24# Sepi, Sastra Tidak Lagi di Sini

435K 51.6K 17.8K
                                    

Walau masih bisa senyum
Namun tak selepas dulu
Kini aku kesepian

Kamu dan segala kenangan
Menyatu dalam waktu yang berjalan
Dan aku kini sendirian
Menatap dirimu hanya bayangan

- MAUDY AYUNDA -

○○○●●●  》♤♤♤《  ●●●○○○

Jovan adalah satu-satunya anak pak Suyadi yang pandai membuat banyak perempuan menangis. Jovan Akhal Raksi sendiri hampir tidak punya riwayat menangis, kecuali saat dia masih bocah. Tapi malam ini, Jovan membiarkan dirinya berubah menjadi lemah. Biarlah, Jovan lelah membiarkan dirinya sok tegar seharian ini.

Pemakaman Sastra kini benar-benar selesai. Dan membuka kamar adalah sebuah kenyataan pahit yang harus ia hadapi saat ini. Sepi, tidak ada Sastra di sini. Yang tertinggal hanya wangi Belagio milik bocah tengik itu. Menguar bersama bayang-bayangnya yang tersenyum bodoh di pinggir kasur. Untuk sebentar, Jovan berharap wajah tengil itu bersedia tinggal di sana sedikit lebih lama. Tapi saat Jovan berkedip, wajah menyebalkan Sastra lenyap begitu saja.

Tiba-tiba Jovan dilanda rindu berat. Sastra itu adiknya yang paling menyebalkan selain Jaya. Tapi faktanya, Jovan akan selalu menyanyangi adik-adiknya sampai kapan pun tanpa terkecuali. Jadi dengan langkah gontai, Jovan membuka pintu lemari. Hanya untuk membuat dadanya semakin sesak karena melihat baju-baju Sastra yang menggantung di sana. Ditinggal pemiliknya pergi untuk selama-lamanya. Lalu Jovan mengambil satu. Jaket bomber warna hijau lumut yang dibeli Sastra hasil menabung 2 bulan lamanya. Jovan tahu, itu jaket kesayangan Sastra. Hanya dipakai bocah itu disaat-saat tertentu.

Rasanya Jovan sudah tidak sanggup lagi menahan semua sedih yang ia tutup-tutupi. Kini, ia membiarkan lututnya beradu dengan lantai yang dingin. Disertai tangis nanar yang mampu didengar orang-orang di rumah. Nadanya teramat pilu. Menggambarkan sekali bahwa Jovan begitu kehilangan sosok Sastra.

"Maafin Mas Jovan..."

Jovan tahu, di mata Sastra, dia mungkin sangat menjengkelkan. Apalagi kalau Jovan sudah mengingatkan bocah itu kalau hubungannya dengan Sahara hanya menghasilkan racun belaka. Tapi sumpah demi Allah, Jovan mengatakan itu karena Jovan sayang pada Sastra. Jovan tidak ingin adiknya itu terluka dalam hubungan yang tidak sehat.

Di malam yang dingin ini, Jovan membiarkan airmatanya tumpah ruah. Mengijinkan sesak di dalam dadanya untuk pergi mencari jalan keluar. Kepergian Sastra sempat tidak ia terima. Sekali saja, Jovan tidak pernah membayangkan Sastra akan pergi secepat ini. Kini, yang bisa Jovan lakukan hanya memeluk jaket Sastra begitu erat. Rasanya memang berbeda. Yang dipeluk Jovan hanya sebuah jaket, bukan sosok Sastra.

Saat Jovan menangis begitu hebat, derit pintu terdengar memekak. Bang Tama muncul bersama Jaya di belakangnya. Mereka bahkan hampir tidak percaya melihat seorang Jovan bisa sehancur ini. Memang, semua merasakan sakitnya kehilangan yang sama, tapi Jovan adalah satu-satunya orang yang menumpahkan semua kesedihannya paling akhir.

"Mas Jovan..."

Dan Jaya tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan. Anak itu memutuskan untuk memeluk tubuh Jovan yang meringkuk di lantai, lalu menangis bersama.

Melihat keduanya, Tama tidak sanggup lagi. Dia mati-matian menahan sesak itu agar tidak berubah menjadi derai air mata untuk kesekian kalinya, tapi tangis pilu kedua adiknya berhasil mengundangnya untuk lagi-lagi menangisi Sastra. Tama memeluk keduanya yang menangis semakin hebat.

Laki-laki itu tidak bisa mengatakan, "Jangan menangis. Sastra pasti tidak suka." yang bisa Tama lakukan hanya membiarkan sesak di dadanya semakin menjadi-jadi.

Tulisan Sastra✔Where stories live. Discover now