8

3.7K 529 70
                                    

"Tae, antarkan aku fitting baju! Jeongguk bisa aja sudah menunggu disana!"

Taehyung sedari tadi tak henti mendengus. Ingin sekali meneriakkan berbagai umpatan pada kakaknya. "Kenapa nggak mas Jeongguk-nya aja, sih, yang antar kakak? Aku itu nanti ada kelas! Mau jalan juga sama Jimin!"

Jennie datang ke kamar Taehyung dengan marah, "Antar kakak kesana atau kakak nggak bakal kasih uang kuota ke kamu!"

Angkat bahu karena acuh, Taehyung membalas, "Yaudah, sih. Nanti aku minta Mama." Nadanya terdengar tidak peduli—setengah mengejek, juga. "Kok kayak orang susah aja."

"Taehyung!"

"Apa? Telepon mas Jeongguk aja sana. Dosen kelasku ini galak, kak, bisa minus nilaiku nanti. Lagian mas Jeongguk, kan, tunangan kakak. Pasti luangkan waktu, lah." Taehyung sedikit memekik. Beranjak dari kasur untuk ambil tas dan kunci motor untuk pergi ke kampus.

"Jeongguk jarang angkat teleponku, Tae." Suaranya terdengar lirih. "Dia itu sudah didekati, tau!"

Taehyung hela napas, teringat kalau masih memiliki nomor Somi di ponselnya. "Bentar, aku teleponkan Somi. Biar dia yang minta mas Jeongguk kesini buat antar kakak."

"Halo?"

Taehyung kembali terkejut. Bahkan hampir saja lemparkan ponselnya ke lantai. "Loh? Mas Jeongguk?" Sedikit bingung. Namun teringat perkataan Somi, ponselnya disita oleh kakaknya. "Oh iya, masih disita ya, ponselnya Somi?"

"E—eh, iya." Suara lelaki itu nampak sedikit kaku membalas. "Ada apa, Taehyung? Ada pesan buat Somi? Biar mas sampaikan nanti." Nada suaranya terdengar lembut. Taehyung baru sadar, suara calon kakak iparnya itu ganteng. Terdengar gentle.

"Oh, enggak. Bentar, mas." Ponselnya diarahkan ke Jennie yang masih menekuk wajah. "Tuh, kebetulan mas Jeongguk yang angkat."

Jennie tersenyum lebar. Segera ambil ponsel Taehyung, "Jeongguk!" Pekiknya nyaring. "Um—jadi, kan, fitting baju? Kamu dimana?" Senyumnya mengendur. "O-oh, masih di kantor? Kamu—nggak kesini? Buat antar aku?" Jemarinya mainkan ujung dress katun yang digunakan gugup. "Nggak apa. Nanti kita ketemu disana aja. Makasih, Jeongguk."

Ponselnya dikembalikan. Taehyung mengambilnya cepat. "Mas, tolong nanti antarkan kakak saya pulang, ya, kalau sudah selesai?"

Sejenak hening, namun Taehyung abai. Terburu waktu, takut terlambat. "Um—mas, ya sudah, saya pesan itu aja. Maaf saya matikan, takut terlambat ke kampus. Titip kakak saya. Makasih banyak, mas. Semoga lancar nanti fitting bajunya."

"Iya, Taehyung." Hening sebentar. "Hati-hati."

Taehyung ingin tertawa sebenarnya. Astaga. Kaku sekali. "Iya, mas. Makasih banyak." Sambungan teleponnya terputus. Segera nasukkan ponsel ke saku celana. "Aku pergi, kak. Nanti diantar mas Jeongguk, kan?"

Kakaknya menggeleng, "Diantar sopirnya. Jeongguk masih mau rapat dulu."

Taehyung tak mau ambil pusing. Tau kalau calon kakak iparnya orang sibuk.

"Eh, serius? Mas Jeongguk minta sopirnya buat antar kak Jennie?" Jimin mengambil potongan cheesecake yang ia pesan. "Bukan dia sendiri yang antar?"

