12

4.5K 563 71
                                    

"M—mas, mau bicara apa?" Taehyung mainkan ujung sedotan jus stroberi yang baru saja ia pesan-traktiran calon kakak iparnya, tentu saja. Demi Tuhan, sebenarnya dia gugup. Calon kakak ipar—rangkap kedudukan sebagai gebetannya itu terlewat tampan.

Lelaki dihadapannya berdeham sebentar, beri senyum tipis. Manik gelapnya teduh menatap Taehyung; buat yang ditatap sedikit merona, makin salah tingkah. "Saya tahu kamu hindari saya."

"Eh?" Terkejut, jelas. Tak menyangka kalau topik ini yang akan dibahas. Pikirnya, lelaki didepannya akan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kakaknya. "S—saya nggak hindari mas, kok!" jawabnya terburu—tepuk bibirnya pelan, merutuk karena nadanya barusan sedikit meninggi. "Mungkin, mas salah kira."

"Saya nggak salah kira. Semenjak saya lihat kamu di kafe waktu itu, kamu jadi hindari saya. Apa saya ada salah, Taehyung?" Lelaki didepannya hela napas, Taehyung tak enak.

Jemarinya tertaut, bingung ingin jawab apa. Tak mungkin jujur kalau menghindar karena ia menyukai calon kakak iparnya itu. Kepalanya tertunduk, sumpah mati dia tidak ada terpikir mesti menjawab apa.

"Taehyung, hei. Nggak usah takut, kalau memang belum mau jawab nggak apa-apa." Jeongguk pasang senyuman, tahu kalau Taehyung belum berani menjawab pertanyaannya. "Kita pesan makan aja, ya."

Prasangka buruk terlintas di kepala Taehyung kalau tunangan kakaknya itu diam-diam bipolar. Taehyung baru lihat sisi diluar kakunya sosok Jeon Jeongguk kali ini. "Um-maaf, ya, mas." Taehyung meringis. "Maaf juga malah bikin repot mesti belikan makanan."

"Nggak perlu minta maaf, Taehyung." Tangan Jeongguk terangkat untuk panggil waitress. Ambil buku menu, lirik pemuda didepannya. "Kamu pesan apa?"

Yang ditanya pasang tatapan inosen, "Yang enak aja, mas. Saya nggak tahu soalnya." jawabnya pendek. Tidak begitu paham dengan nama makanan yang terlewat asing di resto mewah begini.

Jeongguk pasang senyum kecil, "Samakan dengan saya aja ya? Atau kamu mau coba semua?"

Taehyung jelas kaget, "Nggak!" suaranya terdengar memekik. Meringis pelan, dekatkan wajahnya pada Jeongguk untuk berbisik, "Makanannya mahal, mas."

Jeongguk rasakan sedikit jantungnya berdebar kencang karena jarak wajah Taehyung yang sedikit dekat; pikirnya, pemuda didepannya mulai bisa berlaku santai, lepaskan kekehan pelan, "Ya sudah. Samakan saja."

Selesai pelayan catat pesanan mereka lalu pergi, keduanya dilanda hening. Sisi lain Taehyung merasa bahagia-sangat malah, karena bisa makan berdua dengan mas crush-nya. Sisi satu lagi berkata, ia harus hentikan perasaan ini.

Jeongguk sedari tadi perhatikan pemuda didepannya yang sibuk tatap jalanan. Sengaja pilih tempat dekat jendela agar bisa lihat pemandangan di luar. Terlewat indah bentuk rupa pemuda didepannya, Jeongguk berani sumpah.

"Mas Jeongguk," panggilan dari Taehyung buat Jeongguk sedikit tersentak karena terlalu lama perhatikan rupa pemuda itu.

"Iya, Taehyung?"

Matanya bergulir resah, terlihat berpikir lama. "Um-mas Jeongguk mau ketemu saya cuma mau bicara soal yang tadi?"

Jeongguk menggeleng pelan. "Saya mau bicara banyak sama kamu." Pasang matanya melembut, pun nada suaranya. Taehyung semakin resah di tempat.

Kalau begini, bisa-bisa nggak jadi move on!

-

Rumah dalam kondisi sepi saat Taehyung masuk. Setelah pulang gunakan taksi—Jeongguk sudah tawarkan untuk mengantar, namun dirinya menolak dengan dalih saya nggak tau nanti kalau ditanya kakak mesti jawab apa.

Belum masuk ke kamar, dirinya sudah dihadang oleh si kakak yang menatapnya tajam. Astaga.

"Kamu darimana?"

"Ada urusan tadi diluar." Menjawab sekenanya-tak ingin beri penjelasan lebih lanjut. Apalagi ceritakan soal dirinya yang ditemui Jeongguk. Langkahnya ingin menuju kamar namun terhenti karena pertanyaan kakaknya.

"Sama siapa?" Jennie masih tak mau hentikan konversasi. Penasaran urusan apa yang dikerjakan adiknya. Berniat ingin jodohkan adiknya dengan salah satu rekan kerjanya—kalau memang urusan tadi soal pasangan.

Yang ditanya hela napas, "Ya jelas sama orang." jawab asal; lanjutkan langkah ke kamar dan tutup pintu.

Paksa pintunya terbuka, Taehyung hela napas lelah. Kakaknya kebiasaan. Kalau sudah ada mau, harus diladeni.

"Mau minta tolong apa, kak?" Kelewat hapal. Tanpa tatap wajah kakaknya; memilih untuk taruh tasnya di lantai dan rebahkan badan—memikirkan tugas apa saja yang harus ia kerjakan terlebih dahulu.

"Kamu nggak mau cari pasangan, Tae?" Jennie ikut rebah disampingnya. Sedikit menyamping untuk tatap wajah adiknya—kalau boleh jujur, rupa adiknya itu ethereal, seperti boneka, seperti anime. Buat dirinya sedikit iri—terkadang.

Taehyung sedikit mematung beberapa saat. Kakaknya tidak pernah tahu kalau dia tidak tertarik pada wanita. Kendalikan diri dengan pasang nada malas, "Nggak tau. Nggak kepikiran." —lagipula aku masih belum bisa lupain mas Jeongguk.

Senyum Jennie lebar terulas, "Kakak jodohin sama temen kakak mau, ya?"

"Kak, please, aku masih belum mau urus begituan." Taehyung balikkan badan, ingin tidur—tak ingin mengobrol dulu dengan kakaknya. Malam nanti harus habiskan waktu dengan bergadang demi kelarkan tugas.

"Ayolah, Tae, kakak pusing pikirkan kamu yang belum punya pacar." Bangkit dari kasur, tarik bahu adiknya keras. "Kakak carikan pacar, ya? Temen kakak banyak loh yang naksir kamu."

Taehyung melirik malas, "Kenapa kakak sibuk urusin aku yang nggak punya pacar? Kakak nggak mau urusin hubungan kakak sama mas Jeongguk yang nggak ada kemajuan?" nadanya terdengar santai. Namun terlewat jujur.

Taehyung kali ini berhasil buat kakaknya terdiam. Tanpa bisa beri perlawanan.

[]
halo? gimana kabar hari ini :)
kalo aku :

hardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang