8. Ikatan Yang Dijalin

118 23 4
                                    

Setelah panen besar, biasanya sawah-sawah akan diistirahatkan selama beberapa minggu atau bahkan bulan, supaya keasamannya hilang. Kemudian, barulah sawah akan diberi pupuk kompos agar lebih subur. Tanaman yang digunakan untuk kompos sawah pun tanaman tertentu, seperti tanaman kacang-kacangan. Ladang-ladang hampir kosong melompong, usai panen beberapa waktu lalu. Sebagian besar petani belum mengerjakan tanah-tanah mereka. Ada pun yang sudah mulai menanam lebih dulu, itu di ladang-ladang yang lebih kecil.

Viskan menanam bibit kacang di petak ladang mereka yang ada di sudut desa dan dekat dengan hutan di area barat. Pagar-pagar yang membatasi tepi ladang dengan hutan mengisyaratkan kalau mereka tak boleh masuk ke kawasan hutan itu sembarangan.

Ayahnya selalu berganti-ganti dalam mengurus ladang-ladang. Ada kalanya mereka mengurus ladang yang ini, kadang juga mengurus ladang yang lain, sehingga jika ladang yang satu sudah panen, ladang yang lain bisa ditanami. Karena itulah, dalam keluarganya, bisa dikatakan tak ada istirahat untuk bekerja, meski panen besar sudah berlangsung.

"Ayah...," Viskan memulai pembicaraan, sementara Priam mencangkul sisi ladang yang lain. "Menurut Ayah, apa benar Kak Haris tertarik pada Kakak? Setelah perayaan panen besar, kulihat Kak Haris kembali bersikap biasa-biasa saja."

"Hati tak akan berbohong. Kalau memang Haris serius, dia pasti akan menemui Ayah dan menyatakan maksudnya. Sebelum dia menyatakan niatnya, jangan mengharapkan apa-apa," jawab Priam.

Pemuda itu menghela napas. Ayah dan Kakaknya ternyata punya pikiran yang sama. Dia menyeka keringat yang menetes di pipinya. Hari ini matahari terasa lebih terik dari biasanya.

"Tapi Kak Haris mesra sekali pada Kak Rhaya saat perayaan," komentarnya sambil memasukkan biji kacang ke dalam lubang yang sudah dibuat. "Rumor yang beredar juga semakin aneh. Ada yang mengatakan bahwa Kakak sedang jual mahal kepada Kak Haris. Apa Ayah tidak bisa bertanya lebih dulu, supaya tidak ada kesalahpahaman?"

Priam berhenti mencangkul, lalu menatap Viskan yang balas menatapnya.

"Kasihan Kak Rhaya," ujar Viskan. "Selama ini Kakak tak pernah melakukan keburukan atau pun bersikap angkuh kepada tetangga. Dia hanya menolak lamaran-lamaran yang datang kepadanya dan umurnya hampir mendekati delapan belas saat ini. Apa itu dipandang hal yang jahat?" pertanyaannya membuat Priam membisu beberapa saat.

"Kalau Kak Haris hanya ingin bermain-main, ini akan sangat menyedihkan," Dia berbalik dan kembali bergeser sambil memasukkan biji kacang ke dalam lubang.

Lelaki berambut hitam kemerahan pendek itu tak membalas ucapan puteranya. Haris Galenarha Anshosa termasuk bagian dari keluarga terpandang di desa. Rasanya tidak pantas kalau dirinya yang bertanya pada lelaki itu, meski usianya jauh lebih tua. Yang ada, dia justru bisa dipandang sebagai orang lancang atau tidak sopan.

Namun ucapan Viskan ada benarnya. Kalau dibiarkan, maka yang paling kasihan adalah Rhaya. Anak perempuannya akan semakin terasing dan dipandang sebagai gadis yang tidak benar. Priam berpikir keras, siapa yang kira-kira bisa dia mintai tolong untuk bertanya pada Haris.

"Apa Pamanmu mau membantu bertanya pada Haris, ya?" gumam Priam sambil bertopang pada pegangan cangkulnya.

Viskan menoleh kembali ke arah Ayahnya. "Paman pasti mau!" serunya. "Apalagi Kak Namari."

Kali ini dahi Priam berkerut dalam. "Apa hubungannya Pamanmu dan Namari?"

"Ayah...," Viskan memutar mata, "Kak Namari akan menjadi orang pertama yang menarik bila mendengar Kakak menikah."

Mau tak mau Priam tersenyum, kemudian tertawa kecil. "Bagaimana denganmu? Apa kau tidak akan melakukan hal yang sama?"

"Oh, aku akan bersorak mengelilingi rumah dua puluh kali," jawabnya.

Blooming SoulWhere stories live. Discover now