Tantangan!

316 37 4
                                    

Gea, Rey, dan Chika mencoba menerobos masuk ke dalam kantin bersamaan dengan Siswa-siswi yang tampak seperti Zombie kelaparan. Untungnya mereka masih kebagian tempat duduk di sudut kantin.

"Gila, tadi tuh Pakendul serem banget Rey. Gue disuruh ngerjain soal di papan tulis, mana gue nggak perhatiin tadi." Chika menghembuskan nafas berat.

Mendengar nama Pakendul. Pikiran Rey mengingat saat diusir oleh Pakendul alias Pak supri pagi tadi.

"Lo telat lagi Rey, kenapa?" Gea bergabung dipercakapan kedua sahabatnya. Ia kemudian mengayunkan tangannya kepada mba Kantin untuk memesan makanan. "Nasi gorengnya satu mba," pesan Gea.

"Seperti biasa mba." Rey lebih memilih melayani pertanyaan Ibu kantin yang sudah sepersekian detik berdiri didekat meja mereka. Setelah memesan, barulah kemudian ia menjawab pertanyaan dari Gea.

"Abang gue telat bangun Ge, tau tuh bocah, bikin gue kesel aja pagi-pagi." Rey meremas botol kecap untuk melampiaskan kekesalannya.

"Sabar Rey, Abang gue juga gitu. Jangan-jangan kita Jodoh." Perhatian Gea malah membuat Rey jijik.

"Apaan sih Ge, gue masih normal kali!" Chika tiba-tiba menyodorkan sesendok nasi goreng Gea yang baru saja diantar oleh mba kantin, ke dalam mulutnya.

"Eeits, enak aja. Kalau mau, beli!" Buru-buru Gea merebut sendok nasi gorengnya dari mulut Chika.

"Mau nyoba aja kok." Chika memasang rupa memelas yang membuat Gea semakin kesal.

"Alasan..., ga perlu nyoba, dari dulu tuh rasanya sama aja enaknya." Mata Gea berubah geram membuat Chika hampir menangis.

"Yaelah Chik, gitu aja nangis, gue bercanda kali"

"Ha...ha...ha... udah ih Cut...Cut...Cut..." Rey tertawa geli melihat kedua sahabatnya yang sedang drama dihadapannya

"Emang drama sih Rey, tapi gue ngga nangis gara-gara Gea. Tapi itu tuh Kakak cogan gue, jalan sama cewek lain." Chika menunjuk Kakak kelas yang sering disapanya kakak cogan dengan dagunya.

"A elah Chik. Sampai kapan lo manggil Revi Kakak cogan. Dia kan seumuran sama kita."

"Mereka emang pacaran kali Chik," goda Gea.

"Kan dua minggu yang lalu, mereka jadian," tambah Rey, yang semakin membuat Chika merengek seperti anak kecil yang kehilangan lolipopnya.

"Kok bisa yah. Kakak cogan gue lebih milih cewek kegatelan itu daripada gue yang super duper manis ini." Chika kelewat PD.

"Iyyalah Chik lebih milih Kak Airin secara kak Ai lebih cantik lebih sekseh elo mah menang manis doang." Rey meneguk Milkshake Oreo yang menjadi minuman Favoritenya sejak ia masih di bangku SMP.

"Lagian Kak cogan lo mana tau kalau lo naksir sama dia," tambah Gea.

"Masa sih dia nggak tau? apa perlu gue tanya sekarang?" Chika bersemangat.

"Terlambat Chik, udah jadian, jangan jadi PHO," timpal Gea.

Disela pembicaraan ketiganya, tampak seseorang yang tengah menatap lama Rey dan teman-temannya yang tergabung dalam pembicaraan. Pria itu Menyudahi aksinya lantas berjalan menuju target.

Mata Chika menemukan Rean yang sedang menuju ke tempat duduk mereka. Berbeda dengan Chika, Rey dan Gea tidak menyadari kehadiran Rean.

"Ooo...jadi nama lo Rey. Bentar lagi lo bakal rasain pembalasan dari gue. Rey!" Pria itu menyejajarkan kepalanya dengan Rey yang sedang duduk terheran. Setelah sepersekian detik ia baru Ngeh, ternyata cowok itu Rean. Cowok yang Dua kali ditabraknya seharian ini.

"Dalam waktu tiga hari, kalau lo nggak mau minta maaf ke gue di tengah lapangan basket, awas lo," lanjutnya, bukannya takut Rey malah tertawa terbahak-bahak.

"Ha ha ha, lu gila?" ucap Rey disela tawanya.

Kedua sahabatnya terlihat tak sesantai Rey.

"Lu yang gila, Rey." Gea menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.

"Emangnya kenapa Ge?" Rey terlihat bingung dengan ucapan Gea barusan.

"Rean, plisss... plisss, maafin temen aku, dia emang gitu. Suka ceroboh." Chika memilih mencari aman dengan mewakili permintaan maaf Rey untuk Rean. Rean tak berharap kata maaf itu keluar dari mulut Chika. Yang ia tunggu kalimat itu keluar dari mulut orang yang membuat ia kesal, yaitu Rey.

"Apaansih Chik, kenapa juga gue yang harus minta maaf, lagian sejak kapan lo, Aku Kamu sama orang lain." Rey berdecak sambil mengernyitkan dahinya.

"Astaga Rey, lu mancing perang dunia ke empat sumpah. Gua hilang aja dah," pekik Gea dengan wajah yang sudah berkeringat. Berbeda dengan Rey yang tampak biasa saja.

"Gue ngga bercanda dan gue nggak gila. Gue tunggu sampai tiga hari kedepan." Pria yang dikenalnya bernama Rean itu mengancam. Melemparkan senyum licik. lalu kemudian berlalu seperti angin, meninggalkan ketiganya.

"Huft...." Gea dan Chika menghembuskan nafas lega. kali ini ia bebas dari terkaman Singa marah. Baguslah. Tapi,

"Aduh... Rey, lo ngapain sih berurusan sama Rean." Gea panik sendiri.

"Sumpah barusan jantung gue hampir copot tau gak Rey." Kali ini Chika.

"Kalian ini kenapa sih, segitu takutnya sama dia, santai aja kali." Rey tampak sangat tenang sambil menyeruput minumannya.

"Lo gak tau siapa dia?" Gea menaikkan keningnya.

"Nggak, ngapain harus tau. Gak penting." Rey berkacak pinggang

"Serius Rey, Lo nggak tau?" Gea terheran mendengar pengakuan Rey. Baru kali ini ada siswa di sekolah ini yang nggak kenal Rean.

"Demi apa Rey, lo berurusan sama cowok terdingin, tergalak, tersegalanya lah di sekolah ini," ucap Gea

"Rean itu cowok yang paling ditakutin satu sekolahan, Pak Supripun pernah ia bentak," tambah Chika.

"Serius lo. Cowok gila itu pernah ngebentak Pak Supri?" Rey mempertanyakan kejelasan perkataan dari Chika.

"Dua rius Rey, dia akan ngelakuin segala hal buat ngebalas orang yang berulah dan mengusik hidupnya." Chika menjelaskan dengan mata yang sengaja di pelototi agar Rey menjadi takut.

"Apasih Ge, jangan buat gue takut deh." Setelah mendengar penjelasan demi penjelasan dari kedua sahabatnya. Percaya diri Rey menciut hingga ke level paling bawah. Ekspresi sok ke PDannya sekarang berubah menjadi takut. Tak jauh beda dengan ekspresi kedua sahabatnya.

"Oh My God, mati gue. Gimana dong?" Rey mendaratkan pukulan kecil di otak cerobohnya.

"Gue saranin sih lo minta maaf."

"Minta maaf? nggak. Bukan salah gue kok."

"Rey, ini tuh bukan masalah lo salah atau nggak. Di kamua Rean, dia itu nggak pernah salah. Sekalipun ia salah, ia gak akan ngaku meskipun lo ancam. Pokonya kalau lo masih sayang nyawa. Minta maaf aja udah." Gea pasrah.

"Nggak. Nggak mungkin gue minta maaf." Rey kekeh.

"Terus mau lo apa?"

Seketika Rey tertawa licik, sebuah pikiran gila tiba-tiba muncul di pikirannya.

"Gue bakal nunggu tiga hari kedepan. Gue penasaran, apa yang akan Rean lakukan ke gue." Sorotan mata dan ekspresi Rey sekarang tak ubahnya seperti nenek sihir yang optimis menang dalam perlombaan. Rasa penasarannya yang lebih besar menenggelamkan rasa takutnya.

Di lain tempat. Rean memikirkan ide-ide yang akan dipertontonkannya tiga hari kedepan.

"Lo bukan cuma berani, Rey. Lo unik." Rean tertawa licik sembari memacu kuda besinya di jalan raya yang tampak sepi.

🌸Trxxay🌸

Hai! I'm Piciwy :)
Stay save yah semua. Jaga kesehatan :)

Black Attack | When You Love Someone 🍀Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon