Part 9

31.4K 963 94
                                    

Ketika Rania tiba, Radit baru saja hendak mengetuk pintu. Ia tersenyum pada Rania lalu berkata, "Ada Candra?"

Raniaa menggeleng. "Dia sudah tak di sini dua minggu terakhir. Kukira sedang dalam perjalanan dinas."

Kening Radit berkerut, membuat Rania gagap dan melanjutkan kata-katanya, "Kami bertengkar saat terakhir ia pergi. Bahkan nomor ponselnya pun tak bisa kuhubungi."

"Dia tidak pernah muncul di kantor selama itu juga. Kami sudah coba segala cara untuk menghubunginya. Jadi kuputuskan untuk datang ke sini secara langsung," jelas Radit pelan sambil menyerahkan map di tangannya ke Rania.

"Ini?"

"Ada dugaan ia menyelewengkan dana perusahaan," Radit mengelah napas panjang, "kuharap ini semua hanya kesalahan menghitung."

Seperti disambar petir. Rania kehilangan kata-kata. Ia tak percaya bahwa Candra akan tega melakukan semua ini. Ia bahkan belum sempat memberitahu kabar kehamilannya, namun semua masalah malah mendahului.

"Ini masih dugaan. Hanya sayangnya ia tak pernah datang lagi ke kantor," katanya sambil menenangkan saat melihat wajah Rania yang berubah menjadi pucat seketika. "Orang-orang menjadi curiga."

Hingga lelaki itu pergi, amarah bergemuru di kepala Rania. Air matanya jatuh, dan kekecewaan memenuhi dirinya. Semua perasaan aneh itu membuatnya semakin mual.

"Tidak bisakah sekali saja ia tak membuat masalah?" desah Rania sambil menangis. Perasaannya benar-benar tak tenang.

Ketika ia baru saja berusaha menenanglan diri, pintu kamarnya digedor dengan kasar. Apa ini induk semang? Masih pukul lima sore dan tidak biasanya wanita itu mengetuk pintu dengan kasar.

"Dari mana saja kamu?!" Rania membentak dengan kesal ketika menemui Candra berdiri di depan pintu.

Candra berdiri di hadapannya dengan wajah lesuh dan pakaian kusut. Di dagunya tumbuh janggut yang menambah kesan tua di wajah. Kulit mukanya begitu pucat sampai terlihat jelas urat nadi berwarna hijau.

Tanpa menjawab pertanyaan Rania, lelaki itu masuk dan meletakan tasnya. Ia kemudian beranjak ke kamar mandi seolah tak ada orang di dalam ruangan.

Ketika ia keluar dari kamar mandi, Rania berdiri sambil melipat tangan di dada. Mata wanita itu tajam menatapnya. Candra bahkan bisa merasakan kilatan-kilatan kebencian yang tak biasanya datang dari Rania.

"Aku minta kita ceria," suara Rania gugup berusaha menahan emosi.

"Apa?" Candra mendekati Rania dengan mata melotot dan amarah yang mendadak membuncah.

"Aku minta kita cerai!"

Tidak ada jawaban dari mulutnya. Sebuah tamparan keras menghujam wajah Rania. Wanita yang sedari tadi berdiri itu rubuh seketika. Pipinya merah dan air mata kembali jatuh. Namun tidak seperti biasanya, ia malah bangkit kembali.

"Kamu bilang apa barusan?" Candra mencekak pinggang. "Minta cerai? Semudah itu?"

"Aku udah muak dengan semua ini, Candra."

"Ha? Kamu muak? Muak dengan pernikahan?"

Sekali lagi Candra mengayunkan tangannya, beruntung Rania melingungi mukanya. Walau tamparan itu gagal mengenai muka, namun cukup kuat untuk membuat Rania terhuyung beberapa langkah ke belakang.

"Kamu berubah, kamu bukan Candra yang dulu."

Amarah Rania meledak-ledak. Ia bahkan sudah tak mempedulikan lagi lengan dan pipinya yang memar. Air mata rasanya sudah habis untuk menangisi pernikahan yang sudah tidak ada gunanya ini. Sudah saatnya ia meluapkan semua emosi.

Tanpa mengabaikan Candra yang berdiri di depannya, ia mengambil tas lalu mengemas beberapa potong pakaian.

"Kamu mau ke mana, Rania?" Candra berusaha menghalangi istrinya untuk mengemas pakaian. Kedua tangannya menarik dengan kasar tas di tangan Rania dan membuang ke lantai sehingga isinya beserakan.

Rania kemudian membungkuk dan mengambil tasnya. Pakaian yang sedari tadi berantakan ia masukan ke dalam tas. Tidak lupa laptop yang sedari tadi masih di atas meja.

"Kamu mau ke mana?!"

"Apa urusanmu mengatur-aturku? Apa pedulimu?"

Meski mendapat penolakan dari Rania, kali ini Candra berupaya memeluknya. Tangannya yang besar dan kasar mendekap tubuh Rania ke dalam dadanya.

"Aku minta maaf untuk semua ini," bisik Candra pelan. Kali ini air mata lelaki itu jatuh. Tak biasanya ia seperti ini.

"Bullshit!"

Rania berjuang melepaskan dirinya. Ketika ia lepas dari pelukan Candra, buru-buru ia seret tasnya dan berjalan ke luar.

"Kita masih bisa memulai semuanya dari awal, Rania."

"Memukulku setiap hari, pergi tanpa kabar selama berhari-hari tanpa tahu di mana kamu berada," kata Rania sambil berjalan tanpa memperhatikan Candra yang mengikutinya dari belakang.

"Kamu bebas pergi ke mana pun tanpa pamit padaku. Lalu mengapa aku tak bisa?"

"Rania, dengarkan aku--"

"Aku sudah lelah dengan semua ini. Kita bercerai. Itu keputusan final dariku. Terserah padamu, mau setuju atau tidak."

Rania masuk ke dalam taksi tanpa menunggu jawaban dari Candra. Tak berapa lama kemudian mobil meluncur pergi meninggalkan Candra yang berdiri kebingungan.

Sementara itu di dalam mobil, Rania mencoba menghubungi Mia, sahabatnya. Berulang kali ia telpon namun tidak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, ia lalu meminta supir untuk mengantarnya ke salah satu mal yang tak jauh dari rumah. Berharap ia bisa menenangkan pikiran dan mencari tempat lain untuk tinggal.

Berulang kali ponselnya berdering, panggilan dari Candra. Tidak hanya itu, berbagai macam pesan pun dikirim lelaki itu padanya. Beberapa pesan terkesan memelas.

'Aku menunggumu di sini. Kembalilah kalau kamu sudah merasa lebih baikan.'

Namun di pesan lain, lelaki itu mengancam.

'Aku akan mengikutimu sampai ke liang lahat sekalipun.'

Tanpa pikir panjang, Rania lalu memblokir nomor Candra. Bahkan chat sekalipun.

Setelah tiba di mal, ia berjalan menuju salah satu kedai kopi kekinian yang tampak sepi. Dari dekat jendela, ia bisa melihat pemandangan kota yang sedang menyambut malam. Lampu-lampu jalan mulai nyala dan lalulintas yang padat karena jam pulang kantor.

"Rania?"

Tiba-tiba saja Bara berdiri di depan Rania. Hal ini membuat Rania kaget dan berusaha tersenyum. Namun di lain pihak, ia kebingungan sendiri dan salah tingkah.

"Kamu mau ke mana?"

Rania tak menjawab. Air matanya tiba-tiba saja jatuh basahi pipinya.

♨♨♨
🍁 Gada komentar apa gitu?

🍁 Eh, ada lambang bintang ⛤, jangan lupa dipencet. Oke?
♨♨♨

AFFAIR  21+ [selesai]Where stories live. Discover now