Delapan Belas

4.7K 403 24
                                    

Hari ini, hari minggu. Aku sudah mempersibuk diri bangun pagi-pagi, repot merias wajah demi menghadiri pernikahan Ardi.

Aku keluar kamar, keadaan rumah cukup sepi. Aya tidak pulang, masih di kostan mengurus pindahan. Tadi pagi kalo tidak salah, papa pergi ke kantor karna ada barang yang ketinggalan.

Celingak-celinguk mencari keberadaan mama di kamarnya tapi kosong.

Hari ini, aku berangkat kondangan ditemani mama. Tapi kemana dia sekarang? Aku kira sedang siap-siap di kamar.

Aku keluar rumah, mendapati mama disana masih dengan daster semalam.

"Mama kok belum siap-siap? Kita kan mau ke pernikahan Ardi!" Protesku.

"Eca, maaf ya mama gak jadi nemenin kamu kondangan. Papa minta ditemani ke acara kantor nanti siang."

"Lagian kata Saka, kalian mau berangkat bareng ke pernikahan Ardi. Jadi mama terima ajakan papa." Aku mendelik, lalu menoleh ke samping mama.

Saka sudah berdiri tepat di sebelah mama. Bahkan sedari tadi aku tidak menyadari kehadirannya karna terlalu fokus bicara sama mama.

"Loh, kok lo disini?" Ujarku terkejut. Dia hanya terkekeh sembari memasukkan tangannya ke dalam saku.

"Saka udah disini sejak pagi tadi Ca, kamu belum bangun aja dia udah sampai." Lagi-lagi aku melotot. Bukan karna penjelasan mama, melainkan karna menilik penampilan Saka. Dia memakai baju batik panjang dengan kombinasi celana hitam dan sepatu.

Tapi sebentar, kenapa baju batik yang dia pakai sekarang sama seperti motif rok batik yang aku kenakan? Padahal aku ingat betul, dua minggu lalu aku beli kain ini bareng Aya. Aku yang pilih motifnya, kebetulan tinggal dua pasang. Satu aku dan satu lagi Aya.

Apa mungkin Saka beli di toko lain yang nggak disengaja dapat motif sama. Atau Saka beli di toko yang sama kebetulan saat itu stoknya masih tiga dan dia beli sebelum aku dan Aya. Atau mungkin..?

"Ca, kok kamu ngalamun? Udah sana berangkat keburu telat." Ujar mama membuat lamunanku buyar.

"Ya sudah tante, kita berangkat sekarang." Ucap Saka lalu menyalami tangan mama dengan sopan.

"Hati-hati di jalan ya. Tante langsung masuk, mau siap-siap ke kantor nyusul om Mahesa." Jawab Mama.

"Ka, lo kan nggak diundang? Terus ngapain pake berangkat kesana." Tanyaku sinis saat mama sudah masuk ke dalam rumah.

"Ngikut lo aja apa salahnya sih!" Sambarnya sembari menggiringku ke dalam mobil.

"Jangan kintil deh! Mending lo turunin gue di pangkalan ojek depan situ. Ntar gue naik ojek aja ke pernikahan Ardi, lo boleh pulang!" Saka melirikku sekilas, lalu kembali fokus melajukan mobilnya.

"Jangan gila dong. Lo mau naik ojek dengan dandanan kaya gitu? Yang ada sampe gedung pernikahan harus dandan ulang." Aku mendengus mendengar ucapan Saka.

Tapi ada benarnya juga sih, pagi ini aku menata rambut dengan sanggul sederhana. Kalo naik ojek nggak akan bisa pake helm. Kalaupun nekat pakai pasti sanggulnya acak-acakan.

"Kita serasi ya!" Aku terlonjak mendengar gurauan Saka.

"Maksud Lo?"

"Bisa sarimbitan kaya gini padahal gak janjian!" Celetuk Saka sambil terkekeh pelan.

Aku hanya diam, tidak ada niatan menanggapi gurauannya yang semakin menyebalkan.

Satu hal yang tidak ku mengerti lagi, tiba-tiba mobil Saka sudah berhenti di pelataran area parkir depan gedung yang disewa Ardi. Aku kan gak kasih tau dia dimana tempat acaranya dilaksanakan, kenapa bisa langsung tau begini.

The Best Man Ever!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora