke papa lo?"

"Emm...." Vheya memainkan kuku tangannya yang mulai memanjang. "Gue nggak bakal ngomong dulu. Nunggu papa tanya."

"Kalau ternyata nggak sesuai tebakan?" Reskal memiringkan kepala, melihat Vheya yang terlihat gelisah itu. Reskal menarik dagu Vheya hingga menghadap ke arahnya. "Kalau makin rumit gimana?"

Vheya menarik napas panjang. Dia menjauhkan tangan Reskal lantas bergerak mundur. "Tapi, mau gimana, Kal? Dari awal hubungan ini salah."

"Iya gue tahu!" Reskal menggaruk belakang kepala.

"Gue nggak bakal aduin ke guru BP kalau itu yang lo takutin." Vheya memperhatikan Reskal, menunggu ekspresi marahnya.

Sayangnya, Reskal tidak terlihat merah. Dia justru terlihat khawatir. "Tapi, gue takut semuanya makin kacau, Vhe." Dia menatap Vheya yang terlihat akan menangis. "Jangan nangis, dong. Gue makin bingung jadinya."

"Ya udah, putus aja!" Vheya menghentakkan kaki dengan wajah sebal. Dia membuang muka lalu menghapus air matanya yang mulai turun. "Sebelum semuanya makin rumit, Kal."

"Gue perlu waktu buat berpikir, Vhe." Reskal menepuk pundak Vheya. "Gue baik dulu, ya!" Setelah mengucapkan itu dia berlari ke arah motornya.

Vheya menatap Reskal yang mulai mengendarai motor. Cowok itu hanya melambaikan tangan kemudian mempercepat laju kendaraannya. Vheya menunduk, berharap kekacauan ini cepat selesai.

***

"Suneo!" Reskal berdiri di depan sebuah kamar dengan tanda danger itu. Dia membuka pintu, tapi dikunci dari dalam. "Suneo!"

"Bentar...," terdengar seruan dari dalam.

Tak lama, pintu di depan Reskal terbuka. Dia melihat sahabatnya itu memakai masker berwarna hitam. Reskal menerobos masuk kemudian berbaring di ranjang.

"Sepatu lo lepas dulu, dong!" Seo menjerit histeris.

Reskal melirik sepatunya yang sebenarnya tidak mengenai ranjang. Dia melepas sepatu itu dengan kaki kemudian berbaring miring. "Pikiran gue lagi kacau."

REAL-TIONSHIPWhere stories live. Discover now