BAB 9

367 28 0
                                    

Motor Ethan menepi di minimarket. Rena cukup terkejut, mempertanyakan kenapa cowok itu kembali memasuki minimarket.

"Tadi lupa beli rokok."

Begitulah kata Ethan.

Rena tidak bisa mengeluh. Ethan dan kehidupan liarnya memang seperti itu. Tidak jauh-jauh dari rokok, vape, berantem, dan segala hal rebel lainnya. Awalnya ia tidak terbiasa berdekatan dengan cowok liar. Beragam ketakutan sempat menyebabkan jarak di antara mereka. Namun seiring masalah yang dilalui, perlahan Rena memahami Ethan.

Ketika Ethan keluar dari minimarket, cowok itu sudah membuka bungkusnya untuk mengambil sebatang. Sebelum mendekati Rena, Ethan menyalakan rokok dan menghisapnya dalam. Asap langsung mengepul keluar, oleh Ethan diarahkan berlawanan dari Rena. Istimewanya Ethan adalah ia masih menghargai perempuan meskipun liar. Hal yang membuat Rena terpana sejak dulu.

Rena menipiskan bibir melihat Ethan mendekat. Ia duduk menyamping di atas motor. Matanya memerhatikan jalanan ibu kota yang masih ramai. Dengan angin malam berhembus cukup dingin.

Ethan duduk di samping Rena, agak memiringkan tubuh menghadap gadis itu. Pandangan mata Rena yang masih redup membuat Ethan bertanya. "Kenapa, Na?"

Rena diam. Matanya melirik sebungkus rokok dalam genggaman Ethan.

"Jay?" tanya Ethan menebak.

Rena menggeleng. Matanya masih menatap rokok.

"Si anak baru itu?"

Kali ini Rena menghela napas berat. Gadis cantik itu menunduk sesaat, lalu mendongak menatap Ethan intens.

"Rokok memang sehebat itu, ya?"

"Hm?" Ethan terdiam sesaat, matanya sedikit melebar. Tersentak melihat raut wajah Rena seolah berniat mencoba sesuatu yang tak seharusnya dicoba.

"Semua cowok bilang rokok bikin lega," kata Rena pelan, "tapi rokok nggak bikin masalah lo selesai."

"Lo udah tau, Na," jawab Ethan gamang, "masalah nggak bisa selesai karena ngerokok. Tapi, lo bisa cari jalan keluarnya saat ngerokok karena perasaan lo jauh lebih tenang."

"Gue mau," kata Rena frontal, menjulurkan tangan pada Ethan yang kemudian segera ditepis dengan lembut.

"Nggak," tolak Ethan tegas.

"Kenapa? Gue punya masalah, gue bingung ngatasinnya gimana," kata Rena memaksa.

"Nggak gitu, Na. Banyak pelarian lain selain rokok."

Rena menelan ludah, membuang muka.

"Lo sudah mutusin buat terima Jay. Kenapa lo harus mikirin anak baru itu?" tanya Ethan dengan suara selembut mungkin.

"Nggak tahu. Rasanya gelisah aja."

Ethan memperbaiki posisi duduk di atas motor. Sedikit mendongak sembari menghisap rokoknya, ia menatap langit malam. "Kalau hati lo masih gelisah saat ketemu anak baru itu berarti hati lo masih terbuka buat dia."

"Maksud lo gue masih klik ke dia?" tanya Rena agak tersinggung.

"Lo gelisah, Na," lanjut Ethan membuat Rena tertegun.

"Lo nggak bakal gelisah kalau lo memang tutup hati buat dia. Buktinya sekarang lo gelisah sampai-sampai keluar begini malam-malam," kata Ethan membuat Rena melirik, "gampangnya gini. Gue mantan lo. Lo bisa cepat tutup hati buat gue buat terima Jay. Sekarang gue di samping lo, lo nggak gelisah sama sekali, kan."

Rena terdiam. Meresapi tiap ucapan Ethan.

"Lo harus damai dulu sama hati lo," lanjut Ethan kini menunduk, membuang rokoknya yang masih sisa setengah demi memandang wajah sendu Rena, "ayolah, Rena yang gue kenal bukan seperti ini. Lo bisa atasin ini. Lo cuma butuh waktu."

Black DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang