"SUDAH BERAPA KALI SAYA BILANG?! JANGAN CEROBOH!"Gebrakan meja kembali terdengar. Semua orang di ruangan itu tidak ada yang berani membuka suara. Bibir mereka terkatup rapat melihat Riadi mengamuk sejak pagi. Semua pegawai mendapat teguran dari Riadi padahal mereka hanya melakukan kesalahan kecil.
"Maaf, saya tidak sengaja--"
"DIAM!" Riadi kembali menggebrak meja membuat Rini refleks mundur dengan tubuh bergetar, "ADA YANG MINTA KAMU BICARA?!"
Rini menundukkan wajahnya yang memerah, kedua matanya yang sembab tak berani menatap pria yang masih mengamuk itu, "Maaf.. maafkan saya."
Semua orang di ruangan itu hanya bisa menghela nafas berat. Jam masih menunjukan pukul sepuluh pagi, tetapi ini sudah ketiga kalinya Riadi meluapkan emosinya pada para pegawai. Mereka semua tahu penyebab Riadi seperti ini.
Pagi tadi terdengar kabar beredar bahwa saham perusahaan mereka telah diakuisisi oleh perusahaan lain. Beberapa bulan ini perusahaan mereka memang sempat mengalami penurunan, hingga menyebabkan saham perusahaan dibeli oleh perusahaan lain yang jauh lebih besar. Andrew sebagai pemimpin perusahaan juga terlihat tidak keberatan dengan hal itu padahal beliau adalah pemilik sekaligus yang mendirikan perusahaan tersebut dari awal. Berbeda dengan Riadi, pria yang menjabat sebagai CEO di perusahaan itu merasa tidak terima karena Andrew begitu mudahnya melepaskan perusahaan ini untuk diambil alih perusahaan lain. Pria itu khawatir kedudukannya akan tergeser.
Kemarahan Riadi memuncak karena menganggap semua ini tidak akan terjadi jika para pegawainya berkerja dengan baik dan tidak ceroboh hingga parusahaan mereka mengalami penurunan dan bisa dibilang hampir bangkrut. Padahal, sebuah perusahaan tidak mungkin gagal jika memiliki seorang pemimpin yang baik. Alih-alih mengakui kesalahannya, Riadi justru menyalahkan semua orang yang bekerja di bawah kepemimpinannya.
Setelah puas menumpahkan kekesalannya, Riadi melangkah pergi menuju ruangannya. Pria itu sempat membanting pintu menimbulkan bunyi yang menggema keras. Beberapa orang refleks menghela nafas panjang, tidak sadar sejak tadi menahan nafas karena takut Riadi kembali mengamuk. Maklum saja, Riadi sedang sangat sensitif hari ini. Mendengar suara helaan nafas saja ia bisa mengamuk seharian.
Fion menggelengkan kepala melihat ke arah ruangan Riadi, "Kapan matinya, sih?"
Bondan yang biasanya cepat menimpali setiap ucapan Fion kali ini hanya diam. Tatapannya justru terfokus pada gadis yang duduk tak jauh darinya. Perlahan Bondan mendekat dan menepuk pelan puncak kepala gadis yang kini menunduk, menyandarkan kepala di atas tangannya yang terlipat di meja.
"Udah gue bilang mendingan lo enggak usah masuk kerja hari ini. Gue udah punya firasat dia bakalan ngamuk-ngamuk," Bondan beralih memijat pelan kening Adel.
Sejak kemarin malam Adel memang sudah tidak enak badan. Tetapi gadis itu tetap memaksakan diri bekerja dan mengabaikan nasihat Bondan yang memintanya untuk istirahat saja di rumah. Adel memang keras kepala sejak dulu. Ia selalu memaksakan tubuhnya tetap bekerja meski sedang sakit seperti sekarang. Karena pada dasarnya gadis itu tidak pernah sakit parah, hanya batuk dan flu biasa tidak akan menjadikannya penghalang untuk libur bekerja. Namun, hari ini tubuhnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Kepalanya terasa sangat berat, tubuhnya juga lemas dan panas karena demamnya masih belum turun juga.
Adel menyesal karena tidak menjaga pola makannya dengan baik belakangan ini, padahal sedang musim pancaroba. Bahkan tadi pagi Adel memuntahkan bubur yang Santi buatkan untuknya, gadis itu juga menolak minum obat karena takut tertidur di tempatnya bekerja. Alhasil, hanya berbekalkan minyak kayu putih gadis itu memaksakan diri bekerja.
"Gue udah nggak kenapa-napa," Adel mendongak menatap Bondan yang terlihat sangat khawatir, "Pusing dikit habis dengerin Riadi marah-marah terus."
"Masih pusing?" Fion yang sudah berdiri di samping Adel mengulurkan tangan menyentuh kening gadis itu, "Nggak kenapa-napa gimana? Badan lo masih panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesuai Titik, Ya?
Romance[PROSES PENERBITAN] "Setahu gue ada banyak banget abang ojek online di Indonesia. Kenapa selalu lo yang muncul? Sebenernya lo siapa?" "Jodohnya Mbak Adel, hehe.." *** Bagaimana jika kamu tidak sengaja memesan ojek online dan mendapatkan driver yang...