BAB 42

215 20 1
                                    

Satu minggu berlalu sejak Rena pergi dari rumah sakit, mendengarkan seluruh pesan suara Zack dan menangis sesenggukkan untuk kedua kalinya. Kini, cewek berambut panjang itu tampak lebih baik dari sebelumnya. Muka datar, tatapan datar, dan tidak ada kesan ramah-ramahnya. Kembali menjadi Renesmee Hudaya yang dikenal seluruh murid Husada.

Ari adalah orang pertama yang menyadari Rena telah 'kembali'. Cowok itu masih suka mencuri lirik pada Rena, memastikan tiap sisi wajahnya. Ia juga tidak pernah absen untuk memerhatikan Rena sepulang sekolah. Memastikan dengan siapa cewek itu pulang. Semua Ari lakukan selama dua bulan sejak ia memutuskan untuk memberi jarak. Tanpa perlu Rena tahu, tanpa perlu semua orang tahu bahwa betapa dia masih sangat peduli.

Mungkin Fallensia Ariel Mildan adalah satu-satunya cowok terbucin yang ada di Indonesia atau bahkan dunia. Melemparkan hatinya secara utuh pada seseorang yang tidak akan pernah membalas perasaannya. Menghabiskan seluruh waktu dan tekadnya hanya untuk satu perempuan. Dan sekarang masih menyisihkan sedikit waktunya untuk memberi perhatian kepada perempuan yang sama.

Ari sungguh bodoh, namun tidak merasa menyesal.

Hari ini adalah hari kedelapan. Ari kembali melayangkan lirikan ke arah Rena yang sedang duduk di salah satu meja kantin bersama ketiga temannya. Pemandangan langka yang mungkin hanya terjadi tak lebih dari lima kali dalam satu semester.

Ari suka melihat Rena berbaur ke dalam lingkungan pergaulan remaja di sekolah. Rasanya cewek itu tampak lebih manusiawi dan terkesan lebih mudah didekati.

"Eh, buset!" jerit Jekey histeris membuat lamunan Ari langsung buyar.

Ari menoleh dengan umpatan pelan, tak lama matanya melotot melihat sebotol soda sedang memuntahkan isinya di tengah meja. "Anjrit, kapan sih lo jadi orang pinter?" hujatnya spontan pada Jekey.

Jekey langsung mengumpat. "Bukan gue, anying. Kelakuan Arthur masukin Mentos!"

"Terserahlah, bangsat," hujat June emosi, duduk dengan tidak nyaman melihat soda meluber membanjiri meja, "beresin."

Kedua tangan Jekey mengacung ke atas. "Gue suci, gue nggak ngapa-ngapain, gue anak remas."

"Anak remas dari perguruan mana yang ketawanya pake nyebut-nyebut kutang cewek?" celetuk Bobi seraya melempar gumpalan tisu kotor ke arah Jekey.

"Dosa lo udah nggak ngadi-ngadi, masih lo tambahin lagi pake dusta," Zack geleng-geleng kepala, menyantap mie ayam dengan terpaksa memegang mangkuk. Tidak memakai meja.

Ari menggeram kesal. "Cot, cepet beresin mejanya, aelah. Gue mau makan!"

June menyambar pundak Arthur, membuat cowok itu langsung mengaduh kesakitan. "Apa salah adek, mas?"

"Meja, woi, meja. Lo kira enak makan nggak pake meja?" sahut Zack emosi.

"Ck, jangan kayak orang susah, dong. Meja lo nggak kena soda, njir," omel Arthur, masih keras kepala tidak mau membereskan hasil ulahnya.

Zack melotot. "He, lo yang berulah lo yang beresin. Beresin!"

Jekey memutar badan ke belakang dengan menggenggam semangkuk mie ayam. Cowok itu mulai melahapnya dengan damai meskipun menjadi pusat perhatian karena posisi makannya yang tanpa meja. June jadi bergeser, bertukar tempat dengan Zack yang bernasib sama seperti Jekey. Tidak lama, Ari ikut bergabung. Membuat tiga cowok itu makan seperti di pinggir jalan dengan tidak elit sama sekali.

Bobi dan June pergi untuk membeli makan lagi setelah June menghabiskan sepiring siomay. Menyisakan Arthur dengan segala kesendiriannya. Cowok berahang tajam itu jadi mendecak dan mengumpat melihat perlakuan teman-temannya. Akhirnya, mau bergerak membersihkan tumpahan soda.

Black DressWhere stories live. Discover now