Sheet 38: Expecting the Same

1.3K 246 20
                                    

Welcome to The A Class © Fukuyama12

Genre : Coming of Age

.
.
.

Sheet 38: Expecting the Same


.
.
.

Dengan rambut yang masih belum tersisir rapi dan gigi yang belum disikat, gadis berambut gelombang kecokelatan itu dikejutkan dengan keberadaan seseorang. Ruang keluarga di lantai satu itu terlihat berantakan karena banyak barang asing yang berserakan di sana.Sophia berlari dengan cepat menuruni tangga dan melompat pada sesosok wanita yang saat ini ia rindukan. Wanita itu balas memeluk keponakannya erat. Suara kekehan terdengar dari mulutnya. Pekerjaannya sebagai seorang wartawan televisi internasional membuatnya jarang berada di rumah."Kupikir Bibi tidak akan pulang hari ini!" seru Sophia dengan wajah berbunga-bunga."Kupikir juga begitu. Tapi atasanku bilang aku bisa ambil libur beberapa hari," cerita Mrs. Aismount. "Sayang sekali kau tidak bisa mengunjungi kakakmu kali ini. Ah, kau harus lihat oleh-oleh yang aku belikan untukmu!"Sophia duduk di dekat bibinya yang sibuk menunjukkan barang-barang unik yang dibelikannya untuk Sophia. Wanita itu tidak punya anak untuk dibelikan sesuatu seperti itu. Saat ia mengetahui bahwa Sophia akan tinggal di rumahnya hingga anak sulung kakaknya sembuh, ia senang bukan main.Mrs. Aismount memang jarang berada di rumah, tetapi ia cukup sering berkomunikasi dengan keluarganya melalui telepon. Semenjak ada Sophia, ia juga jadi lebih tenang saat pergi meninggalkan suaminya untuk bekerja. Ia tidak perlu menyewa pembantu untuk mengurus rumahnya atau menyediakan makanan. Sophia mengambil alih semua pekerjaan itu. Benar-benar anak yang baik."Berapa lama Bibi akan ada di sini?""Kau pasti akan terkejut mendengarnya!" Mrs. Aismount meminta Sophia untuk medekat kepadanya seolah-olah percakapan ini adalah percakapan rahasia. "Aku akan ada di sini selama dua minggu!"Sophia terkejut dan bersorak senang. Sementara itu, Mrs. Aismount ikut tertawa senang. Sophia tidak perlu lagi menginap di luar saat Mr. Aismount ada di rumah. Ia juga bisa tidur dengan nyenyak tanpa harus mengecek pintu kamarnya sudah terkunci atau belum.Gadis itu merasa jika ia sangat bebas sekarang. Tentu saja ia tidak menceritakannya. Keberadaan wanita itu di sisinya saja sudah cukup baginya. Untuk saat ini, setidaknya Sophia berpikir jika rumah ini akan terasa sedikit lebih aman daripada biasanya.---Mata uniknya menatap kucing yang sedang makan itu dengan tanpa berkedip. Sage keheranan dengan tingkah kucing itu yang memakan makanannya dengan lahap. Ia kesal. Bukan, bukan karena kucing itu memakan makanannya, tetapi karena kucing itu lebih memilih makanan yang diberikan oleh Sive. Ya, benar. Saat ini ia hanya berdua saja dengan Sive.Kejadian itu bermula pagi tadi, sekitar pukul sembilan lebih, Sive tiba-tiba saja datang tanpa sepatah kata pun. Sage cukup terkejut saat melihat rekannya tiba-tiba saja berdiri di sampingnya yang sedang duduk di lantai dengan menatap kucing belang tiga itu.Sage menatap Maico bukan tanpa alasan. Ia memberikannya semangkuk makanan konsentrat saat hewan itu mengeong nyaring di depan mangkuknya. Namun setelah itu, Maico hanya mengendusnya dan berlalu begitu saja. Lalu, Sive tiba-tiba saja bergerak dan memberikan makanan yang sama kepada Maico dan kucing itu memakannya dengan lahap.Sage terkejut dan tidak tahu apa penyebab kucing itu tak mau memakan makanannya. Tidak sampai di situ saja, Maico pun sering kali menghindar saat ia berusaha menyentuhnya. Namun hal ini sudah biasa terjadi, jadi ia tidak terlalu memikirkannya. Ia sudah terbiasa.Padahal aku yang memberikanmu nama, batin Sage agak kesal. Laki-laki itu berdiri dan membiarkan Sive seorang diri dengan kucing itu. Sementara itu, ia duduk pada kursi makan, di hadapannya terdapat high-tech piano berwarna hitam penuh. Kucing itu mengganggunya saat ia sedang memainkannya tadi.Suara terdengar saat Sage menekan salah satu tutsnya. Ia membawa piano ini dari rumahnya tadi malam dan baru memainkannya pagi ini. Jika ada yang bertanya seberapa penting benda itu dalam kehidupannya, maka Sage akan menjawab 'tidak terlalu penting, tetapi benda ini spesial'.Pada hari setelah hari ulang tahunnya, ia menemukan benda itu di atas meja. Terbungkus oleh sebuah kertas bermotif kotak berwarna hijau dengan pita berwarna senada. Ada kartu ucapan di dalamnya saat ia membukanya. Sage terkejut, bukan hanya karena hadiah itu yang tiba-tiba saja ada di kamarnya, tetapi juga karena betapa mahalnya benda itu. Harganya ribuan dolar karena benda itu merupakan bentuk inovasi baru. Sage berniat membelinya saat uang tabungannya cukup atau saat harganya sedang turun drastis. Namun, benda itu sudah ada di kamarnya dan betapa senangnya ia saat tertulis nama pria bermarga yang sama dengan dirinya sebagai pengirim.Sage tentu saja menyukainya, tetapi jika ia bisa memilih, maka ia akan lebih senang jika si pengirim memberikannya dan mengucapkannya secara langsung kepadanya. Ia merindukannya, tentu saja."Kau akan memainkannya?"Sage tersentak dan otomatis menoleh pada Sive yang bertanya. Ia terkejut mendengar suara Sive yang tertuju kepadanya, ini adalah sebuah hal yang langka. Sage tersenyum canggung dan balik bertanya, "Mau mendengarkannya?"Sive menjawab dengan gumaman dan anggukan pelan. Sage sedikit bingung dengan keputusan Sive meskipun ia sendiri yang menawarkannya. Pada akhirnya, ia menurutinya dan mulai menekan tuts hitam itu.Itu lagu Twinkle Twinkle Little Star. Hanya lagu itu yang keluar dalam pikiran Sage. Ia seperti tidak punya banyak waktu untuk berpikir dan langsung memilihnya. Lagipula, Sive juga tidak akan berkomentar apapun."Itu lagu yang bagus," puji Sive, tetapi tetap dengan wajah tanpa ekspresinya."Terima kasih," balas Sage dengan tersenyum. Tatapan Sage tertuju pada makhluk berbulu yang berputar-putar di kaki Sive dan beberapa kali mengeluskan kepalanya ke celana jeans yang dipakai pemuda itu. "Dia benar-benar menyukaimu, ya?"Sive mengangguk. "Dia tidak menyukaimu."Sage tersenyum dengan khasnya, menyembunyikan rasa sakit mendengar ucapan jujur Sive. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena sudah repot-repot memberitahukannya kepadaku.""Sama-sama?" Jawab Sive dengan ragu. Sive bingung karena mendengarkan ucapan itu dari Sage. Ia tidak tahu apakah perkataan yang ia ucapkan sebelumnya memang pantas untuk diberi ucapan 'terima kasih.Bayangan di ruang tamu menarik perhatian Sive dan membuat Sage penasaran. "Aku harus pergi, ibuku menunggu," ucap Sive."Ah, biarkan aku memberi salam kepadanya," pinta Sage dengan bersemangat. Ia suka bertemu dengan orang-orang baru.Sive mengangguk dan berjalan keluar disusul oleh Sage. Di depan rumah itu, terdapat seorang wanita dengan kunci mobil di tangannya. Wanita itu berdiri, sedikit terkejut dengan kehadiran pemuda asing di belakang anaknya. Namun, ia tetap tersenyum hangat dan menyambut keduanya."Oh, kupikir kenapa Sive lama di dalam. Apa kau temannya?" tanya Mrs. Shamrock dengan ramah.Sage tersenyum lebar. "Ya, saya teman sekelasnya, Sage Autumn. Suatu keberuntungan dapat bertemu dengan Anda."Mrs. Shamrock tertawa mendengarnya. "Kau pandai merayu, ya? Wajahmu sepertinya juga tidak asing. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"Itu pertanyaan yang tidak asing di telinga Sage. "Saya yakin ini pertama kalinya bertemu dengan Anda.""Ayo, pulang," ajak Sive tiba-tiba. Ibunya seperti melupakan tujuannya menjemput Sive."Kau benar. Kita harus pulang. Terima kasih banyak karena sudah berteman dengan Sive. Sampai jumpa, Autumn. Jaga kesehatanmu, ya?"Wanita itu berbalik bersama dengan anaknya. Sage melambaikan tangannya dan tertegun ketika melihat betapa akrab keduanya. Mrs. Shamrock mengelus kepala Sive dengan hangat dan mengucapkan beberapa pujian kepadanya.

Tatapan keibuan milik wanita itu tidak dapat diutarakan dengan kata-kata menurut pikiran Sage. Jika ia boleh jujur, ia berharap mendapatkan hal yang sama dari ibunya.

Follow Ig ku untuk info lainnya: @ fukuyama_12

Welcome to Class ADove le storie prendono vita. Scoprilo ora