MASUK PERANGKAP

8.2K 318 32
                                    

Di pertengahan jalan, Anjeli baru menyadari bahwa dirinya sedang hamil. Tidak seharusnya dia berlari-lari. Akhirnya setelah merasa aman dari Romi dan satpamnya, Anjeli berhenti di sebuah warung. Dia duduk sebentar di sana. Memesan segelas es teh. Karena merasa haus sekali. Dia duduk di bangku kayu sambil mengamati barangkali ada angkot yang lewat.

"Bu maaf ini di jalan apa ya?" Tanya Anjeli pada pemilik warung.

"Ini di jalan Dr. Soetomo Neng," ucap Pemilik warung.

"Bu, kalau Jalan Mulawarman masih jauh tidak ya bu?" Anjeli yang baru beberapa hari tinggal di rumah barunya, hanya mengingat nama jalannya saja.

"Mulawarman? Aduh ibu koq kurang paham ya? Nanti ibu tanyakan ke tukang ojek di sana dulu ya." Ibu pemilik warung menghampiri salah satu tukang ojek dan menanyakan jalan yang dimaksud Anjeli. Anjeli menyesap es teh yang ia beli di warung sederhana itu. Untung saja dia membawa dompet di saku yang habis dia pakai untuk membeli rujak tadi.

"Bagaimana bu?" Tanya Anjeli penuh harap saat pemilik warung itu kembali menghampirinya.

"Eneng ikut salah satu ojek itu saja. Nanti biar dia yang mengantar Eneng. Tidak usah khawatir. Tukang ojek itu keponakan saya koq." Ibu warung seolah tahu kecemasan Anjeli. Dia selalu menaruh curiga pada orang yang menolongnya.

"Terimakasih ya bu. Semoga Allah membalas kebaikan ibu."

"Aamiin.."

"Ini uangnya bu. Kembaliannya buat ibu saja." Anjeli menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan. Dengan diantar ibu warung, Anjeli naik ke motor tukang ojek itu dengan hati-hati. Sepanjang jalan, Anjeli tak sabar ingin cepat bertemu dengan suaminya. Untung saja Romi tidak berhasil mengejarnya. Tapi tiba-tiba ada rasa khawatir yang muncul di hatinya. Jangan-jangan Mirza sudah melupakannya. Karena selama ini tidak ada tanda-tanda Mirza mencari keberadaannya.

'Ah aku tidak boleh berfikir yang macam-macam. Mas Mirza mungkin sudah mencari, tapi belum ketemu saja. Aku yakin Mas Mirza pasti menungguku.'

Perjalanan ditempuh kira-kira lebih dari setengah jam. Akhirnya dia sampai di depan rumahnya. Rumah Mirza tampak sepi. Saat Anjeli tiba di rumah itu.

"Ini uangnya Pak. Terimakasih ya sudah mengantar saya ke sini," ucap Anjeli sambil menyerahkan uang pada tukang ojek yangbtelah membantunya.

"Sama-sama Neng." Tukang ojek itupun pergi setelah menerima uang dari Anjeli. Ia membuka pintu pagar dengan hati-hati. Terlihat sangat sepi.

Tok Tok Tok!!! Anjeli mengetuk pintu beberapa kali tapi tak ada yang membukakan pintu untuknya.

'Mas Mirza di rumah tidak ya? Apa dia sudah membuka usaha barunya sehingga tidak ada di rumah? Kalau begitu aku akan menunggunya saja di sini. Barangkali Mas Mirza sebentar lagi pulang.' bisik Anjeli dalam hati. Dia duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Berniat menunggu Mirza pulang.

******
Romi menyusuri jalan yang kira-kira dilalui Anjeli. Dia sangat khawatir. Selain karena Anjeli yang sedang hamil, juga karena ada seseorang yang mengincar Anjeli untuk mendesak Mirza.

"Ah Sial. Dimana lagi Anjeli? Kenapa sih An. Kamu tidak mau dengar apa kataku? Bagaimana kalau mereka mencelakaimu? Arghhhh!!!" Romi memukul setirnya beberapa kali. Dia benar-benar frustasi. Belum lagi rasa sakit akibat penyakit kanker yang ia derita. Membuat sakit di kepalanya bertambah.

Romi melihat ada warung di ujung jalan yang di depannya ada pangkalan ojek. Romi berfikir tak ada salahnya bertanya pada mereka tentang keberadaan Anjeli.

Romi mematikan mesin mobilnya. Ia lalu keluar menemui para tukang ojek yang sedang mangkal di sana.

"Bang, tadi lihat ada perempuan hamil, berjilbab lewat sini tidak?"

"Wah perempuan berjilbab sih banyak yang lewat Bang. Tapi kalau hamil, saya ga tahu bang," ucap salah seorang tukang ojek.

"Eh sebentar Bang. Tadi ada perempuan muda berjilbab sepertinya menanyakan jalan sama ibu pemilik warung itu. Terus diantar sama temen saya. Temen saya belum balik ke sini sih," ucap salah seorang tukang ojek yang lain.

"Makasih bang. Saya akan tanya ke ibu itu dulu." Romi seperti mendapat pencerahan. Kemungkinan besar yang diceritakan tukang ojek itu adalah Anjeli.

"Ibu maaf, tadi ada perempuan hamil berjilbab lewat sini ya?"

"Yang mana ya mas. Sebentar saya ingat-ingat dulu." Ibu itu terlihat mengingat ingat. "Oh yang tadi nanya jalan itu barangkali ya mas? soalnya dia kelihatan bingung mas."

"Kemana perginya ya Bu? Ke arah mana?" Romi begitu khawatir dengan keadaan Anjeli sekarang. Yang ternyata sudah sejauh ini dia berjalan.

"Tadi sih si eneng nanya jalan Mulawarman. Lalu saya suruh keponakan saya yang juga tukang ojek di sini mengantarkan dia ke tempat yang dituju."

"Jalan Mulawarman?" Romi berfikir sejenak. Dia tahu jalan itu. Karena dia pernah membuntuti saat Mirza pindah ke rumah barunya. Ya mungkin benar Anjeli pulang ke rumah Mirza.

"Iya Mas."

"Bu Terimakasih informasinya ya. Doakan saya secepatnya menemukan istri saya."

"Aamiin.. Sama-sama. Semoga istrinya cepat ketemu ya Mas."

Romi masuk ke dalam mobilnya. Dia harus secepatnya sampai di rumah Mirza. Sebelum terjadi apa-apa dengan Anjeli.

Romi memencet klakson berkali-kali setiap ada kemacetan dan dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menembus jalan dan kemacetan.

"Anjeli, semoga kamu baik-baik saja."

*****

"Lihat itu kak, bininya Mirza duduk sendirian di teras." seorang lelaki di dalam mobil warna hitam mengamati Rumah Mirza. Sudah lama mereka mencari keberadaan Mirza. Dan setiap hari mereka selalu mengamati rumah itu.

"Benar juga katamu. Wanita itu pasti menunggu Mirza. Benar kan dugaanku. Pasti dia akan datang ke sini."

"Ikan sudah masuk dalam perangkap, kak. Sebentar lagi Mirza pasti mau menukar Anjeli dengan perusahaan Ayah. Memangnya aku bodoh. Mereka sengaja mengelabuhi kita." Ucap lelaki yang berpenampilan serba hitam dan mengamati gerak gerik Anjeli dari dalam mobilnya. Mereka mendapat informasi dari pengacaranya kalau perusahaan Mirza sengaja dipindahtangankan pada Aji, sahabat Ayah mereka. Dengan Rayuan pada sang pengacara, akhirnya pengacara mereka mau membantu Mirza dan Miftah termasuk meminjami mereka mobil.

"Kita tunggu saja dia keluar dari rumah itu. Dia tidak akan kuat berlama-lama di sana. Pasti dia akan merasakan lapar."

"Bener juga kamu." mereka berdua tersenyum smirk ke arah Anjeli.

Lima menit kemudian Anjeli terlihat berjalan keluar. Dia sudah lama menunggu Mirza. Tapi laki-laki itu tak kunjung datang. Anjeli merasa sangat lapar. Dia berniat akan membeli makanan di warung dekat sana. Warung tegal langganan Mirza.

Tanpa sadar, tiba-tiba ada orang yang menarik dia dari belakang. Lalu dia dibekap dengan saputangan.

"Emhhhh.. Emhhh.." Anjeli meronta karena mulutnya sudah disumpal dengan kain jadi dia tidak bisa berteriak meminta tolong.

Anjeli menangis saat di dalam mobil. Anjeli tidak tahu siapa yang sedang menculiknya ini. Anjeli terus menangis. Kenapa begitu banyak orang yang ingin menyakitinya.

Tanpa disadari oleh dua lelaki yang menculik Anjeli, tenryata ada mobil lain yang membuntuti mereka.

"Halo Ben, Anjeli dalam keadaan bahaya. Sepertinya dia dibawa oleh seseorang."

"Lho bos Romi bagaimana sih? Bukannya bos yang berjanji menjaga Anjeli?"

"Sorry Ben. Tadi aku lalai menjaga Anjeli." Suara Romi terdengar parau.

"Tolong nanti share alamatnya ya bos. Aku akan menyampaikan pada Bos Mirza."

Romi mengikuti jejak mobil yang dipakai oleh dua orang tadi. Romi menahan rasa sakit sambil terus mengendarai dengan kecepatan tinggi mengikuti kemana mobil itu pergi.

'Semoga kamu baik-baik saja An. Aku janji akan menyelamatkanmu dan anak kalian.'

******
Kasih vote dan komen ya.
makasih😍

(TAMAT) SINCERITY OF LOVEWhere stories live. Discover now