0.1

5.3K 597 111
                                    

VOTE DULU YA GAIS(◍•ᴗ•◍)❤

biar aku cemungut, kalian nya barokah(●♡∀♡)

.



.




.

"Makan pelan-pelan." sergah Jimin cemas, "Kau bisa tersedak tulang ikan kalau begitu caranya."

Jimin mengerenyit pusing ketika pria tunawisma ini melahap rakus 3 mangkuk nasi tumis tuna yang dipesan dari kedai bibi Mo.

Yah, itung-itung sedekah di hari ulang tahunnya mungkin tak apalah.

Tidak menggubris, pria yang belum ada satu jam tertampung di rumahnya itu-- cuma melongo dan bergestur takut.

Beralih ke dapur, Jimin mengambil segelas air dingin untuk pria itu. Lelaki normal yang dipungutnya,-- di depan rumah barusan?

"Bibirmu." Jimin menunjuk sudut bibir lelaki itu, kembali lagi seraya menyodorkan gelas.

"Hng?" Ada tanda tanya besar di atas kepala, lelaki itu pun meraba bibirnya. Ada dua butir nasi yang menempel rupanya.

Satu handuk kering dan satu set pakaian bersih pun ada di pucuk meja.

"Habiskan makananmu cepat, lalu kamu bisa bersihkan dirimu." suruh pria Park, kemudian lelaki itu menunjuk satu pintu kaca dekat wastafel.

Pria itu cuma mengangguk patuh, menatap wajah Jimin lekat-lekat seakan dia sudah ditargetkan sebagai majikan barunya. Dasar anjing kampung.

Jimin menanggapi seadanya. Menghela napas berat, dia pergi ke luar teras untuk menjernihkan kepala mumetnya.

Jimin meraih ponsel dalam saku, menelepon seseorang.

"Yo, wassoyo bro? Apalagi? Tenang aja, pasti dateng kok entar malem."

"Kepalaku pusing, ga tau jadi ato engganya acara kita nanti malem."

"Loh? Ada masalah apa nih? Orang tuamu?"

Jimin berjongkok depan kebun tomatnya. Memerhatikan tiap bongkahan bulat montok merekah itu.

Batang pendek itu berbuah lebat dan siap panen. Segar dan mengkilap, merah berkilau. Pasti rasanya sangat enak.

"Bukan. Ada pengemis masuk rumahku sekarang. Kayanya dia juga ga punya tempat tinggal."

"Ha? Seriously?" Sosok itu berdecak disana, "Tanyain identitasnya dulu, bro."

"Dia ga mau jawab, eh--- belum sempat kutanyain sih siapa namanya."

"Astaga. Usir aja bro atau bawa dia ke satpam komplek."

Kini, pemuda Park memutar-mutarkan tangkai tomat itu, dipetiknya satu. Pas seukuran bongkahan tangannya.

"Dia memberontak. Dia tak mau kubawa kesana. Terus kayanya dia korban KDRT deh."

Ada ketawaan penuh cemooh, "Gila, Jim. Kalau aku jadi kau, udah kutendang atau kulaporin polisi sekalian."

Digigit kecil bilah empuk tomat segar itu, Jimin merasa asam--keset--manis bercampur satu. Enak.

"Eii, denger gak aku ngomong apa? Kau bilang dia punya banyak luka, gimana kalo dia orang jahat wey? Perampok, tukang begal ato teroris?"

Ah. Pekak.

Jimin menjauhkan ponselnya dari kuping. Samar ada tampilan wajah orang yang ditelepon Jimin, si lelaki eksotis kulit legam itu. Kai.

"Jangan gampang percaya sama orang, udah usir aja mendingan."

KLANDESTIN | MINVWhere stories live. Discover now