Cheating With My Neighbor

9.4K 326 26
                                    

Halo,
Ketemu lagi denganku di bab baru My Hidden Desires, Cheating With My Neighbor. Sekalian aku mau promo lagi untuk bab berjudul The Geek I Love yang ganti judul jadi Loving Ben dan sekarang tersedia di PlayStore dan Google Play Book. Begini tampilannya, ya.

Terima kasih banyak untuk Mbak yavianti yang sudah memberikan review untuk cerita yang menurut beliau sweet and simple ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terima kasih banyak untuk Mbak yavianti yang sudah memberikan review untuk cerita yang menurut beliau sweet and simple ini.

Untuk sekarang, silakan dibaca bab barunya.

******

Aku mengintip dari balik dinding koridor yang sedikit menutupi tangga ke arah pintu bernomor 303 selama beberapa saat. Setelah yakin kalau pintu itu tertutup, aku pun berjalan mengendap, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara langkah. Sial, tepat saat aku berada di depannya, pintu malah membuka dan sosok yang kuhindari pun keluar dari situ dengan sebuah kantung sampah besar di tangannya. Aku membeku.

Pria itu, Kevin Reynolds, tetangga baruku, mengerjap saat melihatku dan senyum teramat manis terulas di bibirnya. "Hai, Amanda," sapanya.

Aku tergagap. "Oh ... hai, Kevin. Bye." Cepat-cepat aku berjalan ke pintu bernomor 305, flatku, yang berada di ujung koridor. Aku masih sempat melambai gugup ke arah Kevin sebelum tergesa-gesa masuk dan menutup pintu. Usai mengunci pintu aku berbalik dan memandang seluruh ruangan flat kecilku sambil mendesah lega.

Ya ampun, barusan itu menegangkan sekali.

Jangan salah sangka, aku bukannya takut kepada Kevin. Tidak sama sekali! Aku hanya tidak sanggup bertatapan dengannya karena setiap kali melihat ke sepasang mata cokelat hangat itu aku akan merasa bersalah. Kalau kalian bertanya kenapa aku merasa bersalah, maka aku akan menjawab kalau ... uhm ... dia itu ... ah, sudahlah. Aku tidak perlu memberitahukannya, kan?

Aku melangkah ke dapur dengan membawa kantung belanja yang hampir kujatuhkan saat berpapasan dengan Kevin tadi. Kukeluarkan bahan mentah dan kuatur ke dalam kulkas dengan rapi. Yups, aku pencinta kerapian dan keteraturan. Aku terbiasa berbelanja seminggu sekali di saat libur karena tidak suka tergesa-gesa dan mencatat semua kebutuhanku setelah memikirkannya dengan sangat matang. Bisa dibilang, aku tidak merasa nyaman kalau ada sesuatu yang tidak berjalan seperti yang kuperkirakan.

Dan Kevin Reynolds adalah salah satu hal yang tidak sesuai perkiraanku.

Oke, jujur saja, aku mengakui kalau punya perasaan khusus kepadanya. Perasaan yang tumbuh sejak beberapa waktu lalu, saat kali pertama aku melihat Kevin menahan pintu lobi untukku. Senyumnya yang ramah dan suaranya yang lembut sama sekali kontras dengan tampangnya yang keras dan sedikit kasar, dengan sebuah garis luka di pelipisnya. Sikap sopan yang ternyata ditujukannya kepada semua orang dan bukan hanya kepadaku membuatku terpana.

Ya, aku terpesona. Sejak itu aku jadi sering memikirkan Kevin tanpa kuingini. Bahkan aku memimpikannya, dan kalian pasti bisa menduga mimpi macam apa yang kualami tentang pria itu. Kita sudah sama-sama dewasa, bukan? Kini, apa yang kurasakan kepada Kevin bahkan sudah sampai di tahap mengerikan, dan aku harus selalu berusaha mengenyahkan setiap bayangan yang muncul karena tahu betapa besar dosa yang kulakukan.

My Hidden DesiresWhere stories live. Discover now