[18] Decision

3.3K 318 235
                                    

Baca pelan-pelan, ya. Slow :)





Taehyung mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan ini. Lalu ia menatap Namjoon yang tengah berkutat dengan berkas, yang entah apa— Taehyung pun tak tau. Yang pasti diantara berkas-berkas itu pasti ada berkas hasil pemeriksaan dirinya.

"Kau bosan, Tae?" Tanya Namjoon, sambil membolak-balik sebuah map.

Taehyung menganggukkan kepalanya, "Hmh."

Namjoon terkekeh kecil, "Makanya, jangan banyak tingkah. Disuruh tidur tidak mau, ditinggal sendiri malah berulah."

Taehyung makin menekuk wajahnya saat mendengar omelan dari Namjoon. Kenapa akhir-akhir ini dokter muda itu bertambah cerewet? Apakah ia tertular Seokjin hyung?





Ya, Taehyung tau sih, ini salahnya juga.

Seharusnya hari ini ia ditinggal sendirian diruang rawatnya. Semuanya pergi, ada urusan masing-masing. Tentu seorang Kim Taehyung akan bosan dengan suasana seperti itu. Maka, dengan kepercayaan dirinya iapun berbuat ulah.

Ia turun dari brankar-nya dan mencoba berjalan sendiri. Ia berpikir, ia sudah melakukan terapi selama hampir tiga minggu, pastilah ada kemajuan pada kakinya. Ia memang mulai bisa berjalan —walau hanya tiga langkah. Dan, ia terjatuh pada langkah keempat.

Untung Namjoon datang pada waktu yang tepat. Dan untungnya lagi Taehyung tidak jatuh dalam posisi fatal. Ia langsung memboyong anak itu keruangan-nya saja. Setidaknya, disini Taehyung tidak lepas dari pengawasannya dan tidak akan berbuat macam-macam.





"Aku tidak akan berbuat seperti itu kalau fasilitas dirumah sakit ini lengkap." Ucap Taehyung, sambil bersedekap dada.

Namjoon mengerutkan keningnya, "Fasilitas apa yang kau maksud, Tae?"

"Seperti...umm, piano mungkin? Jadinya aku tidak akan pernah bosan didalam ruangan serba putih itu."

Namjoon tertawa mendengar penuturan anak itu, "Sejak kapan ada piano dirumah sakit? Kau ini ada-ada saja."

Taehyung hanya cemberut sambil bersedekap dada. Ia sedang badmood sekarang. Namjoon yang melihat anak itu ngambek, hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Ia kembali berkutat dengan pekerjannya.

Waktu serasa amat lambat berjalan. Taehyung menyandarkan kepalanya pada sofa, ia bosan.  Andai ada Jimin, pasti ia akan membawa Taehyung berjalan-jalan di taman.

"Hyung,"

"Hm?"

"Boleh aku bertanya?"

Namjoon mengangguk, "Tentu."

"Bagaimana rasanya menjadi sehat?"

Namjoon langsung tertohok mendengarnya. Kenapa tiba-tiba Taehyung menanyakan hal seperti itu?

"Bagaimana rasanya, bisa melakukan semua yang kau mau? Bisa menjalani hidup tanpa takut akan waktu? Bagaimana rasanya, menjalani hidup tanpa batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar? Bagaimana rasanya hidup tanpa kekangan?"

Namjoon membisu. Ia tidak tau harus menjawab apa. Tidak, Taehyung tidak boleh menjadi pesimis begini. Namjoon tidak suka jika anak itu kehilangan semangat. Ada rasa sesak didada Namjoon melihat Taehyung yang semangatnya meredup seperti ini.

"Hyung?"

"I-iya.. Itu, Tae—"





Brak!

"NAMJOON HYUNG!"

Seseorang dengan kalut memasuki ruangan Namjoon. Ia tampak kacau, rambutnya acak-acakan, wajahnya luar biasa panik, dan matanya tampak berembun. Pemuda itu mendatangi Namjoon dimejanya.

something i can't get || kthWhere stories live. Discover now