Chapter 45

2.6K 338 0
                                    

Tanjirou dan Kotetsu kini tengah berlatih dengan boneka latihan milik Kotetsu, latihan yang bisa dibilang keras dan kejam karena Tanjirou selama tujuh hari tidak diberikan makan dan minum sampai pemuda itu bisa melancarkan serangan kearah boneka tersebut. Yang bisa membuatnya tetap hidup hanyalah air hujan dan sedikit makanan yang Hinata berikan saat Kotetsu lengah mengawasi Tanjirou.

Namun tujuh hari itu sudah terlewati, tubuh Tanjirou yang sudah lemas berhasil menemukan titik terang dan menyerang boneka tersebut. Sesuai janji yang diberikan, Kotetsu memperbolehkannya makan dan Tanjirou benar-benar makan dengan lahap begitu Hinata membawakan makanan yang dia pinta.

Sekarang Tanjirou bisa memprediksi serangan lawan dari baunya, sebuah kemajuan yang cukup pesat karena kini kemampuan prediksinya hampir setara dengan para pilar. Tapi tetap saja jalannya untuk mengalahkan Muzan masih jauh di depan sana.

Setelah makan, Tanjirou kembali melanjutkan latihannya. Karena energinya sudah kembali dia bisa dengan mudah mengetahui serangan lawan dan menghindarinya, dan saat dia ingin memenggal kepala boneka itu dia sempat terhenti sesaat karena takut merusaknya. Namun Kotetsu berteriak kalau dirinya tidak masalah jika boneka itu rusak, dan akhirnya pemuda itu mengarahkan serangan ke leher boneka tersebut, serangan tersebut membuat pedang yang digunakannya patah dan dia terjatuh dengan cara yang menyakitkan karena tidak sempat mengubah posisinya menjadi kuda-kuda kembali.

"Kau baik-baik saja?" Hinata bertanya dengan nada khawatir sambil berjalan menghampiri pemuda itu, diikuti oleh Kotetsu yang mengikutinya dari belakang.

"Aku baik-baik saja, maaf sudah merusak pedang yang kau pinjamkan," balas Tanjirou sambil meminta maaf pada Kotetsu karena sudah membuat pedang yang dia pakai rusak.

"Jangan pikirkan itu--" Kotetsu tampak terkejut melihat sesuatu meski wajahnya tertutup oleh topeng tengu nya. membuat Hinata dan Tanjirou menatap ke arah yang sama. Mereka pun melihat kepala boneka itu terbelah dan menampakkan sebuah pedang yang terlihat tua.

"Ada sesuatu muncul! Kotetsu-kun! Ada sesuatu yang muncul!" Tanjirou berseru dengan hebohnya hanya karena melihat pedang di dalam boneka tersebut.

"Apa itu?!"

"Aku juga tidak tahu!"

Mereka berdua benar-benar heboh, membuat Hinata yang menyaksikan kehebohan mereka hanya bisa menatap datar mereka.

"Itu pasti pedang yang sudah berumur 300 tahun atau semacamnya!"

Yap, mereka bersemangat sekarang karena menemukan sebuah 'harta karun' yang sudah ada sejak Era Sengoku.

'Apa pedang itu terlihat semenarik itu?' Hinata bertanya-tanya dalam hatinya, karena dia tidak begitu merasa kalau itu benda yang sangat berharga.

Kotetsu dan Tanjirou sempat berdebat beberapa saat tentang Tanjirou yang harus memiliki pedang itu, awalnya Tanjirou menolak sampai akhirnya menerima pedang itu dengan senang hati. Mereka menarik pedang itu untuk melihat bilahnya, namun bilahnya telah berkarat dan itu cukup membuat Tanjirou kecewa.

Tiba-tiba muncul seseorang dari semak-semak, sosok pria berotot yang menggunakan topeng tengu yang menutupi wajahnya.

"WAAA?! HAGANEZUKA-SAN!" pekik mereka terkejut melihat Haganezuka, penempa pedang untuk Tanjirou yang fisiknya berubah drastis.

Terjadilah perebutan pedang tua itu disana, Kotetsu dan Tanjirou berusaha untuk mempertahankan pedang tersebut sedangkan Haganezuka ingin mengambilnya dari mereka berdua tanpa alasan yang jelas, dia hanya berkata "Serahkan" secara terus menerus. Beruntung perebutan pedang itu berhenti berkat Masahiko yang menggelitiki Haganezuka hingga dia tersungkur.

"Masahiko-san," Hinata berjalan menghampiri penempa pedangnya dengan wajah kesalnya, sedangkan Masahiko yang mengerti maksud dari tatapan tersebut hanya bisa menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Maafkan aku, aku sedang menemaninya berlatih di gunung agar dia bisa menempa pedang yang kuat sehingga pemiliknya tidak terbunuh," Masahiko membalas dengan nada lembut khasnya. sedangkan bisa terlihat kalau Tanjirou tampak tersentuh mendengar kalau Haganezuka memperhatikannya.

"Tapi lama sekali, untung saja Oyakata-sama berbaik hati memberiku libur sampai aku mendapatkan pedangku kembali," balas HInata dengan helaan nafasnya.

"Aku akan membuatnya sekarang, hanya dua hari pembuatan seperti biasa. Dan Haganezuka akan memperhalus pedang yang berkarat itu agar bisa dipakai," jelas Masahiko sambil menatap Haganezuka yang sudah berdiri kembali dan memegang pedang tersebut. Masahiko bisa dibilang penempa yang hebat karena dia bisa membuat pedang dalam waktu singkat, beruntung sekali Hinata bisa mendapatkannya sebagai penempa pedangnya.

Latihan pun berakhir, semuanya kembali ke aktivitas masing-masing. Tanjirou akhirnya bisa kembali ke penginapan bersama dengan Hinata untuk beristirahat setelah latihan panjang.

*•*

Keesokan malamnya, Hinata mendapatkan pedangnya lebih cepat dari dugaannya. Itu karena sebelum dia pergi bersama Haganezuka, Masahiko sudah setengah jalan membuat pedangnya sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Jadi sekarang dia bisa pulang dan melanjutkan misinya, namun karena sudah malam lelaki itu meminta Hinata untuk menginap semalam lagi. Karena itulah dia masih berada di desa ini.

Masih dengan seragam kisatsutai nya, dia kembali duduk di dahan pohon tertinggi seperti hari sebelumnya, menatap pemandangan malam yang damai untuk terakhir kali karena dia akan menjalankan misinya kembali. 

"Seandainya malam yang damai seperti ini berlangsung selamanya," gumam gadis itu lirih, membayangkan kembali kehidupan tenangnya sebelum mengenal iblis dan kematian ayahnya. Benar-benar menyenangkan sekali ketika kau tidak perlu takut akan suatu hal.

Dari atas ini, dia menatap ke arah pemandian air panas. Dia bisa melihat dengan jelas seorang penempa pedang baru saja selesai mandi dari tempatnya duduk mengingat dia memiliki pengelihatan yang tajam, di dekat pria itu ada sebuah guci. Pria itu mendekati guci itu dan tiba-tiba saja dia tersedot masuk ke dalam sana, melihat itu cukup untuk membuatnya terkejut.

Pria itu kembali dikeluarkan dari dalam guci, namun hanya menyisakan pakaian, topeng dan kakinya saja. Iblis pun keluar dari sana, hawa yang kuat bisa dia rasakan kalau dia adalah iblis bulan atas.

"Ini gawat!" Hinata hendak turun dari pohon tersebut dan membunuh iblis itu, namun dia langsung merasakan kalau ada kehadiran iblis lain, dan dia merasakannya dari arah tempat penginapan berada. Dengan begini dapat disimpulkan...

Bahwa desa penempa pedang dalam bahaya.

================================

To be continued...

Akhirnya nyampe ke konflik lagi :') Bagaimana kabarnya kalian? Mental kalian masih kuat untuk menjalani karantina ini? :') sudah berapa minggu aku gak keluar rumah ini :'))))

And yes, makasih sudah membaca buku ini sampai Chapter 45, gak kerasa udah banyak aja Chapter buku ini :') aku mau denger pendapat kalian, cerita ini aneh gak sih? :') karena kadang aku suka merasa aneh sama tulisan sendiri :") kadang juga suka insecure sama tulisan FF author lain :'))) tapi aku usahakan yang terbaik untuk buku ini karena cuma cerita ini aja yang bisa sampai berpuluh-puluh chapter selama aku main wattpad :')/akunku ada 3

Jangan lupa untuk vote, oke? Karena setiap vote itu membuatku semakin semangat untuk menulis cerita ini :')

Ada kritik dan saran? Ditunggu ya~

Ada kritik dan saran? Ditunggu ya~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seasons [Kimetsu no Yaiba Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang