Bab 57 | Kembali

2.4K 253 9
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Eccedentesiast

Bab 57 | Kembali

•••

Sudah Aksa bilang bukan, kalau tidak ada tempat yang mampu mengalahkan kenyamanan berada di rumah sendiri? Ruang rawat Aksa memang yang paling bagus, maklum, kelas satu. Tapi, kalah dengan kamarnya yang berantakan, namun masih nyaman untuk dipakai tidur.

Makanya itu, setiap kali dirawat, Aksa selalu merindukan rumah. Ia merindukan suara kicauan burung yang bertengger di balkon rumahnya setiap pagi. Aksa juga merindukan kolam ikan kesayangannya. Terutama Mystery, kucing kecil yang sudah ditelantarkannya beberapa hari ini.

Senyum lebar Aksa sudah kembali. Sinar di kedua bola matanya yang tampak lebih bulat itu kembali hadir. Meski sekarang masih menunggu berkasnya diselesaikan, tapi Aksa sudah benar-benar senang karena pada akhirnya ia bisa pulang ke rumah.

Sejak tempo hari merasakan sakit yang luar biasa, Aksa harus kembali berjuang. Melewati sesak yang menyiksa tiap malamnya, dan ketakutan tidak bisa bangun di pagi hari. Bunda selalu berada di sisinya, menemani Aksa. Sementara ayah dan Arza sesekali berkunjung. Keduanya sibuk, namun Aksa cukup senang karena ayah dan kakaknya itu masih mau mendatanginya.

"Bun, nanti pas aku ulang tahun, Bunda mau masak apa?" tanya Aksa. Ia mengayunkan kakinya ke depan dan ke belakang, dengan kedua tangan menopang tubuh.

"Loh, iya. Lusa lo ulang tahun, ya." Arza berseru. Ia hari ini rela datang ke rumah sakit hanya untuk menjemput Aksa. Padahal, semalaman belum tidur karena tugas yang menumpuk. "Kebetulan banget gue pengin makan-makan. Traktir, dong, Dek."

Aksa menatap Arza sinis. "Mana ada?" celetuknya, "Yang ada, seharusnya lo itu kasih gue makan enak. Kasih gue kado. Kasih gue mobil lo sini. Gue udah tujuh belas, nih. Udah bisa bikin KTP. Bisa bikin SIM."

"Coba, dipikir." Arza mengambil apel yang ada di atas meja, lalu memakannya begitu saja. Padahal, apel itu adalah milik Aksa, tapi Arza seolah tidak peduli. Ia juga ingin membuat sang adik kesal. "Makanya, nabung buat beli mobil sendiri, dong."

"Woy, sadar diri!" Aksa bangkit dari ranjangnya, lalu menghampiri Arza dengan cepat.

"Adek, Kakak, kok malah berantem?" Bunda menghela napas panjang. Begini jadinya kalau kondisi Aksa sudah membaik dan sedang bersama Arza. Bisa ada adu mulut yang cukup sengit. Maklum, kakak dan adik itu sudah seperti kucing. Hobinya berantem, kadang pada hal yang sepele.

"Kakak yang mulai duluan, Bun," adu Aksa. Ia menghampiri bunda, lalu memeluk lengannya. Tatapannya tajam menatap Arza. "Lihat, tuh. Hobi banget ngegangguin adeknya."

"Gini, nih, kalau udah kalah. Ngadu terus."

Bunda terkekeh geli. Ia menarik tubuh Arza dan merangkulnya. Begitu juga dengan tubuh Aksa. Hingga kini, bunda dihimpit oleh kedua putranya tersebut. Bunda senang. Ia tidak mau kehilangan momen ini sama sekali. Direkamnya dengan detail setiap interaksi antara Aksa dengan Arza. Semua tersimpan rapi di dalam memori.

"Kalau Adek sama Kakak berantem lagi, lusa kita nggak usah makan-makan," ancam bunda, "Ayo, Adek minta maaf ke kakaknya. Kakak juga, minta maaf ke adeknya. Atau kalau nggak mau, yaudah. Bunda simpan uangnya lagi."

Aksa meringis, sementara Arza mendengkus keras. Tidak ada yang saling pandang. Mereka bersikap seolah sedang benar-benar bertengkar.

"Maafin Adek."

"Maafin Kakak."

Bunda tersenyum geli ketika mendengar ucapan permintaan maaf yang diucapkan berbarengan itu. Gemas, bunda mengeratkan pelukannya. "Oke, lusa kita mau makan di mana?" tanya bunda pada akhirnya, "Bebas mau di mana. Adek mau apa? Kakak mau apa? Sushi mau?"

Binar langsung terlihat di manik legam Arza. Kedua tangannya saling mengepal di depan dada. "Mau!" serunya semangat, "Mau banget!"

"Kok, jadi makanan kesukaan Kak Arza?" Aksa protes. Ia menatap bunda penuh dengan tanda tanya. Tetapi, bunda hanya tertawa kecil. Kepala Aksa ditepuk perlahan beberapa kali sebelum akhirnya bunda bangkit ketika mendengar panggilan dari interkom.

Yah, waktunya pulang!

•••eccedentesiast•••

"Mystery! Mystery! Kamu di mana, Mystery!" Aksa berteriak begitu ia masuk ke dalam rumah. Tubuhnya lelah karena perjalanan pulang. Kepadatan jalanan membuat waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke rumah jadi memakan waktu lebih lama dari biasanya. Namun, hal itu tidak membuat Aksa urung mencari Mystery.

"Dek, istirahat dulu!" titah ayah yang sedang membawa tas besar berisi perlengkapan milik Aksa ke dalam kamarnya. "Kalau ada apa-apa, baru tahu rasa kamu, ya."

Aksa nyengir. Ia lantas berderap menuju kamar, lalu berbaring di kasur. Tangannya mengusap permukaan seprai yang dingin. Inilah tempat yang paling dirindukannya selama dirawat di rumah sakit.

"Adek istirahat dulu. Bunda mau masak. Nanti, Bunda panggil kalau udah jam makan malam, ya." Bunda berucap dari ambang pintu. Senyumnya terlihat begitu melihat Aksa tampak lebih sehat dari biasanya. "Jangan lupa salat."

"Iya, Bunda," sahut Aksa tanpa menoleh. Ia meraba tangannya yang tertutupi kapas alkohol. "Masak yang banyak buat Aksa, ya."

Aksa terkikik geli sendiri. Diraihnya sebuah guling, lalu dipeluknya. Kasur yang nyaman seperti ini ternyata mampu membuat kedua kelopak mata Aksa mulai memberat.

Terus memberat.

Hingga akhirnya kedua manik teduh itu tertutup sepenuhnya.

•To be continued•

A/n

Biasanya kalau udah senang-senang begitu, udah dekat ending.

Iya, emang sebentar lagi.

Aksa udah ulang tahun.

Hehehe

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang