7

3.6K 500 27
                                    

"Saya harus balik ke kantor."

Jeongguk beranjak dari sofa. Ambil ponselnya yang ada diatas meja. Lirik arlojinya sekilas, sudah tunjuk angka 4. Tatap daun pintu berwarna putih di lantai dua yang diketahuinya sebagai kamar Taehyung.

"Loh, kamu kenapa cepet-cepet mau balik?" Jennie kerutkan dahi tak mengerti. Baru beberapa menit mereka mengobrol, tunangannya sudah mau pulang saja.

Jeongguk hela napas. Onyx gelapnya kembali tatap wanita di hadapannya, "Saya mesti urus laporan anak buah saya. Mau ada projek besar juga." jawabnya.

Tidak bohong, Jeongguk memang mesti mengurus laporan yang bertumpuk. Tapi, his actually reason is—ia datang hanya ingin bertemu dengan calon adik iparnya.

Jennie beri anggukan lesu. Berdiri kemudian bergerak mendekati tunangannya. Jeongguk yang melihat masih pasang tatapan datar. Begitu tau kalau tunangannya ingin beri pelukan, Jeongguk ambil langkah mundur.

"Maaf, saya buru-buru." ujar Jeongguk cepat. "Saya pamit. Salam buat orangtua dan adik kamu."

Jennie yang melihat hanya balas dengan anggukan. Biarkan Jeongguk pergi. Perasaannya resah.

"Kenapa susah banget sih, dekatin kamu, Jeongguk?"

Kasar empaskan badan pada kursi kerja, tatap langit yang mulai memerah dari kaca besar ruangannya. Berusaha pijat dahinya sebisa mungkin untuk kurangkan pening. Dongkol dengan pekerjaan anak buahnya, gusar dengan perkataan Bunda-nya lewat telepon barusan mengenai pertunangannya. Buyar semua.

Teringat bayangan Bunda-nya tadi menelpon; saat ia mengecek beberapa laporan. Beri kode pada sekretarisnya untuk menunggu diluar sebentar.

"Bunda tadi sudah telepon Mama-nya Jennie, keluarganya setuju kalau minggu ini acara pertunanganmu digelar." Jelas Bunda-nya dari seberang. Nadanya terdengar senang. "Besok kamu fitting baju dengan Jennie, ya? Pastikan jadwal kamu kosong."

"Bun, kenapa Bunda nggak ngomong dulu sama abang soal acaranya?" Putra keluarga Jeon itu tampak mengeluh; dahi mengerut dan tangan yang mulai bergerak gusar. "Yang mau ditunangkan itu abang, kenapa Bunda nggak tanya dulu sama abang?"

"Bunda nggak mau kamu repot. Udah, kamu nggak perlu urus ini itu. Besok fitting baju aja, udah ada event organizer yang mengurus pestanya. Bunda sudah atur." Bundanya beri penjelasan. Terdengar memaksa.

Punggungnya sudah bersandar pada badan kursi, "Bun, Bunda sendiri tau abang belum begitu dekat sama Jennie." Nadanya terdengar datar. "Mau dipercepat juga, ujungnya pasti nanti batal—lagi. Seperti sebelum-sebelumnya."

Hening sejenak pada sambungan telepon. "Makanya Bunda mau kali ini yang terakhir. Bunda mau kamu serius dengan Jennie. Apa kurangnya? Dia cantik begitu, sopan. Cocok untuk dijadikan istri, Jeongguk."

"Iya, tapi bukan berarti dia terbaik buat abang." Jeongguk helakan napas. Mulai terdengar lelah. "Abang tau Bunda mau carikan pendamping terbaik buat abang. Tapi, kalau hanya modal cantik dengan sopan apa bisa, Bun? Itu luarnya aja, Bunda."

"Bunda yakin kamu ngomong begitu karena memang sedari awal nggak tertarik dengan Jennie." Bundanya helakan napas. "Bunda yakin Jennie anak baik-baik. Bunda mau kamu serius sama Jennie, Jeongguk."

Kepalanya terasa pening. Tahu kalau Bunda-nya akan tetap memaksa. Percuma debat. Buang tenaga adanya. "Abang masih mau urus laporan, Bunda."

"Jangan alihkan pembicaraan, Jeon—"

"Maaf, Bunda. Tapi, kerjaan abang memang lagi banyak. Abang tutup teleponnya." Segera matikan begitu mendengar Bunda-nya mulai teriakkan namanya.

Balik ke realita, Jeongguk masih ditemani laporan anak buahnya yang menumpuk. Sekretarisnya sedari tadi berdiri diam menatapnya. Mungkin paham kalau atasannya sedang dalam masalah. Tahu soal rumor pertunangan bos-nya.

"Jadi ditunangkan, bos, dengan perempuan yang waktu itu kesini?"

Jeongguk terdiam sedikit lama, "Iya. Minggu ini acaranya." Terdengar dingin, juga enggan.

"Mau pulang aja, bos?" Tanya sekretarisnya. Wajahnya sedikit kaku untuk seorang sekretaris, namun kompeten. Alasan Jeongguk menerima pemuda yang lebih muda sedikit darinya. "Biar saya handle sisanya."

Segera bangkit dari kursi, ambil jas dan tas kantornya kasar. Berjalan cepat menuju pintu, "Tolong email semua sisa laporan yang belum saya cek jam 8 malam ini, Eunwoo." Abaikan balasan sekretarisnya, langsung keluar untuk pulang.

Bayangan akan berendam di bathub juga rebahan diatas kasur buat Jeongguk semakin ingin cepat sampai ke apartemen.

[]

hayu, gimana tuh? HAHA.
seamangat puasanya, sayang!💕

hardWhere stories live. Discover now