Intermeso 1 | Bahkan, Aksa Tidak Pernah Bisa Sebebas Itu

4.4K 373 13
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Eccedentesiast

Intermeso 1 | Bahkan, Aksa Tidak Pernah Bisa Sebebas Itu

•••

Bunda tersenyum lembut begitu menyadari bahwa Aksara kembali terbangun. Seperti biasa di waktu tengah malam, putranya itu bangun, merengek meminta segelas air. Meski sedang berada di rumah sakit, kebiasaannya itu tidak juga hilang. Padahal, Aksa sedang dipasangi nasogastric tube, efek dari dirinya yang mengalami defisit nutrisi karena benar-benar tidak nafsu makan.

"Bunda, nggak enak," keluh Aksa. Berkali-kali ia merubah posisinya. Tapi, dengan adanya nasal kanul dan selang NGT, ditambah dengan punggung tangannya yang terpasang infus, membuat Aksa tidak dapat bergerak bebas.

"Nggak enak kenapa, Sayang?" Bunda mengusap puncak kepala Aksa. Sejujurnya, ia sendiri tidak tega. Bahkan, setelah bertahun-tahun menjadi seorang ibu dengan anak penderita hipoplastic left heart syndrome, bunda masih tidak terbiasa untuk melihat sang buah hati dengan berbagai macam alat medis yang terpasang di tubuhnya.

"Mau pulang. Kasurnya nggak enak. Mau bobok di kamar aja," rengek Aksa. Ia bangkit dan meraih tangan bunda. Tangan mungilnya yang tidak terpasang infus itu menggenggam erat salah satu jemari bunda. "Besok pulang, ya, Bun."

Bunda memejamkan matanya sejenak. Dadanya terasa sesak ketika melihat wajah penuh harap Aksa. Ia tidak mampu untuk berkata tidak, tapi tidak bisa untuk berkata iya.

"Bunda, mau main di rumah. Mau main mobil-mobilan," lanjut Aksa, berusaha untuk membujuk sang bunda. Ia memeluk lengan bunda. "Boleh pulang, ya, Bun. Asa mau kayak teman-teman Asa."

Lidah bunda terasa kelu. Ia tidak mampu menjawab ucapan Aksa sedikit pun. Rasanya menyakitkan ketika mendengar perkataan buah hatinya.

"Asa mau main sama teman-teman Asa, Bun."

"Iya, nanti kalau Adek udah sembuh, Adek bisa main sama teman-teman Adek lagi."

"Emangnya, Asa kapan sembuhnya, Bun?"

Pertanyaan itu akhirnya keluar dari bibir mungil Aksa. Wajahnya yang polos mampu membuat air mata bunda mengalir begitu saja. Perlahan, bunda meraih tubuh Aksa, lalu dipeluknya dengan erat.

Bunda bahkan nggak pernah bisa tahu kapan kamu bakal sembuh, Dek. "Iya, pasti segera, kok," jawab bunda pada akhirnya. Ia mengusap punggung Aksa perlahan.

Putranya yang manis itu hanya bergumam pelan. Aksa tidak pernah menyadari bahwa ada satu hal yang selalu mengganggu pikiran bunda. Yaitu, fakta bahwa dirinya tidak akan pernah bisa sepenuhnya sembuh.

•Intermeso | Eccedentesiast•

Paginya, ketika Aksa sedang menggambar, tiba-tiba saja pensil yang ada di genggamannya terjatuh. Tubuh Aksa bergetar, seiring dengan tangan mungilnya yang meraih dadanya sendiri, meremasnya perlahan. Kernyitan tampak di keningnya yang mulai dibahasi oleh keringat.

"Bun-da," ringis Aksa perlahan. Ia hendak bangkit untuk menghampiri bunda yang barusan izin ke kamar mandi sebentar.

"Bun-da ... sa-kit."

Tapi, baru saja kedua kakinya menapaki lantai, rasa sakit yang luar biasa langsung menghentikan langkahnya. Tubuh kecil Aksa jatuh ke depan. Kedua kelopak mata itu terpejam erat. Bersamaan dengan itu pula, tangan Aksa yang terpasang infus, menahan tubuhnya agar tidak benar-benar terjatuh. Hanya sesaat, karena kemudian, gravitasi mengalahkan segalanya. Bagian spike infus terlepas dari botolnya, hingga pada akhirnya, tubuh Aksa benar-benar menghantam kerasnya lantai. Aksa tidak bergerak lagi. Dadanya pun tidak lagi naik turun.

Untungnya, tak lama kemudian, bunda keluar dari kamar mandi. Kedua indranya langsung menangkap tubuh Aksa tergeletak di lantai. Langsung saja, bunda bergerak cepat. Ia menekan tombol interkom. Setelahnya, bunda langsung menelentangkan Aksa. Diceknya denyut nadi karotisnya yang bahkan sudah tidak teraba sama sekali.

Bunda makin panik ketika menyadari hal itu. Jika Aksa mengalami henti jantung, berarti pernapasannya ikut berhenti. Jika berhenti terlalu lama, dalam waktu delapan sampai sepuluh menit, bisa-bisa akan terjadi kematian otak, bahkan kematian permanen.

Pikiran bunda kalut. Ia membuka kemeja yang Aksa gunakan, lalu mulai melakukan resusitasi dengan kedua jarinya. Hingga seorang perawat datang, bunda tidak juga menghentikan kompresinya pada dada Aksa.

Aksa ... Aksa ... Aksa ... Bunda tahu, terus berjuang sampai saat ini benar-benar berat.

Bunda mundur ketika beberapa dokter dan perawat masuk dengan troli emergency. Tubuh bunda yang sudah dibasahi peluh bersandar pada dinding. Ia mengusap wajahnya yang juga dibasahi oleh air mata. Rasa sakit kembali membuat bunda meringis kuat.

Tapi Bunda mohon, Sayang. Jangan lelah untuk berjuang.

•Intermeso 1 | End•

A/n

Tahu BVM? Bag Valve Mask? Tiba-tiba ngebayangin pake gituan dong :") malam-malam gini, kok mendadak jahat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tahu BVM? Bag Valve Mask? Tiba-tiba ngebayangin pake gituan dong :") malam-malam gini, kok mendadak jahat

Setiap kali memasuki nomor baru (sebelumnya kan 1-, sekarang udah masuk 20), kita akan bertemu intermeso random yang nggak ada hubungannya sama part sebelum atau selanjutnya. Jangan marah loh pas nemu kata intermeso di sini, terus bilang kalau alurnya nggak jelas wkwk karena intermeso ga terikat ke mana mana, ya, Sayang :)

EccedentesiastWhere stories live. Discover now