6

63 28 14
                                    

“Sah!” seru para saksi pernikahan Bram dan Erna.

Nia yang baru saja datang untuk menengok Ara, menjadi lemas. Seketika wanita itu tersentak jatuh pingsan. Tidak menyangka dalam waktu dekat pria yang ia cintai berpaling hati begitu mudahnya. Untung saja Riko dengan cepat menangkap tubuh Nia, kemudian segera membawanya masuk ke dalam mobil lalu sepintas mungkin kembali ke apartemen.

***

Bram dan Erna bergantian disalami oleh tamu, Ara diam memperhatikannya. Entah kenapa, gadis itu merasa aneh melihat senyum bahagia Ayah dan Ibu tirinya. Ia merasa kesepian di tengah kerumunan, ia merasa gunda di tengah suasana kebahagiaan. Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, ada sesuatu yang telah direnggut dari hidupnya. Entah apa itu, Ara si kecil tidak mengetahuinya.

“Ara, ayo makan kue.” Reza menyodorkan puding pada Ara.

Ara menerima ajakannya dengan antusias, senyum Reza berhasil mengalihkan pikiran Ara yang fokus akan hal aneh dalam hatinya. Ara melirik Reza, bocah itu tersenyum melihat kedua orangtua yang kini duduk di pelaminan. Entah kenapa Reza bisa sebahagia itu, sedangkan Ara tidak. Padahal, ini adalah hari yang bahagia.

***

“Nia," panggil Riko untuk yang kesekian kalinya.

Ia terus mengusap telapak tangan perempuan itu dengan minyak kayu putih. Beberapa saat kemudian bel apartemen berbunyi. Riko berdecak kesal, siapa yang datang disaat dia tengah panik akan keadaan Nia. Ia pun bergegas membuka pintu, nampak sepasang suami istri memberi salam dengan penuh ceria seakan mereka sedang memberi kejutan pada Riko.

“Astaga ...,” kekeh Riko.

Ia pun mempersilahkan Kakak dan Kakak iparnya masuk dan duduk di ruang tamu. Mereka membawa beberapa buah dan kue tar ukuran besar. Riko menggeleng sembari tersenyum, entah apa yang mereka berdua rencanakan dengan itu.

“Angin apa yang membawa kalian mampir ke sini?” tanya Riko bertolak pinggang.

“Ah, ayolah! Kami datang menjengukmu.” Azh sang ipar berketus.

“Ambil pisau, dek! Aku beli kue coklat!” seru Nisya penuh antusias.

Lagi-lagi Riko menggeleng, ia lalu mengambil pisau di dapur dan pada saat yang bersamaan, Nia keluar dari kamar dengan sedikit terpontang-panting memegangi kepalanya. Azh dan Nisya yang tadinya bersenda gurau menjadi terkejut, tiba-tiba diam.

“Oh, kau sudah bangun?” Riko nampak biasa saja, sedangkan Azh dan Nisya melirik heran.

“Iya, maaf mengganggu.” Nia membalik kembali masuk ke kamar.

“Itu bukannya si Nia?” Nisya menunjuk kearah kamar tamu.

“Iya.”

“Nia siapa?” tanya Azh tidak mengenali perempuan barusan.

“Bukannya dia sudah menikah?” Nisya mengheran.

“Iya, tapi baru saja bercerai.”

“Siapa yang bercerai?” tanya Azh lagi tak dihiraukan.

“Terus, Nia di sini buat apa?” Nisya menunjukkan mimik tidak suka.

“Aku menampungnya sementara,” ungkap Riko.

Cinta & TahtaWhere stories live. Discover now