12# Selamat Datang, Bang Tama!

366K 56.3K 32.6K
                                    

Everything fades away
Let it go by with a flow
Really wish I could stay, but you know me

All the moments we shared
Are not going anywhere
Never quite understood it when you told me

Just close your eyes
And I be right by your side
Cuz memories don't say goodbye

- Crishtopher -

○○○●●●  》♤♤♤《  ●●●○○○


Tidak satu inci pun Tama melupakan sudut-sudut rumah ini. Nyaris tidak ada yang berubah. Kecuali eksistensi Bapak yang hanya dalam bentuk pigura, dan dirinya yang terlanjur jauh dari rumah.

Termasuk kamarnya. Saat pertama kali ia membuka pintu kamarnya setelah sekian lama, lagi-lagi aroma jeruk dari pengharum ruangan yang tergantung pada sebuah kipas angin. Setelah bertahun-tahun, akhirnya Tama memutuskan untuk pulang. Bukan lantaran ia enggan, namun pekerjaannya yang memang tidak bisa ditinggalkan.

Dulu Mama pernah bilang, bahwa adik-adiknya ingin menggunakan kamarnya sebagai studio kecil-kecilan. Tama mengiyakan, selama kesenangan adik-adiknya itu berdampak baik- dia sama sekali tidak keberatan. Namun begitu Tama menutup pintu dan semakin larut dalam pikirannya, kamarnya bahkan tidak berubah sama sekali.

Tempat tidurnya masih ada di sana. Bahkan sprei ungu yang melapisinya masih sama seperti sprei yang dulu ia tinggalkan. Pada dinding putih gading, masih terpajang Foto lawas mendiang Bapak. Foto masa kecil saat Jaya dan Cetta naik komedi putar berdua. Foto Nana saat giginya baru tumbuh dua, dalam pangkuan Eros yang hanya mengenakan kancut merah. Foto Sastra saat menjadi Yuyu Kangkang sewaktu karnaval SD. Foto Jovan saat wisuda SD- dan dia ada di sana memeluk bocah itu. Foto masa muda Mama dan Bapak. Semuanya masih lengkap ada di sana.

Yang berbeda adalah, Foto-Foto baru pada dinding di atas ranjangnya. Dinding itu tidak lagi sepi, kini dipenuhi pajangan foto-foto narsis adik-adiknya. Foto-foto Mama yang diambil secara candid. Foto-foto nature yang hanya melihatnya sekilas saja Tama sudah tahu siapa yang mengabadikannya-- pasti Nana. Bahkan Tama yakin, semua foto-foto ini diabadikan oleh bocah itu. Sebab sejak awal Tama tahu, Nana punya ketertarikan sendiri dengan dunia photography. Seperti Bapak.

Di bagian sudut, ada tiga gitar klasik berjajar rapi. Yang warna hitam adalah miliknya- sengaja ia tinggalkan karena dulu Eros menginginkannya. Lalu yang putih milik Jovan- di bagian depan body gitar ada ukiran namanya. Tama ingat sewaktu Jovan merengek padanya agar uangnya ditambahi untuk mendapatkan gitar itu. Dan melihat gitar itu ada di sini, Tama tersenyum tipis. Lalu yang warna coklat tua dengan ukiran unik itu milik Sastra. Di body gitarnya juga tertulis sebuah nama. Tama pikir itu ukiran nama Sastra, namun saat ia mendekat dan meraih gitar itu. Bukan nama Sastra yang ada di sana, melainkan Suyadi.

Sejujurnya Tama tidak heran sih, di antara Suyadi bersaudara- Sastra adalah penggemar berat pak Suyadi.

Lalu di samping gitar-gitar itu, ada sebuah upright piano. Itu milik Cetta. Kamar ini awalnya biasa-biasa saja. Sama seperti kamar laki-laki pada umumnya. Namun entah ide siapa, lampu tumbrl warna kemuning di atas gitar-gitar itu membuat kamar ini jauh lebih hidup.

Sementara di sudut dinding lain ada rak buku. Beberapa diantaranya buku musik dan novel (di depannya ada nama Adinata). Ada juga beberapa yang berserak di atas piano. Saat Tama mengambil salah satunya, rupanya sebuah blok note berisi lagu-lagu yang belum jadi. Diujung lembar yang ia buka, Tama menemukan oret-oretan yang mampu membuatnya tergelak.

Song by: Sastra Gautama & Jovan (Jaya ngikut sih, tapi dikiiiiiiiit. Cuma kata 'aku sayang kamu'nya aja)

"Ada-ada aja." Bisiknya, kemudian mengambalikan blok note itu pada tempat yang seharusnya.

Tulisan Sastra✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें