١۰

118K 7.5K 38
                                    

Pagi ini kulakukan apa yang telah kulakukan juga di hari-hari sebelumnya. Aku mulai menyiapkan semua keperluan Mas Devin. Ya, terhitung sudah seminggu aku menjadi istri majikanku itu. Jadi, sudah selama seminggu juga aku hidup bersamanya dan juga menyiapkan semua keperluannya. Dan jangan lupakan juga, satu minggu pula aku menerima kemarahannya karena aku tidak mau mendengarnya untuk tetap diam dan tidak perlu melakukan hal apapun juga.

Bukan hanya di pagi hari tapi setiap malam juga ketika ia pulang kerja. Aku juga menerima kemarahannya karena aku tetap menunggunya pulang jam berapapun itu. Aku belum pernah melewatkan satu malam pun tanpa menunggunya pulang dan bertanya apakah dia sudah makan atau belum.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi tapi aku belum juga melihat Mas Devin keluar dari kamarnya. Atau mungkin Mas Devin belum bangun?

Aku berniat membangunkannya dan meletakkan semua kegiatanku. Tapi belum sampai aku melangkahkan kakiku ke atas, Mas Devin sudah menuruni tangga dengan pakaiannya yang sudah rapi. Dan tentu saja dengan kebiasaannya yang melihat ponsel sambil berjalan menuruni tangga.

"Mau sarapan pake apa Mas?" tanyaku sebelum Mas Devin duduk.

"lo tuh gak punya kuping apa gimana sih?! Gue kan udah bilang, gak usah nglakuin hal yang gak perlu lo lakuin!" jawab Mas Devin yang sangat tidak menjawab pertanyaanku.

"saya__"

"Ningsih... Ningsih... " panggil Mas Devin pada Mba Ningsih dengan memotong ucapanku.

"Ningsih!" panggil Mas Devin lagi sambil melirik tajam padaku.

"Ningsih... Ijah.. " panggilnya lagi.

"Mba Ningsih sama yang lainnya udah gak kerja di sini lagi Mas." jawabku menghentikan Mas Devin yang sepertinya sudah mulai kesal.

"apa?!" ucapnya.

"maksud lo apa?" lanjutnya.

"mereka.. mereka.. "

"apa? Lo mau ngomong apa? Lo mau bilang kalo lo berani pecat mereka?! Iya?! Mereka kerja sama gue, jadi lo gak berhak atas mereka. Dimana mereka sekarang?!" ucap Mas Devin lagi-lagi memotong ucapanku. Sepertinya dia benar-benar marah sekarang.

"heh! Jawab!"

"mama yang pecat mereka." sahut Ibu mertuaku.

Ya, itu benar. Memang beliau lah yang melakukan ini. Selama seminggu aku menikah dengan Mas Devin, tak jarang Bu Sandra menengokku. Bahkan sekarang aku tidak lagi memanggilnya Bu Sandra tapi mama. Sama seperti anak Bu Sandra yang lain.

Sampai kemarin Mama menanyakan kepada semua asisten di rumah ini, apakah Mas Devin sering memarahiku. Tentu saja mereka tidak mau menjawab pada awalnya, tapi Mama tetap memaksa agar mereka mau mengatakan yang sebenarnya. Saat itu juga mama memutuskan untuk tidak lagi memperkerjakan mereka semua.

Tentu saja aku terkejut dengan keputusan mama itu. Aku langsung tidak menyetujuinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hidup mereka kalau mereka tiba-tiba dipecat dari sini hanya karena aku.

Tapi mama bilang, mereka bukan dipecat tapi dipindah kerjakan di usaha mama yang lainnya. Aku lega mendengarnya. Dan sekarang giliran kemarahan Mas Devin yang membuatku cemas.

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang