Lima Puluh Tiga

8.2K 231 4
                                    

Sudah beberapa minggu berlalu. Rea dan Allan entah bagaimana bisa semakin dekat. Rea merasa terlindungi jika bersama Allan.

Jangan salah, setiap waktu Rea selalu memikirkan keadaan Reno yang sampai sekarang tidak ada kabar apapun. Reno seperti hilang ditelan bumi.

Guru di sekolah pun juga tidak ada yang menyebut nama Reno ketika sedang membaca list absen. Seakan-akan Reno sudah bukan siswa di SMA Garuda.

Selain itu, Claudia yang jarang terlihat juga membuat Rea semakin bertanya-tanya.

Ingin sekali Rea mencari tahu dan bertanya kepada seseorang yang sangat dekat dengan Reno. Tapi ia tidak bisa, karena Allan selalu mengawasinya. Lelaki itu sangat tidak suka jika Rea membicarakan atau bertanya sedikit saja tentang Reno.

Sebentar lagi juga ujian kenaikan kelas. Artinya, Rea akan naik kelas 12, sedangkan Allan akan lulus dari sekolah.

Allan selalu mengantar dan menjemputnya setiap sekolah. Lelaki itu juga bersedia mengantar Rea kemanapun yang Rea inginkan.

Walaupun Rea kini sudah kembali ke rumahnya bersama Papa dan Bang Rey, tapi pemantauan Allan terhadap dirinya masih sangat ketat. Rea merasa terkekang sekaligus nyaman dalam waktu yang bersamaan. Ia merasa terlindungi dan aman.

"Rea, kamu udah makan belum?" tanya Allan yang saat ini berjalan disebelah Rea.

Mereka baru saja akan pulang ke rumah setelah bell pulang yang sebenarnya sudah berbunyi sedari tadi.

Sekolah pun sudah mulai sepi. Ya, selalu pulang terlambat dan berangkat lebih pagi adalah syarat Rea mengiyakan diantar jemput oleh Allan.

"Belum, Kak. Tapi Rea nggak lapar," jawab Rea tersenyum tipis.

Allan menghela napas pelan. Akhir-akhir ini Rea terlalu sering melamun. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Tapi Allan yakin, Rea selalu memikirkan Reno, tetapi Rea tak berani bertanya padanya.

Sudah tiga minggu Reno tidak terlihat batang hidungnya. Bahkan, Allan pernah memergoki Rea sedang menangis sambil menggenggam handphone berusaha menelpon seseorang yang ia cari. Setelah Allan cek, memang benar bahwa Rea menelpon Reno berkali-kali hingga 30 panggilan lebih, tapi tak kunjung dijawab oleh Reno.

Allan sempat merasakan panas dihatinya karena rasa cemburu yang datang tiba-tiba. Tapi ia berusaha tenang dan tidak akan membebankan Rea dengan amarahnya yang tidak jelas. Perempuan itu sedang tidak baik keadaannya.

"Kita makan dulu, yuk." Rea menggeleng cepat menolak ajakan Allan.

"Nggak mau, Kak. Rea mau pulang. Kepalaku pusing," ucap Rea pelan dengan bibir yang pucat dan cekung mata yang terlihat jelas.

Allan mengerutkan dahi dan menjulurkan tangannya untuk mengecek suhu tubuh Rea.

"Kamu demam, Re. Ayo ke rumah sakit dulu, ya."

"Nggak mau, Kak. Mau pulang aja." Allan menatap tajam Rea. Ia tak suka jika Rea tidak mementingkan kesehatannya. Perempuan itu benar-benar gila memikirkan Reno hingga seperti ini.

"Rea, jangan membantah!" tegas Allan yang akhirnya membuat nyali Rea menciut. Perempuan itu akhirnya mengangguk dan Allan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.

***

Saat ini Rea berada di kamarnya. Allan langsung pulang setelah mengantarkannya dari rumah sakit. Lelaki itu ada urusan mendadak yang harus ia selesaikan sekarang juga.

Rea tentu saja merasa lega. Tapi lelaki itu awalnya bersikeras ingin mengajak Rea agar ke rumahnya. Namun dengan jurus rengekan Rea, akhirnya Allan mengalah dan pamit untuk pulang.

Beberapa hari yang lalu, Rea sudah menceritakan kecelakaan yang ia alami bersama Reno malam itu kepada Desma, Laras dan Vika.

Ketiga temannya itu sangat kaget saat Claudia dan Allan lah pelaku utamanya. Mereka merasa kesal dan marah terhadap Allan. Tapi dengan segala ucapan penenang dari Rea, membuat mereka diam dengan sendirinya.

Mereka meminta agar sebaiknya Rea tidak usah terlalu dekat dengan Allan. Tapi bagaimana lagi, Rea juga sebenarnya ingin begitu. Tapi keadaanya benar-benar tidak sesuai dengan yang ia inginkan.

Sebenatar lagi ujian kenaikan kelas 12. Rea sangat berharap Reno ada saat kelas 12 nanti. Sungguh, lelaki itu benar-benar hilang bersama Bundanya.

Rea sudah berkali-kali menghubungi Rose, tapi responnya sama saja dengan Reno. Rea lelah, Rea kesal, Rea tidak menyukai keadaan ini.

Rea kesal, ia harus menahan rindu yang sudah ia pendam. Rea juga tidak menyukai jarak. Ya, itu sangat melelahkan.

***

"Reno, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Rose kepada Reno yang saat ini duduk di atas ranjang dengan perban di kepalanya.

"Baik, Bun."

"Kamu ingat Claudia, kan?" tanya Rose.

"Ingat banget lah, Bun. Dia kan sahabat kecil Reno," jawab Reno tersenyum lebar.

"Siapa lagi yang kamu ingat?"

Reno berpikir keras hingga memejamkan matanya. Tak lama, ia meringis kesakitan sambil memegang kepalanya nyeri.

"Sakit, Bun," lirih Reno masih meringis sakit.

"Yaudah, istirahat ya." Reno mengangguk dan Rose membantu membaringkan Reno di atas tempat tidurnya. "Reno."

"Kenapa, Bun?"

"Apa kamu ingat dengan Rea Azahra?" tanya Rose dengan sedikit memelankan suara di akhir kalimatnya.

Reno mengerutkan dahi berusaha berpikir. Dengan takut-takut Rose menunggu jawaban dari putra tersayangnya itu.

"Siapa Rea Azahra?"

Kalimat singkat, namun berhasil membuat Rose tersentak kaget.

-----------------------
TBC

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang