Selamat Ulang Tahun

66 3 0
                                    

        Deru laju kereta menemani sebuah perjalanan menuju ibu kota. Pemandangan senja di sore hari memiliki eksistensinya sendiri dari balik jendela, ditemani dengan lagu indie senja seolah sedang merefleksikan tubuh yang cukup lelah dengan rutinitas. Tidak lama senja mulai terbenam, sayapun mulai memejamkan mata membayangkan senyumnya. "Sebentar lagi, kita akan segera bertemu. Saya membawa hadiah untukmu, semoga kamu suka". Tenggelam bersama indahnya senja, saya mulai terbungkam dengan realita yang ada. Setiap akan bertemu, pasti ada jantung yang berdetak lebih cepat dari sebelumnya, dan ada irama yang sungkan untuk disampaikan.

         Sebelumnya, saya tidak memberikan kabar jika akan menuju ke jakarta. Mungkin dengan sedikit kejutan, bisa memberikan bumbu penyedap agar hubungan kita tidak kadaluwarsa. Banyak rasa yang sudah menjelma menjadi kata-kata, ada yang disimpan sebagai pelajaran, tapi ada juga yang dibiarkan sirna. Sebuah pelajaran, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga.

         Malam ini adalah hari ulang tahunmu, tepat pada tanggal 25 februari. Bersama laju kereta, saya berpura-pura memuja jarak melalui pesan singkat.

        "Oi, Selamat ulang tahun ya co. Semoga apa yang kamu cita-citakan akan segera terwujud." Ucap saya dengan singkat. Setidaknya ucapan ini bisa menutupi kedatangan saya dengan kekesalannya.

        Malam masih terlalu pagi untuk memulai perjalanan, lagian saya tidak ada tempat menginap, dan perbekalan yang saya bawa juga hanya secukupnya. Sembari menunggu, saya memutuskan untuk tidur di emperan stasiun pasar senen, menggunakan koran bekas sebagai alas, setidaknya ini jauh lebih baik ketimbang harus memaksakan diri untuk tetap terjaga hingga fajar kembali datang.

        Pagi itu saya dibangunkan oleh adzan subuh yang berkumandang. Dengan mata yang masih terasa kantuk, saya berjalan menyusuri stasiun pasar senen untuk mencari secangkir kopi hitam. Di sebuah minimart, saya berkenalan dengan seorang bapak asli kota Garut. Banyak cerita yang disampaikan, terutama soal jakarta dan karakternya yang keras kepala.

        Semua orang pasti tidak bisa terpelas dari karakternya, terutama dengan ego yang sungkar untuk disembunyikan. Prinsipnya adalah bahwa api harus dilawan dengan air, tidak peduli seberapa merasa benarnya seseorang, jika ego yang sedang memberontak, hanya mengalah satu-satunya jalan keluar. Mengalah bukan berarti kalah, apa lagi menyerah, mengalah hanyalah soal waktu untuk menunggu kapan ego itu akan berubah.

        Kejutan ulang tahun ini sudah dipersiapkan bersama kedua sahabatnya. Semua sudah dipersiapkan matang-matang, lengkap dengan video dan boneka yang sengaja saya persembahkan untuknya. "Tidak ada yang bisa mengobati rindu selain sebuah pelukan, saya harap dengan boneka ini rindumu bisa sedikit terobati ".

        Sudah tak terhitung seberapa banyak rasa yang saya tumpahkan, semua seolah berjalan begitu saja untuk mengubah seseorang. "Jadi, seperti ini rasanya memperjuangkan seseorang", rasanya baru kali ini saya bisa bahagia seutuhnya, mempasrahkan diri kepada semesta untuk mengolah rasa yang sudah ada. Beradaptasi dengan diri sendiri memang membutuhkan waktu, hingga saatnya tiba, siapapun itu pasti akan menemukan dengan racikannya masing-masing.

         Matahari sedang terik-teriknya diatas kepala, kami segera mematangkan rencana untuk memberinya kejutan. Awalnya mereka akan memberikan kejutan terlebih dahulu dengan kue ulang tahun, kemudian disusul dengan video yang saya titipkan. Video ini berisikan ucapan ulang tahun dari mereka yang di jogja. Melalui pesan singkat, mereka memberi kabar bahwa video diputar, saya segera bersiap-siap untuk masuk ke dalam.

           Dari balik pintu saya datang membawa hadiah. Dari belakang saya melihat dia yang sedang fokus memperhatikan video, hingga akhirnya dia sadar atas kehadiran saya. Dia menatap saya dalam-dalam, kemudian tersenyum hingga air matanya tidak lagi bisa dibendung. Saya segera menghampirinya dan memberikan ucapan ulang tahun.

           "Loh, kamu kok disini sih?" Tanyanya sambil sedikit salah tingkah.

          "Ya gapapa, kan pacarku ulang tahun" Jawab saya sambil tersenyum.

           Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan jarak, tanpa jarak mungkin kita tidak bisa menghargai sebuah pertemuan. Kapan terakhir kita bisa jatuh cinta? Apakah di lapangan basket waktu itu? atau saat kita bertemu di kedai kopi malam itu? atau mungkin saat kita bertemu di stasiun kereta? Yah, saya pikir setiap waktu.

         Dengan usianya yang bertambah, saya harap dia bisa menjadi lebih dewasa dan bangga menjadi diri sendiri. Jangan biarkan ego itu membelenggu dan buatlah mereka bangga dengan apa yang sudah direncanakan. Saya disini hanya ingin mendampinginya untuk menggapai mimpi, selebihnya biarkan semesta yang berkerja dengan caranya.

         Saya diluluhkan setiap waktu dengan sikapnya, entah dengan tingkah lucu yang kekanak-kanakan, gaya tomboy yang sering ia pamerkan, atau caranya melengkapi kekurangan saya. Saya harap kita bisa terus seperti ini, mengukir cerita dengan kesederhanaan, tidak usah ada drama di antara kita, cukup percaya dan kita akan bahagia.

        Di teras rumah saya tertidur di pangkuannya. Tubuh ini terlampau lelah karena memang belum beristirahat sejak kemarin pulang kuliah. Tangannya membelai lembut rambut pria di pangkuannya, hanya nyaman yang dirasakan. Tidak lam akhirnya saya tertidur di pangkuannya.

         "Aji kecapekan tuh Co, katanya dari kemarin dia belum ada istirahat. Tadi aja dia tidur di stasiun". Sayu-sayu saya mendengar obrolan bersama sahabatnya.

         "Iya, tau nih. Ni anak sukanya emang nekat jadi ga heran kalo sampe segitunya" Jawabnya.

          "Aji keknya sayang banget sama kamu deh Co"

          "..."

         Saya hanya berusaha berjuang lebih dari biasanya. Masih banyak yang harus saya pertahankan, terutama rasa agar tidak kadaluwarsa. Ada kepercayaan yang sering terabaikan, kabar yang sering tidak tersampaikan, dan ego yang masih sering di agungkan. Mereka harus diajak bicara, mengevaluasi, dan mendiskusikan apa yang sebenarnya tuannya ingin.

         Hari hampir petang, saya juga sudah saatnya pulag. Ada hal yang harus saya selesaikan di kota Jogja. Setelah berpamitan, dia menghantar saya ke stasiun pasar senen. Seperti biasa, ada banyak sekali penyesalan saat menjelang perpisahan.

        "Ji"

       "Iya?"

       "Kamu kenapa sih engga disini terus aja?" tanyanya dengan mengkerutkan dahinya.

      "Kan aku masih ada kuliah loh, besok kalo udah lulus aku bakal kerja disini kok"

      "Jadi Guru?"

      "Mungkin, tapi mau jadi apapun itu, aku mau kamu yang selalu ada disampingiku" Jawab saya menenangkan dengan membelai rambutnya yang panjang bergelombang.

      "Iya Ji" Dia tersenyum.

       Lagi-lagi kita harus berpisah di stasiun kereta. Entah akan seberapa lama kita akan seperti ini, rutinitas pada sebuah perpisahan bersama air mata dan pelukannya yang hangat. Meski umur membawanya menjadi wanita yang keriput, bawel, dan banyak maunya, tapi sampai kapanpun, dia tetaplah menjadi orang yang istimewa.

     "Selamat ulang tahun"

SucoWhere stories live. Discover now