10 - Kamu Pantas Bahagia

20.8K 1.8K 66
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


🕊️🕊️🕊️

Pagi-pagi sekali, Lara sudah selesai membersihkan rumah dan memasak dengan dibantu Bi Mira. Perempuan itu begitu semangat karena hari ini ia akan mengunjungi rumah bundanya.

"Huft, akhirnya selesai."

Tak ingin mengulur waktu, Lara segera ke kamar untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, ia telah siap dengan gamis sederhananya.

Saat sedang menuruni tangga, Lara tersentak kemudian menunduk ketika berpapasan dengan Imran yang hendak menuju ke kamarnya. Bagaimana tidak? Laki-laki itu baru saja pulang setelah sejam lalu berpamitan untuk joging. Dengan santainya, laki-laki itu berjalan dengan kaus yang ia tanggalkan di pundak. Perutnya yang sixpack membuat Lara salah tingkah. Belum lagi, buih-buih keringat yang mengalir di pelipisnya membuat Lara gugup. Seakan tersadar, Lara langsung menggeleng.

Sebenarnya, Imran menyadari tingkah Lara yang gugup. Namun, ia hanya diam dan meneruskan langkahnya tanpa meliriknya sedikit pun.

Beberapa saat kemudian, Imran muncul dengan baju santainya. Ia langsung duduk di depan Lara tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Perempuan itu tidak masalah, karena menurutnya itu lebih baik daripada harus berdebat di pagi hari.

"Mas, nanti siang aku izin mau ke rumah Ayah," ucap Lara setelah mengumpulkan keberaniannya.

Respon Imran hanya sebuah dehaman singkat membuat Lara sedikit kecewa. Padahal, ia sangat berharap Imran ikut bersamanya. Apalagi, sudah sangat lama mereka tidak berkunjung ke sana.

"Mas, em ... Mas Imran nggak mau nemenin Lara ke sana?" cicitnya pelan. Ia takut membangkitkan amarah Imran.

"Aku sibuk," singkatnya.

"Oh, ya udah Lara berangkat sendiri."

Lara tersenyum masam. Untuk apa juga ia menanyakan sesuatu yang ia sudah tahu jawabannya? Dirinya terlalu berharap sampai lupa bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.
  

🕊️🕊️🕊️

Sayang, jadi kan ke rumah?

Sudut bibir Lara tertarik ke atas saat layar ponselnya menyala dan menampilkan sederet kata dari Ayu. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya. Kepalanya ia tolehkan ke jendela sebentar. Beberapa menit lagi, ia akan sampai di rumah sederhana bergaya klasik yang menjadi saksi kehidupannya sejak kecil.

Sepintas, ia melihat sebuah warung makan sederhana yang terletak di pinggir jalan. Lara tersenyum kecut, ingatannya berputar pada awal pacarannya dengan Irza. Dulu, mereka sering kali mampir ke warung makan itu untuk mengisi perut usai pulang dari sekolah.

"Sudah sampai, Neng," ucap supir taksi itu menyadarkan Lara dari lamunannya.

"Astaghfirullah," gumamnya seraya mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Luka & Lara (Completed)Where stories live. Discover now