15 - Hamil

23K 1.8K 65
                                    

 🕊️🕊️🕊️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


 🕊️🕊️🕊️

Pagi-pagi sekali, Lara sudah bangun. Ia mengucek matanya berusaha menyesuaikan cahaya. Ia kembali merasakan tak nyaman pada perutnya. Rasanya, ia ingin terus memuntahkan isi perut. Tak hanya itu, kepalanya pun terasa berkunang-kunang. Saat hendak melangkahkan kakinya ke toilet pun, tubuhnya seolah akan ambruk ke lantai.

"Ya, Allah. Rasanya lemas banget," keluhnya.

Sambil membungkuk menahan rasa sakit pada perutnya, Lara masuk ke kamar mandi. Ia berusaha mengeluarkan isi perutnya. Namun, yang keluar hanyalah air. Rasanya, Lara ingin menangis. Tubuhnya benar-benar lemas tak berdaya.

Di sisi lain, Imran baru saja keluar dari kamarnya. Hari ini ia berniat meminta maaf kepada Lara. Bagaimana pun, ia sudah sangat keterlaluan. Semoga saja, Lara mau memaafkannya.

Imran mengernyitkan keningnya heran ketika mendapati pintu kamar Lara yang masih tertutup rapat. Bahkan, sejak pagi tadi pun ia tidak mendengar suara pintu kamar terbuka. Biasanya, sejak pukul lima pagi, Lara sudah berada di dapur untuk membuat sarapan. Apakah perempuan itu kesiangan? Pikirnya.

Karena penasaran, ia mulai mengetuk pintu kamar itu. Hingga pada ketukan kelima, ia jengah. Pintunya dikunci dari dalam. Tak biasanya Lara seperti ini.

Takut terjadi apa-apa, ia pun memberanikan diri untuk mendobrak pintunya. Dalam tiga kali dobrakan, pintu itu terbuka lebar. Lara tidak ada di tempat tidur. Bahkan, bantal dan selimut pun masih berantakan.

Suara percikan air dari kamar mandi mengalihkan pandangan Imran. Ia bergegas melangkahkan kakinya ke sana. Benar saja, di dalam kamar mandi, Lara tergeletak tak sadarkan diri dengan baju tidur yang sudah basah. Tanpa mempedulikan kemejanya yang ikut basah, Imran berusaha mengangkat tubuh Lara dan membaringkannya di tempat tidur.

Imran berusaha membangunkan Lara dengan menepuk-nepuk pipinya. "Lara? Hei, bangun."

Tak ada pergerakan sedikit pun dari Lara. Wajahnya pucat pasi. Tangannya pun dingin, sudah seperti es. Ia menepuk jidatnya setelah sadar dengan kebodohannya. Seharusnya, ia membawa Lara ke rumah sakit. Tak ingin mengulur waktu, ia pun bergegas mengganti pakaian Lara dan membawanya ke rumah sakit.

Arini yang tengah mengambil minum dari dalam kulkas dikejutkan dengan suara langkah kaki yang tampak terburu-buru. Keningnya berkerut ketika melihat raut wajah panik Imran dengan Lara yang berada dalam gendongannya.

Cepat-cepat ia menghampiri Imran yang nampak kesulitan saat membuka mobil.

"Say—"

"Arini, cepat bukakan pintunya," seru Imran cukup keras, menyela ucapannya.

Arini cukup terkejut. Ia segera membukakan pintu mobil Imran.

"Lara kenapa, Sayang?" tanyanya terheran-heran.

Luka & Lara (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang