MAAF

647 70 19
                                    

Mungkin, maaf tidak bisa mengembalikan sesuatu yang telah hilang. Tetapi, maaf bisa berubah sesuatu yang hancur menjadi lebih baik.

Author cingkrang💙

🍁🍁🍁

"Bengong aja, Din? Kenape lu? Galau ditinggal Bry apa Indah?"

"Ditinggal Indah?"

"Hu'um. Indah pindahnya mendadak banget, Din. Kita gak ada sempat ngadain acara perpisahan sama dia."

Duar!

Indah Pindah? Ke mana? Kenapa Dini gak tahu? Sebab apa? Pertanyaan itu silih berganti dalam benak Dini.

"Din? Dini!" Teriak Tya seraya menggoyangkan bahu Dini.

"Eeh?" jawab Dini bungung.

"Kok lu gak ngasih tahu Indah pindah, sih?"

"Apa?" Wajah Dini semakin bingung terlihat.

"Kok, elu kayak baru tahu Indah pindah?" selidik Tya.

"Mau berdiri sampai kapan di sini?" suara Windi mengejutkan Tya dan Dini. Keduanya hanya diam.

"Eh, Win. Lu tahu Indah pindah gak?"

"Tahulah. Orang tadi gua ketemu di parkiran, gak sengaja denger dia telponan ama tante Riani."

"Din!? Bengong bae?" Windi menyentuh pundak kanan Dini. Yang disentuh pun hanya memandang linglung.

"Jangan bilang.. Lu gak tahu tentang kepindahan Indah?" tanya Tya menyelidik.

Dini mengangkat bahunya tinggi. Ia lebih memilih mendahului teman-temannya ke kelas.

"Dini kenapa, Ty?" tanya Windi pada Tya selepas kepergian Dini.

"Din? Lu kenapa?" Teriak Tya pada sosok Dini yang sudah tak terlihat. Kemudian beralih pandang pada Windi. "Gak dijawab, Win. Sayang banget." imbuhnya polos.

"Astagfirullah, Tya. Kesel gua lama-lama ngomong ama elu. Cocoknya lu pacaran ama Komang!"

"Aneh, ya, lu Win? Gua ngomong apa, lu ngomong apa? Kagak nyambung tahu."

"Emang dia gak pernah nyambung, Ty," ucap Nando.

"Ini lagi? Manusia gak jelas. Pacaran sono sama Tya!" Windi berlalu dengan kesalnya.

"Terus Komang sama siapa? Kalau gua ama Tya?" tanya Nando mengekori Windi.

"Isshh, apaan coba?" Gerutu Windi.

"Woiii! Apa-apan lu berdua?" Teriak Tya dari belakang. Ia mencibir sinis.

🍁🍁🍁

Bel panjang telah berbunyi. Semua murid masuk kelasnya masing-masing-masing. Menerima materi ajar, praktek, dan sebagiannya.

Dini termenung di ujung lapangan basket. Hari ini olahraga untuk kelasnya. Mata pelajaran praktek yang paling ia benci. Pelajaran paling berat baginya.

"Alasan apa lagi hari ini?" tanya Pak Aldo, guru penjas mereka.

Dini menyengir lalu bangkit dari duduknya.

"Olahraga itu sehat Dini."

"Berat, Pak. Lebih berat dari beban hidup," Dini mendesah.

ES dan BATU  (TELAH TERBIT)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant