Part 4

56.4K 922 27
                                    

Beberapa kali Rania mencuci mukanya dan berusaha menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu kesalahan besar. Jiwanya seperti merontah dan air mata kembali jatuh begitu saja. Ia benar-benar sampah yang sebenarnya. Apa ia masih layak untuk hidup? Mau ditaruh di mana mukanya nanti bila semua ini diketahui banyak orang?

Ia benar-benar menyesal dan benci pada dirinya sendiri. Rasanya ingin berhenti dari pekerjaan dan pergi jauh-jauh dari sosok Bara. Tetapi di bagian lain hatinya, ia semakin penasaran dan mulai merasa nyaman. Atau mungkin candu. Entahlah. Percintaan mereka yang berlangsung tanpa aba-aba seakan mencadi cerita aneh dalam dirinya. Merasa jijik sekalugus menyukainya.

Bara memberinya sesuatu hal lain yang tak ia dapatkan dari Candra. Kehangatan dan perasaan menjadi kekasih. Menjadi seorang wanita yang merasa dicintai.

Beberapa kali ia memaki diri sendiri. Memaksa kaki melangkah, bergerak ke sana dan kemari. Berusaha sibuk berdandan dan berpakaian. Melupakan semua yang ia dan Bara lakukan semalam. Meski sesekali bibirnya mengulum senyum.

Sudah satu hari berlalu dan Candra belum juga menampakan batang hidung. Lelaki itu selalu saja seperti begini setiap kali marah.

Sudah berulang kali ia menghubungi namun tidak ada tanggapan. Pesannya hanya dibaca. Telponnya ditolak.

Ponselnya bordering, sebuah panggilan dari Bara. Tidak biasanya lelaki itu menelpon sepagi ini. Bahkan jika menelpon, ia akan memngirim pesan terlebih dahulu.

"Halo?"

"Kamu di mana, Rania?"

"Di rumah. Baru mau berangkat ke kantor. Ada apa menelpon pagi-pagi begini?"

"Ng-nggak. Hanya ...," suara Bara tampak gugup. "Dengan siapa ke kantor sebentar?"

"Sendiri. Seperti biasa."

"Baiklah. Nanti kujemput."

"Tapi—"

"Sudahlah. Aku kebetulan sedang berada di dekat rumahmu. Sekalian. Gak apa-apa kan?"

"Ya."

"Oke. See you."

Kenapa semua lelaki di sekitarnya membuat ia seakan menjadi manusia tolol? Ia melempar ponsel ke atas kasur dan bergegas mengganti pakaian. 

Setelah berpikir panjang, akhirnya ia memasukan amplop coklat yang sudah ia siapkan sejak semalam. Mungkin saja keputusannya akan buruk. Tetapi rasanya itu yang terbaik.

'Aku ke kantor. Sudah kusiapkan makanan untukmu jika kamu pulang nanti.'

Sengaja ia kirim pesan itu pada Candra. Meski ia tahu bahwa pesannya bisa saja tidak berguna karena lelaki itu benar-benar tak peduli padanya.

Matanya terbelalak begitu keluar dari kamar dan hendak mengunci pintu. Bara sudah berdiri di halaman sambil tersenyum menatapnya.

"Oh, maaf. Apa kamu menungguku dari tadi?"

"Ti-tidak. Aku baru saja tiba. Hanya sedang menelpon jadi tidak sempat memberitahumu."

"Maaf sudah merepotkanmu."

Bara hanya tersenyum canggung dan mengajak wanita itu masuk ke dalam mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk Rania, dan menutupnya kembali setelah dilihat wanita itu sudah duduk dengan nyaman.

AFFAIR  21+ [selesai]Where stories live. Discover now