11. tak ingin bangun lagi

361 51 0
                                    

aku tak ingin terbangun lagi. aku ingin berkomunikasi dengna kak Yu yang entah kenapa tak pernah menghampiri mimpi panjangku. 

mungkin kakak marah karena aku mencintai Matahari, mungkin kakak kecewa karena keserakahanku. 

dan kemudian di suatu pagi aku terbangun menatap tak satu pun orang di sisiku, ingin rasanya aku tertidur lagi.

"sudah bangun?" dokter Sarwono, pria tampan yang pernah mengisi hari-hariku, nama yang kampungan yang selalu berhasil membautku tertawa, namun dia benar-benar tampan. hanya saja dia belum bisa memenangkan hatiku.

hampir memenangkan hatiku, mungkin sekarang jika aku membiarkannya memilikiku dia akan benar-benar memiliki hatiku.

"sudah"

"bagaimana?" pertanyaan Sarwono membuatku tersenyum tipis.

"kamu itu ganteng tahu gak? sayangnya namamu kampungan"

"jadi kamu gak mau karena namaku atau karena butuh waktu lagi?"

aku menggaruk rambut yang sudah lama tidak aku cuci.

"maksud kamu apa?" tanyaku menarik nafas panjang.

"bagaimana tawaranku tentang menikah?"

"kamu mau menikah sama wanita penyakitan sepertiku?"

aku menatap Sarwono dengan lembut. membiarkan pria itu memperbaiki rambutku yang acak-acakan.

"aku sehat untuk jantung kamu Cemara, yang apstinya jantung kamu akan tenang kalau di dekatku" 

bukankah itu artinya bahwa aku tidak mencintaimu? bagaimana bisa aku hidup tanpa jantung yang melompat-lompat girang ketika berada di samping pangerannya?.

"aku obat untuk jantung kamu Cemara" ucapan Sarwono memang benar. untuk apa aku menunggu pria yang tidak mencintaiku.

"baiklah" ucapku lalu kembali berbaring membalikkan tubuhku menghadap dinding.

Sarwono memebtulkan letak selimut dan kemudian keluar dari kamarku. 

kak Yu aku benar-benar butuh kakak sekarang. 

aku hanya dapat memegang jantung yang berdegup, satu-satunya yang tersisa dari kak Rahayu hanyalah jantung yang berdegup di dadaku. 

###

"lo serius mau nikahin Sarwono?" pertanyaan Dea membuatku memainkan ansi goreng dengan malas. tiga hari setelah aku pulang dari rumah sakit Dea dan Rudi memutuskan untuk bertanya langsung tentang kabar angin yang membuatku ingin muntah.

"hmmmm"

"pilihan yang tepat" ucap Dea membuatku bertambah murung.

"kalau gitu gue duluan ya" malas membahas lebih dalam dan lama lagi dengan Dea aku memutuskan untuk pergi dari kafe yang ada di kota Jakarta. 

memilih duduk di pinggir jalan berharap seseroang akan dapat menemukanku, menunggu di persimpangan berharap bahwa aku dapat menemukan apa yang kucari. 

###

"ini tulisan kamu Ra" ucap Dea sambil tersenyum.

"hmmm, biar gue edit lagi aja"

"terserah menurut gue udah sempurna"

"oh, ada lagi yang lain?"

"ada permintaan wawacara" ucap Dea berdehem menatap ke arahku yang lebih banyak diam sambil tersenyum tipis.

"itu bukan tugas gue"

"tapi dia minta elo yang wawancara"

"terserah tapi itu bukan tugas gue, permisi" aku memutuskan meninggalkan Dea dan kembali ke meja kerja, kembali dengan ribuan kalimat yang merupakan aksara cinta buta yang konyol. 

si buruk rupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang