KEHANGATAN

16.2K 609 9
                                    

Sebelum adzan subuh berkumandang, Anjeli sudah bangun dari tidurnya. Dia segera mandi, menunggu adzan untuk menunaikan shalat subuh. Dalam hati dia ingin sekali Mirza bisa menjadi imam untuknya. Sudah dua minggu Anjeli menjadi istri dari Mirza, namun tak pernah sekalipun Mirza terlihat menunaikan shalat. Satu hal yang disesali dari ketergesa-gesaannya untuk menerima pinangan laki-laki yang sebelumnya belum pernah ia kenal. Yaitu melihat bagaimana sholat dan agamanya.

Saat itu yang ada di pikiran Anjeli hanyalah bagaimana caranya agar dia bisa memenuhi kebutuhan adik-adiknya serta memberikan pengobatan yang terbaik untuk ibunya. Walaupun dokter mengatakan bahwa usia ibunya tidak akan lama lagi, Anjeli tetap yakin bahwa mukjizat dari Allah itu ada.

Mirza juga sedang berusaha untuk mencari pengobatan terbaik untuk Bu Hafsah. Betapa bahagianya tadi malam saat Mirza mengatakan bahwa ada pengobatan kanker hati di Guangzhou China yang sangat modern. Mirza bahkan sedang mengupayakan agar ibunya Anjeli bisa berobat di sana. Belakangan ini, Anjeli juga baru tahu kalau Mirza adalah seorang CEO perusahaan ternama di kotanya yang bergerak di bidang otomotif. Pantas saja Mirza mampu memberinya uang 20juta perbulan.

Anjeli segera keluar dari kamar setelah menunaikan salat subuh, menggunakan gamis warna merah muda dan jilbab yang senada. Selama ini Mirza sangat baik padanya. Namun sampai detik ini Anjeli belum pernah membuka hijab di depan suaminya sendiri. Mirza sangat menghargai Anjeli. Selama Anjeli belum bisa mencintainya, Lelaki yang berprofesi sebagai CEO itu tidak akan mendekati Anjeli terlebih dahulu dan memaksa Anjeli untuk melayaninya seperti seorang istri pada umumnya.

Pagi ini gadis berhijab syar'i itu ingin memasak sesuatu yang spesial untuk suaminya. Di rumah Mirza, hanya ada mereka berdua. Tak ada asisten rumah tangga, tak ada sopir atau saudara Mirza. Kepribadian Mirza yang tertutup, membuat dia seperti tidak nyaman ketika ada banyak orang di rumahnya. Akan ada tukang jasa pembersih rumah yang datang setiap dua hari sekali untuk membersihkan rumahnya yang besar dan mewah.

"Enaknya masak apa ya?" Anjeli bermonolog, kemudian membuka kulkas. Dia ingat kemarin dia membeli daging ayam dan beberapa jenis sayuran. Selama ini Mirza terlihat menyukai semua masakan yang dimasak oleh Anjeli.

"Alhamdulillah akhirnya selesai juga." Anjeli berbicara sendiri sambil menyiapkan beberapa hidangan yang ia masak sedari tadi di meja makan. Anjeli tersenyum melihat masakan yang ia masak.

Sampai pukul tujuh pagi Mirza tidak juga keluar dari kamarnya. Anjeli khawatir dengan keadaan Mirza, tapi dia tidak bisa masuk ke dalam ruang kerja suaminya. Sejak awal Mirza sudah memberitahu Anjeli agar istrinya tidak sembarangan masuk ke dalam ruang kerjanya. Anjeli pun menurut. Dia menghargai privasi Mirza.

Semakin lama Anjeli semakin khawatir. Karena Mirza tak juga keluar. Akhirnya ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu ruang kerja Mirza.

Tok tok tok

"Mas, Mas Mirza bukain pintunya Mas. Ayo sarapan dulu. Mas Mirza kan harus berangkat ke kantor Pagi ini." Tak lama kemudian pintu terbuka memperlihatkan sosok Mirza dengan mata yang terlihat cekung, wajah yang pucat, bibirnya juga terlihat pucat.

"Mas sakit?" Anjeli menaruh punggung tangannya di kening Mirza. Dan benar badan Mirza terasa panas. Mirza juga sesekali memegang hidungnya. Anjeli berpikiran kalau suaminya ini sedang terkena flu.

"Aku tidak apa-apa Anjeli, aku mau istirahat. Tolong jangan ganggu aku dulu ya." Mirza kemudian menutup pintu ruang kerjanya dan menguncinya dari dalam. Ada rasa nyeri di hati Anjeli dengan sikap yang ditunjukkan oleh suaminya. Mirza memang tidak pernah membentak ataupun memarahinya tetapi sikap tertutupnya, membuat Anjeli akhirnya harus bersangka buruk terhadap suaminya.

Mirza tak juga turun untuk makan. Akhirnya Anjeli menikmati sarapannya sendiri tanpa ada Mirza disampingnya. Hari ini harusnya dia akan menengok ibunya, tapi melihat kondisi suaminya yang seperti itu dia menjadi tidak tega untuk meninggalkannya.

*********
Sejak tadi malam Mirza tidak dapat memejamkan matanya. Kalau sudah begini hanya satu pelariannya. Sesuatu yang bisa membuat dia merasa lebih baik. Namun jika Anjeli mengetahui sisi gelapnya ini, dia tidak yakin Anjeli akan tetap mau berada di sampingnya.

Sebejat-bejatnya seorang pria, tentu akan lebih memilih wanita baik-baik untuk menjadi istrinya. Dan itu yang diinginkan oleh Mirza.

Mirza sebenarnya ingin berubah. Ingin keluar dari lubang hitam itu. Sejak ia melihat foto Anjeli di biodata yang dibawa Beni untuknya. Dan benar saja ketika Mirza melihat wajah asli Anjeli dari dekat pada malam itu, Mirza seketika merasa ada kedamaian yang masuk ke dalam hatinya.

Tapi dia membenci dirinya sendiri. pantaskah dia bersama Anjeli? Padahal setiap kali dia berada pada tekanan yang berat dan menjadikannya depresi, hanya satu pelariannya. Barang haram.

Mirza menyesal dengan ucapannya barusan ketika Anjeli memanggilnya. Dan dia menyuruh Anjeli untuk tidak mengganggunya. Ada kesedihan di mata Anjeli.

"Maafkan aku Anjeli, sepertinya aku belum bisa mengatakan yang sejujurnya tentang keadaanku yang sebenarnya. Tapi aku janji suatu hari nanti aku akan mengatakan yang sejujurnya, walau ada rasa takut akan ditinggalkan olehmu." Mirza mengambil sesuatu dan menghisapnya. Seketika pikirannya melayang dan terasa ringan. Dia yang sudah seperti ini, akan kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Entah kenapa Mirza ingin keluar dari ruang kerjanya dan ingin menemui Anjeli.

Dengan tubuh yang sedikit sempoyongan dan sesekali dia mengusap hidungnya karena terasa sangat gatal efek dari yang dia hisap tadi, dia melihat Anjeli yang sedang mencuci piring di dapur  Mirza mendekat dan dengan gerakan tiba-tiba, Mirza memeluk Anjeli dari belakang tangannya melingkar di pinggang Anjeli dagunya bersandar pada bahu istrinya. Gadis itu merasakan pelukan Mirza untuk yang pertama kali, dan merasa kaget dengan pergerakan yang tiba-tiba itu.

"Mas Mirza kok kesini? mas Mirza kan lagi sakit? kalau Mas mau makan nanti makanannya akan kuantar ke ruang kerja mas Mirza."

"Tidak perlu Anjeli, aku tidak butuh makan tolong biarkanlah seperti ini. Aku hanya membutuhkan ketenangan. Diamlah.. biarkanlah seperti ini." Anjeli mendengar ucapan Mirza yang sedikit meracau.

Anjeli merasa ada yang aneh dengan suaminya. Tapi dia hanya bisa menunggu sampai Mirza mengatakan yang sebenarnya. Anjeli hanya bisa menuruti kemauan lelaki itu untuk tetap diam selagi Mirza memeluknya.

"Anjeli tolong jangan tinggalkan aku. Aku membutuhkanmu ada di sampingku sekarang dan selamanya. "

"Mas Mirza ngomong apa? Aku tidak akan ke mana-mana selagi Mas Mirza masih menginginkanku berada di sini. Kita kan sudah sah menjadi suami istri di mata agama dan negara." Anjeli tetap diam berada dalam pelukan Mirza.

"Aku hanya takut suatu saat engkau akan pergi dariku. Dan aku akan sendirian lagi di dunia ini." Mirza berubah menjadi paranoid. Ada kekhawatiran berlebihan saat berada pada kondisi seperti ini.

"Mas Mirza tidak perlu khawatir aku akan tetap berada di sini menemani Mas Mirza." Mereka berdua saling diam menikmati rasa hangat pelukan yang baru pertama kali ini mereka lakukan. Tidak ada yang lebih dari sekedar pelukan. Namun semua itu mampu memberikan kehangatan di hati Mirza dan juga Anjeli. Dan perlahan benih-benih cinta itu mulai tumbuh.

(TAMAT) SINCERITY OF LOVEWhere stories live. Discover now