04

4.3K 518 31
                                    

Setelah percakapan dengan sang mama yang ternyata menguras emosinya itu, Nathan membutuhkan waktu lima hari untuk memutuskan berbicara dengan Cindy. Selain karena hari ini tak memiliki jadwal operasi, Nathan memerlukan persiapan yang cukup untuk bisa mengakui dosanya di depan pacarnya itu.

"Tumben banget kamu ajak aku makan di restoran begini."

Sepanjang perjalanan ke Namaaz Dining itu, Cindy selalu tersenyum dan memeluk lengan Nathan dengan sayang. Karena Nathan yang memang bukan laki-laki romantis dan juga biasanya sangat sibuk dengan segala urusan di rumah sakit, Cindy selalu tak bisa menahan rasa bahagianya jika Nathan mengajaknya dinner seperti malam ini.

Nathan balas tersenyum. Dalam hati harus menahan sakit karena harus menghentikan senyum cantik itu sebentar lagi.

Jadi akhirnya, setelah pesanan mereka datang, dan mereka makan sambil sesekali mengobrol walau seperti biasa Cindy yang lebih sering berbicara, Nathan berusaha mematri raut cantik milik perempuan yang disayangnya itu. Karena setelah ini, Nathan harus benar-benar mengucapkan perpisahan.

"Kamu .. udah selesai makan?" Nathan bertanya pelan, saat melihat Cindy sudah menghabiskan dessert-nya.

Kepala Cindy mengangguk, lalu kembali tersenyum. "Thank you for today, Baby,"  ucapnya, riang. Tapi senyumnya perlahan memudar saat Nathan terlihat gusar. Tak seperti biasa kalau dirinya tersenyum untuk laki-laki itu. "Hey. What's wrong?"

Nathan mengetatkan rahangnya. Nurani memintanya untuk tak melanjutkan apa pun yang akan dikatakannya pada Cindy. Tapi lagi-lagi akalnya mengingatkan kalau dirinya sudah berjanji pada sang mama. Jadi, dengan tarikan napas panjang dan tatapan sendu yang tak bisa ditutupinya, Nathan menggenggam tangan lembut milik Cindy. "Kamu boleh benci aku setelah ini."

Kening Cindy mengernyit mendengar kalimat yang dikatakan Nathan secara tiba-tiba.

Menarik napas lagi, Nathan berusaha menenangkan diri. Sungguh, menyakiti seorang perempuan sama sekali tak pernah ada dalam benaknya. Apalagi ini adalah perempuan yang selalu ingin dijaganya. Perempuan yang berhasil membuatnya mengerti perasaan sayang berlebih untuk sosok yang jelas bukan keluarganya.

"Aku mau putus." Nathan sadar tangan yang digenggamnya sudah menegang kaku. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain tetap melanjutkan perkataannya. "Aku nggak bisa lagi sama kamu."

"Kamu .. lagi bercanda, kan?" Cindy sudah melepaskan tangannya dari genggaman Nathan.

Kepala Nathan menggeleng. Tatapannya masih terus mengarah mengunci kedua mata Cindy. "Aku minta maaf—"

"Ini sama sekali nggak lucu, Nathan," geram Cindy. Matanya sudah berair. Tatapannya terluka saat membalas tatapan Nathan.

Melihat kehancuran itu, Nathan menelan ludahnya. Susah payah. "Aku .. tidur sama perempuan lain." Akhirnya, pengakuan itu terlontar. Dengan nada yang begitu berat.

Cindy mendengus tak percaya. Setitik air matanya sudah mengalir. "Kamu pikir aku percaya? Kamu bahkan selalu jagain aku selama ini, Than. Kamu bukan jenis laki-laki kayak gitu!"

"Maaf."

Satu kata itu berhasil membuat Cindy menangis. Membuang napas berkali-kali karena rasa sesak di dadanya. "Than, sumpah. Ini nggak lucu sama sekali. Aku serius. Ini, sakit banget."

Yang ingin Nathan lakukan saat ini adalah memeluk Cindy sambil mengatakan semua kalimatnya barusan tak benar. Tapi masalahnya, Nathan juga tak punya pilihan lain. Hatinya juga hancur. Dan Nathan tahu kalau setelah ini, hidupnya juga tak baik-baik saja.

"Aku bakal nikah sama dia, Cin."

"Nathan!" Cindy bahkan tak peduli jika ada yang mendengar pekikannya.

Here to Heart [Completed] ✔️Where stories live. Discover now