BAB 4

14 0 0
                                    

Sedari tadi mata Alata tak bisa lepas dari buku catatan yang ia pinjam tadi siang, ia bingung sekaligus aneh sama cewek itu. Ya... ia memang percaya dan meyakini 100% berbagai macam karakteristik ciptaan tuhan tapi yang ini sulit, dan ia yakin ini spesies langka yang benar-benar harus menerima vitamin happy virus.

Heol...kok bisa ya ada cewek yang langkanya kayak gitu, apa mungkin dia jarang ikut posyandu?...

Alata mengambil buku itu dari atas meja belajarnya lalu membuka lembar perlembar kertas yang masih bersih tanpa ada coretan. Hingga ia menemukan Sesuatu berwarna hitam lebarnya selebar kuku jari orang dewasa. Sesuatu itu terlihat sedikit berkerut seperti layu macam kelopak bunga di salah satu halaman buku. Alata mengerutkan keningnya terheran.

"What is it ?"

Arah pikirnya mulai menebak-nebak asal usul benda itu hingga dengan tiba-tiba ia menutup buku catatan tersebut.

"Ngapain juga aku harus mikirin asal usul Benda hitam macam sampah itu kayak detektif Conan segala, unfaedah..." kata Alata pada dirinya sendiri sambil merogoh handphonenya yang berbunyi.

Terlihat ada panggilan video masuk dari temannya yang ada di Korea.

"Park Minsu"

"Annyeong Minsu-ya" seru Alata sambil memperlihatkan tinju ke kamera tanda tos ala mereka.

"Alata,... Neo Jeongmal-" sahut Minsu dari seberang sana sambil menggelengkan kepalanya tanda ia sudah kehabisan kata-kata.

"Wae? Naega Wae ?"

"Neo...kenapa gak bilang-bilang kalo mau ke Indonesia?"

"Mendadak, jadi gue gak sempet ngabarin lo, Mian"

"Wae?"

"Kapan lo balik?"

"Gue masih belum tau, gue disini bukan liburan tapi pindah"

"Pindah?"

"Yes, gue pindah sekolah bokap yang nyuruh"

"Hei man what happen to you, kenapa tiba-tiba?"

Alata hanya mengangkat bahu untuk jawaban di pertanyaan terakhir.

"Okay,,, aku paham, jaga dirimu" kata Minsu mulai agak paham, ada raut kecewa dan sedih di wajahnya.

"Sure, gomawo" ucap Alata sambil mengakhiri percakapan video mereka.

Alata meletakkan handphone nya di atas tempat tidur, ia lalu melangkah turun dari kamarnya yang berada di lantai dua menuju lapangan basket mini di taman olahraga milik keluarga Lee. Ya, sekarang dia berada di kediaman neneknya Arbinah istri dari Lee Myung jae kakeknya. Kakeknya sudah meninggal dua tahun yang lalu, maka dari itu Alata di suruh menemani neneknya tinggal di rumah ini agar neneknya tidak melulu merasa kesepian tinggal di rumah yang sebesar ini. Sebelum Alata, nenek di temani sama sepupunya Kaha anak laki-laki dari pamannya, tapi berhubung Kaha melanjutkan pendidikannya di Amerika satu bulan yang lalu, jadilah Alata sekarang yang menemani neneknya.

Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan rumah ini, rumah ini seperti rumah biasanya. Tapi entah mengapa Alata harus berpikir ribuan kali jika hendak mengunjungi neneknya. Mungkin benar kata orang, anak-anak itu punya ingatan yang baik. Mungkin itu lah yang terjadi pada Alata waktu itu.

***

"Bukkk..."

Bunyi bola mengenai ring basket.

Alata kembali mendrible bola lalu memasukkannya ke ring. Begitulah seterusnya tanpa memperdulikan hujan yang mengguyurnya.

Setelah beberapa saat Alata duduk di tengah lapangan basket dengan menundukkan wajahnya.

Kenapa aku harus terseret kembali kesini?...

Kenapa?

Apa ini karma karna aku lari dari masalah?

Sebuah tangan menepuk bahunya dengan lembut. Alata baru sadar dirinya sudah tidak kehujanan sedangkan hujan masih turun. Alata lalu menengadahkan wajahnya, ternyata neneknya memayungi dengan payung sambil menenteng selembar handuk di tangan kirinya.

"Astaga,,, nenek!!!" seru Alata kaget mendapati kehadiran neneknya yang tak terduga.

"Perasaan tadi Nafis gak lagi gosok lampunya aladdin deh, Kok nenek tiba-tiba ada di sini?" kata Alata dengan ekspresi wajah yang dibuat-buat

"kamu ini Fis ada-ada aja, kamu kira nenek Jin nya Aladdin" sahut nenek sambil tertawa

"Lagian nenek muncul tiba-tiba"

"Masuk fis, Hujan... nanti kamu sakit." Ucap neneknya dengan lembut tanpa meninggalkan senyum hangat yang selalu bertengger di wajahnya.

"Iya nek"

Alata lalu mengambil alih payung di tangan neneknya. Mereka lalu berjalan beriringan meninggalkan lapangan basket.

"Tuhkan nek, Kita jadi kaya sepasang kekasih dari Korea yang berjalan di tengah hujan dengan payung ditangan sang lelaki. Cerocos Alata dengan wajah yang sok serius.

"Lain kali nenek gak usah bawain Nafis Payung, Nafis udah kebal kok sama yang namanya hujan. Justru nenek yang jangan ujan-ujanan nanti nenek sakit" kata Alata dengan nada rendah yang di barengi oleh anggukan sang nenek.

Nafis adalah nama panggilan untuk Alata dari neneknya. Hanya nenek dan almarhum kakeknya yang memanggilnya dengan nama itu. Semacam nama kesayangan. 

TraumacilinWhere stories live. Discover now