Taehyung mengangguk, seruput jus stroberinya cepat. "Iya. Kamu tau sendiri, Jim, mas Jeongguk itu kan orang sibuk."

"Tapi, masa nggak luangkan waktunya sebentar untuk kak Jen?" Jimin sedikit curiga. Namun, Taehyung balas dengan kedikan bahu. Jimin terdiam sebentar, "Tae," panggilnya. "Kamu nggak canggung kan sama mas Jeongguk?"

Dahinya berkerut, kemudian teringat kejadian kemarin. "Oh, enggak. Lagipula, baju kayak gitu, kan, banyak. Nggak cuma mas Jeongguk yang punya."

Hela napas lega, Jimin menyeruput esproberry latte-nya dengan tenang. "Aku kira kamu bakal anggap mas Jeongguk itu mas crush-mu yang anonim itu." Nadanya jenaka.

Taehyung mendengus. "Huh, anonim begitu juga aku suka." balasnya.

Lontarkan tawa, "Kamu itu kayak lagi naksir sama salander man tau nggak, sih, Tae?"

Taehyung menggerung kesal. "Sama-sama nggak ada mukanya gitu, maksudmu?" Bibirnya mencebik. "Aku cuma belum tau mukanya gimana, ih!"

Jimin kembali helakan tawa sampai hampir terjatuh dari kursi. Tak lama. Karena dirinya benar-benar terkejut kemudian melihat tunangan kakaknya Taehyung turun dari mobil dan masuk ke butik yang terletak diseberang kafe langganannya dengan Taehyung.

"Jim, kenapa, sih? Kok horor gitu? Liat apa?" Taehyung menolehkan kepalanya ke seberang jalan.

"Nggak, aku cuma liat orang yang kayaknya aku kenal. Ternyata bukan." Jelasnya.

Keduanya kembali sibukkan diri dengan obrolan. Taehyung sesekali menendang tulang kering sahabatnya kalau Jimin tak henti menggoda. Ceritakan soal Jimin yang sibuk lakukan pendekatan pada Yoongi, namun belum ada kemajuan—hingga akhirnya obrolan itu terhenti karena Taehyung tak sengaja layangkan pandang pada butik seberang, melihat punggung lelaki yang sangat ia hafal juga rindukan.

Senyumnya terpasang lebar, hampir tidak percaya, bahkan memekik keras setelahnya. "Jim! Mas crush aku, Jim! Astaga! Akhirnya aku bisa liat lagi!"

Jimin panik, segera ikuti pandangan Taehyung yang sibuk menatap 'crush'-nya, yang sandarkan badan pada mobil mewah warna hitamnya. Sedikit gusar, namun berusaha kendalikan diri. "Bukan kali, Tae."

"Ih! Iya! Itu punggung mas crush aku, aku hafal, Jim!" Taehyung masih memekik senang. "Astaga! Dari belakang aja ganteng. Coba toleh dikit gitu ke belakang, biar keliatan mukanya. Penasaran, tau!"

Jimin makin gusar. Apalagi melihat pintu butik yang mulai terbuka. Terlihat Jennie yang keluar dengan pasang senyum lebar berjalan ke arah lelaki yang Taehyung sebut sebagai mas crush-nya.

Lirikkan matanya ke arah Taehyung. Khawatir karena Taehyung pasang muka terkejut. Lebih-lebih saat mas crush-nya itu balikkan badan; buat kedua pasang mata hazel milik Taehyung bertemu langsung pada lelaki yang ada diseberang—mengingat mereka berdua duduk dibagian outdoor kafe, jelas terlihat. Yang diseberang tak kalah terkejut.

"Tae—"

"Jim," Taehyung buang pandangan dari sana. Pasang senyuman kecil. "Ayo, pulang. Jangan sampai kak Jennie lihat aku."

[]
hiyaaaaaaaa, mulai tuh HAHA

hardWhere stories live. Discover now