Budhe Ambar

2.6K 233 17
                                    

Hai!
Selamat menunaikan ibadah puasa buat kalian yang menjalankan.
Tetep stay at home ya, kita ikuti instruksi pemerintah demi keamanan dan kesehatan bersama.

Yow wis monggo sami di baca


"Mel bantuin bunda petik sayur dikebun belakang to nduk!" Melati yang asik leha-leha di depan televisi memasang mode kuping tebal.
"MEL!!" Melati menpoutkan bibir mungilnya, "apaan sih bun! Mel lagi nonton gosip rapi amat nih!" Balas Melati.

"Mel cepetan! Nanti keburu Budhe Ambar dateng!" Teriak Kirana.

UHUK!!

melati tersedak keripik tempe yang tengah ia kunyah, "uhuk- uhuk! Bun! Uhuk a... tolongin uhuk-uhuk," Melati menepuk nepuk dadanya.

"Eh ya allah kenopo nduk!" Kirana yang melihat melati terbatuk kesetanan panik bukan main.

Dughhh

"Hukk!" Remahan keripik tempe yang tak bisa dibilang kecil keluar dari mulut anak gadisnya. "Kamu makan hati- hati, kok bisa keselek keripik," Melati menatap horor bundanya. "Bun!" Melati menatap Kirana. "Bun tolong, jelasin maksud kata kata keramat bunda. Ini bukan malam jum'at keliwon kan? Kenapa si budhe kesini".

Kirana menoyor anak gadisnya itu.
"Hush sembarangan! Kamu kira Budhe Ambar itu kuntilanak, yang setiap jum'at keliwon nyariin mas pocong," Kirana menatap garang Melati. Sudah menjadi rahasia umum jika anak gadis dan kakak kandungnya itu merupakan musuh bebuyutan sejak melati masih sering ngompol.

"Bukan kuntilanak, tapi Budhe Ambar itu jailangkung. Tuh buktinya ga ada diundang kenapa pula dateng ke rumah!" Kirana mengibaskan tangannya.
"Wes wes gausah kebanyakan rencana dan wacana. Gih petikin itu sawi sama terong di belakang. Jangan lupa petik cabe juga, tapi gausah manjat manjat pohon mangga!" Kirana berjalan menjauhi Melati yang sudah bersiap menentang titah sang bunda.

"Wes nang ndi-ndi ncen seng jenenge Budhe Ambar ki marai wong susah, semprul emang!"
(Wes dimana-mana memang yang namanya Budhe Ambar itu bikin orang susah, semprul emang)
Melati melangkahkan kakinya berat menuju halaman belakang. Bisa gawat kalau saja titah ibunda ratu tidak segera direalisasika. Apalagi ini masih wilayah kekuasaan mutlak sang bunda, sebagai hamba sahaya yang tak berdaya. Menuruti dengan setengah hati adalah pilihan yang tepat dari pada harus berurusan dengan sekolah kepribadian kraton.

"Ijo ijo ngene kiye ono uler pora  ya?"
(Hijau hijau begini ada ulatnya ga?)
Melati tampak mengintip diselah dedaunan sawi. Dirinya terlanjur trauma dengan makhluk kecil yang semok dan tampak menggemaskan ketika bergerak pelan dari satu daun muda ke daun lain.

"Eh lah kan, bener udah gw dugong pasti si semok ijo itu asik bersantuy ria diatas sayur kesayaan mak bapak gw!" Melati sudah mulai merasakan bulu kuduknya meremang.

"Ck awas ae, tak kerjani kowe ko!"
(Ck awas aja, kamu ku kerjain nanti!)
Melati menatap sebal kearah ulat hijau yang asik bersantai dengan gaya seksinya. Membuat melati merasa iri berkepanjangan.
Dengan ranting pohon tak jauh di dekatnya, melati perlahan lahan menyingkap daun sawi tersebut.

"Mbk ulet yang seksoy bahenol macam pantat bu nindya mohon ya, menyingkir terlebih dulu dari hadapan perawan tepos ini. Takut kalo jejaka sebelah rumah lebih tertarik sama dirimu yang paling semok," setelah berhasil mengangkat ulat hijau besar itu.

Melati mengamati ulat yang asik bergelung di ujung ranting. Sesaat kemudian, sebuah bolam menyala diatas kepalanya.

"Aha! you is very smart jasmine!" Menjentikkan jari kirinya, melati menatap miring kearah ulat itu.

"Sorry ya mbk let, kamu harus ketemu si sanggul semangka. Tolong balaskan dendam adinda yang membara ini mbakyu mbok" melati bermonolog pada ulat tersebut.

***

Ting tong

"Assalamualaikum!" Teriak seseorang daru luar rumah. Melati sudah hapal diluar kepala siapa pemilik suara cempreng itu. "Bukain pintu gih, sakit kuping ayah lama-lama" Bagas menyuruh putrinya yang asik menyantap mangga itu. "Kok mel sih ya, ayah aja sana" melati memasukkan potongan mangga.

"Kamu ayah ini ayah kamu," Bagas kesal,
"Lah yang bilang ayah itu ayahnya si maemunah siapa!" Jawab melati tak kalah sewot. "Sudah sana cepet bukain, sebelum budhe kamu kirim 100 pelatih kepribadian," Melati meletakkan garpu ditangannya. Ancaman yang sama, selalu saja menjadi senjata anadalan. Entah itu eyang kakung, bunda bahkan ayahnya sendiri.

Ting tong

Melati menatap horor kearah Bagas, sedangkan Bagas terkekeh pelan.
"Dasar bocah gemblung," gumam Bagas.

Sringgg

Bagas menengok kearah samping, ia  hampir saja terjengkang saat sebuah spatula mengarah tepat dilehernya.
"Ulangin yah," tatap wanita didepannya. "Eh bunda, sudah selesai masaknya?" Tanya Bagas sambil berusaha mencari pertolongan. Kirana yang melihat gelagat sang suami menatap tajam kearah Bagas.

Kirana mencondongkan badannya. "Nanti malem ga ada jatah! Kalo perlu tidur diluar," wajah kuning langsat Bagas mendadak berubah sewarna bulan purnama.

"Gemblung-gemblung gitu dia juga hasil bibit kamu, kalo dia gemblung berarti udah dari bibitnya yang kualitas perlu dipertanyakan," Kirana menatap sinis suaminya itu.

"KAMU INI RAN, mbkyumu ini sampe capek berdiri depan pintu kok ga dibukak bukakin pintunya," Kirana langsung menoleh kearah kakak pertamanya, senyum langsung tersungging di wajah cantiknya. "Dingapunten mbk, aku lagi masak teng pawon. Ini lagi mau bukain pintu, eh mbkyu sampun mlebet"
( maaf kak, aku sedang memasak didapur. Ini lagi mau bukain pintu, eh kakak sudah masuk)
Kirana dengan senyum manisnya.

Tak diragukan dari mana Melati mendapat senyum yang amat manis kalo bukan dari ibu negara.
Melati menatap ayahnya yang duduk dengan muka pucat dan tampak menahan napas. Melati menaikkan alisnya saat sang ayah menatapnya dengan raut seakan baru saja tertimpa tangga.

"Ayo mbk mlebet, aku sudah masak makanan spesial, begitu mbk ngabari mau datang," Kirana menarik kakanya menuju ruang makan.
Sedangkan Melati memasang senyum jahat menatap kepergian sang bunda dan budhe sanggul semangka.

Tatapan Melati beralih kepada ayahnya setelah kedua wanita itu menghilang di balik pintu dapur.
"Kenapa yah?" Tanya Melati.
"Bapakmu gek ketiban duren limang trek",
(Bapakmu baru kejatuhan durian lima truk)
Jawab Bagas lesu.

"Wassalan dong yah?" Jawab Melati polos.
"Oo pancen bocah ge-"

Ekhem

"Ayo makan!" Bagas menelan kata-katanya dengan berliter saliva. Meringis kearah sang istri yang akan menciduk untuk yang kedua kalinya.
"Yok bund, biarin tuh bapak-bapak nanti malem ngeronda keliling kecamatan," Melati merangkul Kirana, saat mereka berjalan menjauhi Bagas. Melati menoleh kebelakang sambil memeletkan lidahnya.

"Bocah gemblung" ups.. Bagas menutup mulutnya yang terus mengucap kata keramat itu. Cukup malam ini saja jatah sesajennya ga turun, kalau istrinya sampai mendengar ucapannya lagi. Sudah dipastikan untuk seminggu kedepan dirinya positif akan mengikuti ronda malam demi menjaga keamana dan ketentraman jaminan hidup masa depannya.

"Wes nasib- nasib! Ini tiga perempuan kok jadi satu ruangan, semoga setelah ini perabot rumah masih utuh tanpa ada perang dunia ketujuh" Bagas melangkah lesu kedalam ruang makan.


=====================================

Yak matur suwun,
Yang udah baca makasih banget.
Jangan lupa aku tunggu komen kalian, semoga kalian suka ya.

Khe khe khe

Advanture MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang